Oleh: Afiful
Ikhwan
Yang dimaksud personalia pendidikan adalah semua
orang yang terlibat dalam tugas-tugas pendidikan, yaitu para guru/dosen sebagai
pemegang peranan utama, manajer/administrator, para supervisor, dan para
pegawai. Para personalia pendidikan perlu
dibina agar bekerja sama secara lebih baik dengan masyarakat.
Ada
sejumlah gejala yang membutuhkan pengembangan personalia. Gejala-gejala itu
ialah : 1 )
1.
Para
personalia terlalu patuh kepada atasannya dengan pelbagai alasan. Para bawahan merasa wajib memenuhi kehendak atasan tanpa
mempertimbangkan apakah hal itu patut atau tidak patut dikerjakan.
2.
Personalia pendidikan bekerja terlalu
mekanistik, rutin, seperti mesin. Tindakan mereka selalu berdasarkan peraturan
dan atau perintah para atasan.
3.
Tidak puas dengan disain yang baik
tentang cara melayani atau memenuhi kebutuhan para siswa/mahasiswa.
4.
Terjadi perubahan dalam konteks dan isi
peranan para siswa/mahasiswa. Perubahan ini membuat personalia pendidikan
menjadi bingung, merasa tidak aman, atau bahkan ada yang merasa disaingi.
5.
Penyesalan meningkat dalam hubungannya
dengan problem komunikasi. Pemakai data tidak berusaha menyelesaikan problem
tersebut, mereka hanya bisa mengeluh dan menyesali keadaan yang tidak baik itu.
6.
Ketidakmampuan manajer/para manajer
meninggalkan otoriter dengan model kepemimpinan yang hirarhis. Sehingga
hubungan personalia khususnya antara atasan dengan bawahan menjadi kaku.
7.
Pengambilan keputusan yang keliru dan
lamban, yang dapat membuat para personalia menjadi bingung, menemui kesulitan
dalam bekerja, marah yang dipendam, dan sebagainya.
8.
Peraturan, norma, dan standar tidak lagi
berfungsi dengan baik, sebab sudah ketinggalan zaman.
9.
Konflik atau pertentangan yang tinggi
antar kelompok dan atau di dalam kelompok itu sendiri.
Dari kesembilan gejala diatas tampak bahwa bukan hanya para
personalia yang perlu dibina atau dikembangkan melainkan juga lembaganya.2
) Tujuan pengembangan baik melalui
personalia maupun melalui organisasi ialah memperbaiki performan organisasi
dengan menciptakan iklim sumber daya manusia yang positif. Pegembangan
organisasi juga berusaha memperbaiki kompetensi mereka masing-masing. 3 )
Kepemimpinan yang efektif
Agar proses pengembangan par personalia pendidikan
berjalan lancar dan kontinu, antara lain dibutuhkan kepemimpinan yang efektif.
Ialah suatu kepemimpinan yang menghargai usaha para bawahan, yang memperlakukan
mereka sesuai dengan bakat, kemampuan dan minat masing-masing individu, yang
memberikan dorongan dan mengarahkan diri ke arah tercapainya tujuan lembaga
pemdidikan. Menurut hasil penelitian 4) pemimpin yang
tinggi dalam kedua dimensi kepemimpinan adalah pemimpin yang efektif. Dua dimensi kepeminpinan itu ialah
kepemimpinan yang berorientasi kepada tugas dan kepemimpinan yang berorientasi
kepada antar hubungan manusia.
Kepemimpinan yang berorientasi kepada tugas ialah
pemimpin yang hanya menekankan penyelesaian tugas-tugas kepada para bawahannya
dengan tidak mempedulikan perkembangan
bakat, kompetensi, motivasi, minat, komunikasi, dan kesejahtaraan bawahan.
Sebaliknya kepemimpinan yang berorientasi kepada antar hubungan manusia hanya
menekankan perkembangan para personalianya, kepuasan mereka, motivasi,
kerjasama, pergaulan, dan kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu kepemimpinan
yang baik ialah kepemimpinan yang mengintegrasikan orientasi tugas dengan
orientasi antar hubungan manusia. Hanya dengan cara ini kepemimpinan akan
menjadi efektif, yaitu mampu mencapai tujuan organisasi tepat pada waktunya.
