Full width home advertisement

Travel the world

Climb the mountains

Post Page Advertisement [Top]



TUGAS INDIVIDU
CRITICAL REVIEW JURNAL INTERNATIONAL
The Relationship between Empowerment and Organizational Citizenship Behavior of the Pedagogical Organization Employees
(Hubungan antara Perilaku Karyawan dengan
Pemberdayaan Anggota dalam Sebuah Organisasi)

Dosen Pengampu:
Prof. H.A. Sonhaji K.H., M.A., Ph.D
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo


Oleh  :
AFIFUL IKHWAN
NIM.12730012


MPI A – SMT 1

PROGRAM DOKTOR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG
Januari 2013



BAB  I
PENDAHULUAN

A.    Identitas

1.      Judul         :   The Relationship between Empowerment and Organizational
                      Citizenship Behavior of the Pedagogical Organization Employees.
                            (Hubungan antara Perilaku Karyawan dengan Pemberdayaan Anggota
                            dalam Sebuah Organisasi)
2.      Peneliti                     :   Ghodratollah Bagheri1, Hassan Zarei Matin2, Faezeh Amighi 3
3.      Nama Jurnal, Nomor, Volume, Bulan, Tahun Penerbitan dan Institusi :
Iranian Journal of Management Studies (IJMS), No.2, Vol.4, September 2011, pp: 53-62, Universitas Qom (Iran), Perpusnas- http://e-resources.pnri.go.id/
1.      Assistant Professor of  Tehran University, Qom College, Iran.
2.      Professor of  Tehran University, Qom College, Iran.
3.      M.A student of Tehran University, Qom College, Iran.

B.     Fokus (Rincian Topik yang Dibahas)
1.      Pemberdayaan Suatu Kebutuhan
2.      Dasar Elemen Penilaian Pemberdayaan
3.      Pemberdayaan Karyawan


C.    Pertimbangan Penelaah dan Kesan
Pertimbangan artikel jurnal ini penulis telaah, karena keterkaitan penulis pada sebuah perjalinan suatu hubungan dengan baik akan berdampak baik pula kedepannya, karena Anda diperlakukan dengan baik, maka anda memperlakukan perusahaan (atasan) dengan baik”. Saling ber-sinergi, salah satunya dengan pemberdayaan karyawan/bawahan.
Hubungan antara atasan dan bawahan akan dirasakan seperti berada di neraka jika ada ketidakcocokan di antara keduanya. Tidak jarang individu berpotensi yang mengundurkan diri karena mempunyai atasan yang tidak bisa memperlakukannya atau memberdayakannya dengan baik. Pada dasarnya bawahan tidak bisa memilih atasan, sedangkan atasan bisa lebih bebas memilih bawahan. Sudah seharusnya kedua belah pihak baik atasan maupun bawahan sama-sama meng-update kemampuannya dan saling memberdayakan dalam berinteraksi agar menjadi atasan yang dicintai bawahan dan demikian pula sebaliknya.
Kesan penulis; Menginspirasi memang lebih mudah dilakukan dari tengah-tengah tim, apa lagi waktu belakangan ini kerja tim sangatdi anjurkan. Hubungan informal dan kontak personal sangat berpengaruh pada mental yang diberdayakan. Hanya atasan yang sadar akan kapasitas sumber dayanyalah yang bisa mengajak orang di sekitarnya untuk berupaya lebih dan membuat nilai tambah (berdaya guna). Hal ini juga yang memungkinkan pemimpin organisasi untuk memotivasi bawahan secara personal, sesuai dengan kekuatan dan kekhasan bawahannya.
Bawahan akan merasa “terangkat” dan seolah “superman” yang merasa mampu berbuat lebih. Atasan yang inspiratif membuat bawahannya menghargai dirinya sendiri seperti halnya ia menghargai organisasi/perusahaan dan pelanggannya. Dengan mengenali kekhasan bawahan, atasan yang inspiratif bisa menjadi lebih dari sekadar “pemimpin” yang baik, tetapi ia juga membimbing bawahan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, kemudian memberikan pengarahan dari jalan keluar, juga prinsip profesional dari solusi permasalahan, bahkan sampai filosofinya.
Alasan emosional selalu lebih solid daripada sekadar hubungan finansial. Upah memang menentukan kepuasan kerja, tetapi pemimpin besar biasanya kreatif dalam menemukan cara yang tidak biasa dalam memenuhi kebutuhan bawahannya, yaitu mempertimbangkan faktor-faktor di luar kebutuhan yang basic, seperti respek dan prestise, untuk bisa mengangkat semangat timnya dengan lebih baik salah satunya dengan memberdayakan itulah yang membuat terkesan penulis menelaah artikel jurnal ini.


 
BAB II
GAMBARAN UMUM ARTIKEL

A.    Tujuan
Perilaku Karyawan dengan pemberdayaan anggota dalam sebuah organisasi memiliki peran yang sangat penting dalam proses keberhasilan dan pembangunan yang berkelanjutan dari kinerja organisasi tersebut. Oleh karena itu, tujuan dari artikel ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dua variabel pada karyawan di lembaga pendidikan tinggi universitas Qom di Iran. Tujuan dari penelitian ini juga ingin memaparkan apakah ada hubungan antara perilaku anggota organisasi dan pemberdayaan karyawan akademisi dalam organisasi di universitas Qom dan juga apakah ada hubungan antara komponen pemberdayaan dan perilaku anggota organisasi dengan karyawan akademisi dalam organisasi di universitas Qom.