Sebab kepemimpinan yang efektif ini
dapat melaksanakan fungsi-fungsi manajemen dengan baik termasuk melaksanakan
perencanaan dengan baik pula.
Bagan 40
: Hubungan antar kepemimpinan yang
efektif dengan perencanaan dan pelaksanaan pendidikan pada umumnya.
Kepemimpinan yang efektif selalu memanfaatkan kerjasama dengan para
bawahan untuk mencapai cita-cita organisasi. Karena dengan cara begitu para
manajer/administrator akan banyak dapat bantuan pikiran, semangat, dan tenaga
dari para bawahannya. 5 )
Pekerjaan pendidikan yang dilakukan oleh para pemimpin secara efektif ini
dikatakan oleh Cunningham sebagai perencanaan dan manajemen kontinum yaitu (1)
manajer berdiskusi dengan para bawahan, (2) manajer dibantu oleh para bawahan,
(3) manajer dibantu para bawahan untuk mendapatkan cara penyelesaian masalah
yang terbaik, dan (4) tindakan manajer disetujui oleh para bawahan. Fiedler
menyebut cara kerja seperti ini sebagai model situasional atau contingency. 6
)
Pembentukan Iklim Organisasi yang hangat
Suatu penelitian menunjukan hasil bahwa faktor-faktor organisasi tempat
para professional bekerja mempengaruhi kepribadian dan profesi mereka. Selanjutnya
dikatakan bahwa profesi dan organisasi memajukan kepribadian dan otonomi mereka
sebagai professional. 7 )
Hanya dalam iklim organisasi hangat kebebasan mimbar akan dapat berjalan
dengan baik, yaitu hak seorang professional untuk menemukan, mengajarkan, dan
mempublikasikan kebenaran sebagaimana dia lihat dalam spesialisasinya. 8
) Kehidupan seorang professional tidak
hanya tampak dalam kegiatannya yang tidak terikat dan terjaminnya kebebasan
mimbar, tetapi juga dalam kesempatan mengejar pengetahuan/ilmu tanpa
memperhitungkan popularitas. 9 )
Sifat-sifat kegiatan para professional di atas perlu mendapat dukungan
dari suasana organisasi pendidikan. Sifat kegiatan para professional yang
paling penting yang dapat dipandang sebagai modal dalam merealisasi dan
mengembangkan profesi mereka adalah usaha mengejar ilmu dan pengetahuan lainnya
secara terus-menerus tanpa mengharapkan penghargaan/popularitas atau nafkah
yang besar.
Bagan
41 : Iklim organisasi yang hangat
menyuburkan kegiatan para professional
Beberapa cara mengkreasikan iklim
organisasi.
Untuk menciptakan lingkungan belajar mengajar yang
sehat dan produktif, haruslah ada kesempatan dan kemauan antara professional
untuk saling memberi informasi, ide, persepsi, dan wawasan. Mereka harus
menyiapkan umpan balik profesi secara teratur seperti halnya yang dilakukan
oleh administrator/manajer. 10 )
Prinsip-prinsip kebersamaan, komunitas harus dikembangkan dalam lembaga
pendidikan dengan cara saling memberi pandangan dan nilai baik yang positif
maupun yang negatif. 11 )
Cara lain yang dapat ditempuh untuk menciptakan
iklim organisasi yang hangat ialah dengan membuat para personalia pendidikan
para pengajar khususnya sebagai masyarakat paguyuban di lembaga pendidikan.
Bila lembaga pendidikan itu terlalu besar, perguruan tinggi misalnya, maka
personalia itu dapat dibagi-bagi menjadi beberapa masyarakat paguyuban. 12
)
Penelitian Rebbeca memberi pemecahan terhadap
kesulitan ini ialah dengan cara menyeimbangkan tindakan melalui proses kerja
sama. 13 ) Dalam bekerja sama otonomi individu dihargai sebab
pandangan, inisiatif, dan kreativitasnya diminta untuk disumbangkan kepada
kelompok.
Dalam masyarakat paguyuban ini diusahakan agar
fungsi kepemimpinan dapat dilakukan secara bergantian, sehingga tiap orang
dapat kesempatan mengalami sebagai pemimpin untuk menunjukan kemampuannya.
Pemimpin di sini adalah dalam arti informal dan formal. Wujudkan tindakan dalam
setiap kegiatan yang menggambarkan bahwa lembaga pendidikan adalah menjadi
milik setiap warga paguyuban, sebagai sesuatu yang sangat penting dalam
hidupnya.
Manajer hendaknya berusaha menggerakan setiap hati
para personalia pendidikan untuk berpartisipasi dalam membangun masyarakat baru
ini, sehingga :
1.
Komunikasi informasi dapat berjalan dengan
lancar dan kontinu sebagai umpan balik dalam menghadapi dan menyelesaikan
pelbagai masalah.
2.
Kerjasama yang erat dari semua anggota
dalam menyelesaikan masalah, sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing.
3.
Hubungan satu dengan yang lain berjalan
secara informal, structural bersifat Fleksibel, dan disiplin tidak kaku.
4.
Rasa memiliki pada setiap personalia
terhadap lembaganya perlahan-lahan muncul, berkat perhatian yang besar dan
perlakuan yang wajar terhadap sesama dari pihak atasan maupun teman-temannya,
tidak ubahnya seperti hubungan orang tua yang bijaksana terhadap anak-anaknya.
5.
Masyarakat paguyuban terbentuk pada
setiap lembaga atau unit lembaga dengan karakteristik tersebut diatas.
Pancasila
menginginkan masyarakat lembaga pendidikan hidup rukun, mempererat persatuan
dan kesatuan, toleransi satu dengan yang lain, hidup bergotong royong saling
membantu, segala sesuatu dipecahkan bersama secara musyawarah, melaksanakan
kesamaan hak dan keadilan, dan sebagainya. Ciri-ciri ini adalah menunjukan ciri
masyarakat paguyuban. Sehingga karakteristik iklim organisasi yang hangat yang
diuraikan di atas cocok diterapkan di Indonesia.
Ciri-ciri disiplin
lembaga pendidikan yang baik
Ciri-ciri disiplin yang baik itu adalah sebagai
berikut : 14 )
Pertama, mampu mengerjakan banyak hal yang biasa
dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan dan para pendidik yang baik untuk
jangka waktu yang lama. Kedua, menciptakan lingkungan lembaga pendidikan yang
dapat melahirkan disiplin yang baik. Ketiga, sebagian besar pendidik memandang
lembaga pendidikannya sebagai tempat para pengajar dan siswa bekerja dan
mendapat pengalaman yang sukses. Keempat, berorientasi kepada para siswa.
Kelima, memusatkan diri kepada sebab-sebab masalah disiplin, bukan kepada
gejala-gejalanya. Keenam, program lembaga pendidikan menekankan perilaku
positif dan lebih menekankan usaha preventif daripada hukuman dalam memperbaiki
disiplin. Ketujuh, menyesuaikan kegiatan-kegiatannya dengan kebutuhan dan
mencerminkan gaya
mereka sendiri. Kedelapan, kepala sekolah memegang peranan kunci dalam memberi
corak kepada sekolahnya. Kesembilan, program-program sekolah sering berhasil,
agaknya karena kepuasan mengerjakannya atau karena disainnya begitu jelas oleh
tim yang terdiri dari kepala sekolah yang berkompetan dan beberapa anggota
stafnya yang juga memiliki pribadi kepemimpinan yang melengkapi kepala sekolah
itu. Kesepuluh, para pengajar percaya kepada lembaga pendidikan mereka tempat
para siswa dapat mengerjakan sesuatu. Kesebelas, guru-guru menangani semua atau
sebagian terbesar masalah disiplin yang rutin. Keduabelas, mengembangkan kerja
sama yang erat sekali dengan para orang tua siswa dan masyarakat pada umumnya.
Dan ketigabelas, sekolah-sekolah terbuka untuk dikritik dan dinilai secara luas
oleh sekolah-sekolah lain dan masyarakat.
Meningkatkan
Partisipasi Personalia
Ada
beberapa metode yang dipandang sebagai usaha untuk mendiagnosa keadaan para
personalia pendidikan dan mengintervensi mereka agar partisipasinya meningkat
dalam kegiatan-kegiatan pendidikan termasuk dalam perencanaan. Cunningham
menyebutkan ada tujuh macam yaitu metode survai umpan balik, pertemuan
konfrontasi, tim pembangun, saling memberi data secara terbuka, proses
konsultasi, model struktur (termasuk teknik analisa peranan dan memperkaya tugas),
dan kelompok T. 15 )
Sementara itu Daft hanya menyebutkan tiga macam saja yaitu survai umpan
balik, tim pembangun, dan siklus kualitas. 16 )
Survai umpan balik
Mula-mula para personalia pendidikan disurvai dengan
memberi angket yang menanyakan tentang kepuasan kerja mereka, sikap, performan,
perilaku pemimpin mereka, iklim organisasi, dan hubungan kerja mereka satu
dengan yang lain. Data ini lalu dianalisa, bila perlu seorang konsultan yang
ahli manajemen personalia, dan didiskusikan bersama dengan kelompok yang
disurvai. 17 )
Dengan berdiskusi bersama diharapkan pikiran para
personalia, terutama yang bersangkutan dengan masalah yang dibahas, mulai
terbuka dan berusaha ikut mencari sebab-sebabnya. Diskusi seperti ini biasanya
bias membuka jalan untuk menemukan pemecahannya.
Pertemuan konfrontasi
Metode ini digunakan untuk organisasi pendidikan
yang dalam keadaan krisis dan tegang. Untuk situasi-situasi krisis seperti ini
dikembangkan mobilisasi umum dikalangan para personalia pendidikan. Metode ini
disamping menangani masalah yang dihadapi lembaga ia juga secara langsung
mengharuskan para personalia ikut aktif di dalamnya. Ini berarti para
personalia sudah miningkatkan partisipasinya berkat metode ini. Itulah sebabnya
metode ini disebut sebagai pengintervensi personalia. Sekali diintervensi
diharapkan partisipasi mereka dalam kegiatan-kegiatan pendidikan berikutnya
tetap besar.
Tim pembangun
Tim pembangun merealisasi suatu ide bahwa seseorang
yang bekerja bersama dengan orang-orang lain dapat dilatih untuk bekerja
sebagai tim. Tim ini memperbaiki performan para anggota yang bertindak sebagai
pemimpin dan sebagai anggota. Maksudnya ialah performan seseorang sebagai
pemimpin dan sebagai anggota diperbaiki dalam tim ini. 18
)
Tim dengan orang-orang baru membentuk suatu
norma-norma baru, semacam kontrak social, dalam usaha meningkatkan performan
dan partisipasi baik dalam tugas-tugas pendidikan khususnya. Norma-norma baru
yang mereka setujui bersama ini belum tentu tepat dapat diaplikasikan. Sebab
itu sering kali tim melakukan penelitian tindakan (action research) dalam usaha
membuat norma-norma itu dapat dilaksanakan.
Saling memberi data
secara terbuka (Open data saharing)
Teknik ini berusaha mengurangi/menghilangkan
kelemahan perilaku para personalia pendidikan dengan cara saling memberi data
dan mengoreksi bersama kekurangan-kekurangan individu. Jadi mula-mula para
peserta yaitu para personalia pandidikan diharuskan mengisi angket tentang
nama-nama personalia pendidikan tersebut lengkap dengan sifat-sifatnya yang
baik dan yang kurang baik. Angket tanpa nama ini lalu dikumpulkan. Satu persatu
isi angket itu dituliskan pada papan yang besar yang di taruh didepan para
anggota.
Kelompok T (T Group)
Metode ini dikenakan kepada kelompok yang memiliki
nilai-nilai yang bertentangan dengan tujuan lembaga pendidikan atau misi
perencanaan sehingga menimbulkan hubungan yang tidak harmonis, partisipasi yang
kurang efektif, dan tata kerja yang rusak. Tiap-tiap kelompok maksimum
anggotanya 12 orang dan satu orang professional lebih ahli sebagai fasilisator.
Fasilisator bertindak agar setiap anggota kelompok aktif berbicara,
mengemukakan pendapatnya, memberi penjelasan tentang nilai-nilai, dan
sebagainya. Demikianlah melalui kelompok ini setiap anggota memodifikasi nilai-nilai
dan perilakunya secara besar atau kecil sesuai dengan penyimpangannya
masing-masing agar cocok dengan tugas merealisasi tujuan perencanaan dan tujuan
organisasi pendidikan.
Siklus kualitas
(Quality Circles)
Metode sirklus kualitas dikatakan satu diantara
usaha yang terbanyak dilakukan untuk meningkatkan kreativitas dan partisipasi
para personalia pendidikan. Tujuannya adalah memperbaiki kualitas
performan/tata kerja, memajukan produksi (kualitas dan kuantitas), dan
meningkatkan partisipasi baik dalam perencanaan maupun dalam tugas-tugas
pendidikan pada umumnya. Sirklus kualitas merupakan satu kelompok yang terdiri
dari 6 sampai dengan 12 personalia pendidikan yang bekerja pada jenis pekerjaan
yang sama. Sering sekali para anggota diberi pendidikan dan latihan tambahan
baik secara formal maupun informal untuk memperdalam konsep dan keterampilan
mereka dalam melaksanakan tugas.
Kerjasama dengan
masyarakat
Kini kerjasama dengan masyarakat sudah menujadi
bagian kegiatan yang penting dalam mengendalikan roda perjalanan organisasi
pendidikan. Stein dan Kanter melembagakan satu set respon eksternal dan
internal, struktur partisipasi dan pemecahan masalah, di samping tugas-tugas
rutin dalam lembaga pendidikan. 19)
Kegiatan internal dan eksternal, serta kegiatan rutin dan non rutin
berjalan bersama-sama. Masalah-masalah yang muncul dicari kaitannya baik di
dalam lembaga itu sendiri maupun di masyarakat, supaya dapat diselesaikan
secara lebih mudah dan lebih tuntas. Organisasi seperti ini disebut organisasi
perarel atau structural pararel. 20 )
Dengan struktur pendidikan yang pararel berarti memberi peluang lebih
besar kepada para personalia pendidikan untuk meningkatkan inisiatif dan kretivitas mereka melewati tugas-tugas
yang sangat rutin. Khusus bagi perencana pendidikan lebih-lebih perencanaan
yang bersifat partisipasi, struktur pararel ini sangat menguntungkan mereka.
Sebab perencanaan partisipatori adalah perencanaan dilakukan bersama diantara
para pecinta pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan. 21)
Dalam memperhitungkan fisibilitas perencanaan pendidikan, yaitu
sumber-sumber pendidikan yang sering berkaitan dengan mereka, memegang peranan
penting yang patut diperhatikan. Di samping itu para stakeholder juga patut
diperhatikan, sebab ia dapat menggoncangkan implementasi dan aplikasi
pendidikan berkat pengruh-pengaruhnya. 22)
Banyak program yang dapat dikerjakan bersama antaralembaga pendidikan
dengan masyarakat sekitarnya. Program-program itu misalnya memajukan proses
belajar mengajar, mengintegrasikan pendidikan formal, informal, dan nonformal,
membantu memajukan pendidikan nonformal, layanan kesejahteraan keluarga,
layanan bimbingan dan konseling kerjasama, dan sebagainya.
Macam-macam hadiah bagi personalia
Para personalia
pendidikan tidak pada tempatnya hanya dituntut akan kewajiban dan tanggung
jawabnya. Manajer personalia yang baik akan memperhitungkan setiap tindakannya
terhadap para personalia agar ada keseimbangan antara kewajiban dan hak mereka.
Pada umumnya yang dipandang berkaitan dengan hak para personalia adalah gaji,
honorarium, dan macam-macam kesejahteraan lainnya dan promosi/kenaikan pangkat.
Berbagai hadiah yang dimaksudkan bagi para personalia pandidikan di
samping hadiah-hadiah yang yang sudah disebutkan di atas ialah : 23
)
1.
meyediakan ruangan untuk tempat bekerja
dan memperdalam meteri pelajaran.
2.
Memberikan kesempatan untuk melaksanakan
fungsi kepemimpinan sesuai dengan kemampuannya.
3.
Memberi kesempatan bertanggung jawab
secara lebih besar.
4.
Mewakili lembaga pendidikan dalam
pertemuan atau kunjungan tertentu.
5.
Membuat jadwal dan memberi izin kepada
personalia yang pantas dapat hadiah untuk melaksanakan pendidikan di luar
sekolah.
6.
Mencatat, memberi kredit, dan
mempertimbangkan jasa-jasa personalia yang dapat memecahkan masalah tertentu
yang bermanfaaat bagi lembaga.
7.
Membebaskan seseorang dari berpikir dan
mengerjakan sesuatu di luar batas kemampuannya.
8.
Memberi kesempatan kepada para pengajar
untuk bekerja sama dengan para siswa/mahasiswa bila ternyata ia merasa bahagia
karena kerja sama itu.
9.
Memasang nama dan foto personalia yang
patut diberi hadiah pada majalah atau surat
kabar setempat lengkap dengan deskripsinya sebagai orang yang pantas dihargai.
10.
Memberi kesempatan kepada personalia
pendidikan mengadakan kontak pribadi dengan para pemimpin lembaga pendidikan
dan para pemimpin masyarakat.
11.
Memberikan jalan sehingga personalia yang
pantas mendapat hadiah boleh memilih dan menggunakan bahan-bahan pelajaran
tertentu.
12.
Melibatkan pengajar yang patut diberi
hadiah ini dalam perencanaan kurikulum.
Hadiah-hadiah
tersebut di atas diberikan satu atau beberapa dari padanya yang sesuai
dengan jasa, perilaku, atau performannya yang terpuji. Dan sudah tentu disesuaikan
pula dengan kemampuan lembaga pendidikan bersangkutan.
End Note
1. William G.
Cunningham, Systematic Planing for Educational Change, First Edition,
Mayfield Publishing Company, California,
1982, h. 199-201.
2. Richard L.
Daft, Organization and Design, West Publishing Company, New York, 1986, h. 285.
3. Ibid., h. 284
yang juga diambilnya dari Dennis D. Umstot.
4. William G.
Cunningham, Systematic Planning for Educational Change, First Edition,
Mayfield Publishing Company, California,
1982 h. 111.
5. Ibid., h. 115.
6. Ibid., h. 117.
7.
Rebecca Killen Hawthorne,
“Classroom Curriculum : Balancing Autonomy and Obligation”, (Paper), AERA
Annual Meeting, Washington,
DC, 1987, h. 7.
8.
Steven M. Chan, Saints and
Scamps Ethics in Academia, Rowman
& Littlefield Publisher,
New Jersey, 1986, h. 5.
9.
Ibid., h. 6.
10.
Shirley F. Heck and C. Ray
Williams, The Complex Roles of the Teacher, Teachers College Prees, New York,
1984, h. 17.
11.
Ibid., h. 18.
12.
Gay Su Pinnel and William W.
Wayson, “Staff Roles for Creating Quality Integrated Schools”, A Journal of Steps,
Volume I, May 1980, India-napolis, h. 33.
13.
Rebecca Killen Hawthorne,
“Classroom Curriculum : Balancing Autonomy and Obligation”, (Peper), AERA
Annual Meeting, Washington. DC, 1987, h. 10.
14.
William W. Wayson, et al., Handbook
for Developing Schools with Good Discipline, Phi Delta Kappa, Indiana,
1982, h. 10-27.
15.
William G. Cunningham, Systematic
Planning for Educational Change, First Edition, Mayfield Publishing
Company, California,
1982. h. 209-225.
16.
Richard L. Daft. Organization
Theory and Design West Publishing Company, New York, 1986. h. 285.
17.
Ibid., diambil dari David A.
Nadler.
18.
Ibid., diambil dari Wendell L.
French and Cecil H. Bell, Jr.
19.
Ibid., h. 114.
20.
Ibid.
21.
Paul C. Nutt and Robert W. Backoff,
“a Strategic Management Process for Public and Third Sector Organizations”,
Ajournal of American Psychological Assosiation,Winter 1987, h. 49.
22.
Ibid.
23.
“What can Principals Do to Reward Staff Members? Ajournal of Stps,
Valume I, Maarch 1980, Indianapolis,
h. 37.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar baik menunjukkan pribadimu !