B.     Pentingnya Penulisan
Pentingnya penulisan artikel ini menjelaskan rentetan sejarah asal muasal hubungan pimpinan dalam suatu organisasi dengan karyawanya yang awal mulanya mono tone (satu arah) komunikasinya, karyawan atau bawahan harus mengikuti keseluruhan dari apa-apa yang sudah ditetapkan peraturannya dalam organisasi tersebut melalui kebijakan pimpinanya.
Periode saat ini, perkembangan kehidupan manusia dibarengi dengan transformasi yang luar biasa. Sebagai bagian dari kehidupan manusia, organisasi harus siap untuk bertahan dan berkembang menghadapi transformasi besar tersebut dan perkembangannya, jika tidak, mereka akan pergi dari bisnis. Dengan "kesiapan" itu bukan berarti tentang peralatan dan kesiapan teknologinya, melainkan lebih berarti bahwa organisasi harus mempersiapkan staf mereka sebagai modal utama organisasi yang sangat berharga.
Penelitian ini juga kepentinganya akan memberi kontribusi besar dalam khazanah ke-organisasian secara umum, bagaimana sistem gotong royong yang sebenarnya,bagaimana memberdayakan bawahan/karyawan dengan menyesuaikan kemampuan masing-masing, bagaimana membangun komunikasi dengan baik, melatih tanggung jawab, memupuk rasa percaya diri, menumbuhkan rasa memiliki pada organisasi yang di naunginya, dsb.

C.    Teori Utama
Penelitian ini menggunakan teori dari Eby (1999) pemberdayaan karyawan, partisipasidan hubungan antar manusia merupakan pendekatan yang dapat membantu mencegah terjadinya turnover intention (perubahan niat). Pemberdayaan telah diakui sebagai salah satu pendekatan dalam mengurangi turnover intention dan turn over.

D.    Metode Penelitian
Kuantitatif; Keseluruhan statistik meliputi 434 karyawan di Universitas Qom, akademisi di Zona 1, 2, 3 dan 4. Keseluruhan statistik  ini dibagi menjadi empat kelompok. Anggota masing-masing kelompok yang seragam, tetapi tidak ada keseragaman antar kelompok yang lengkap. Sembilan puluh sembilan sampel statistik yang dipilih melalui pengambilan sampel diklasifikasikan. Prediksi pada pemberdayaan perilaku anggota organisasi bervariasi kriterianya. Untuk mengukur pemberdayaan, kuesioner penelitiannya dirancang dan digunakan sesuai dengan literatur yang relevan. Ada dua puluh lima item kuesioner yang mencakup enam komponen dari variabel. Untuk mengukur perilaku anggota organisasi menggunakan Moorman and Black Lee kuesionernya (1998). Kuesioner ini meliputi dua puluh lima item. Dengan melompati barang serupa dan budaya berbasis variabel, kuesioner menurun menjadi sembilan belas item. Validitas isi dikonfirmasi oleh polling para ahli seperti dosen universitas dan keandalan kuesioner diuji menggunakan Chronbach koefisien alpha[1].

E.     Temuan Penelitian
Untuk mengetahui hubungan antara pemberdayaan perilaku anggota organisasi, pertama koefisien korelasi Spearman dan kemudian uji korelasi Parsial digunakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara perilaku pemberdayaan anggota organisasi. Tetapi hubungan keterampilan komunikasi dan perilaku terhadap perilaku anggota organisasi yang signifikan.
Dengan menggunakan t-test, kesesuaian atau ketidak tepatan komponen pemberdayaan dan perilaku anggota organisasi dalam organisasi akademisi Universitas Qom ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1: Status komponen pemberdayaan perilaku anggota organisasi

Components
Test
statistics

Freedom
Degree

Significance
Level

Average
Difference
95% Confidence Interval for Average Difference
t
Lower
Upper
Expertise
11.079
98
0
.75337
.6184
.8883
Courage in Practice
20.659
98
0
1.7576
.9724
1.1791
Work Ethics
40.023
98
0
1.59360
1.51146
1.6726
Communicational Skills
23.706
98
0
1.17677
1.0783
1.2753
Thinking
25.428
98
0
1.27020
1.1711
1.3693
Experience Gaining
17.539
98
0
1.09764
.9734
1.2218
Empowerment
31.038
98
0
1.16122
1.0870
1.2355
Interpersonal Help
22.881
98
0
1.19444
1.0908
1.2980
Individual Innovation
16.329
98
0
1.02694
.9021
1.1517
Honest Support
9.579
98
0
.64444
.5109
.7779
Personal Hardworking
23.822
98
0
1.20303
1.1028
1.3032
Organizational
Citizenship Behavior
22.654
98
0
1.01721
.9281
1.1063
Menurut Tabel 1, semua komponen pada tingkat signifikansi 0.000 dan kurang dari 0,05, dan kedua tingkat yang lebih tinggi dan lebih rendah yang positif. Oleh karena itu, status komponen ini dapat diterima. Untuk peringkat komponen perilaku pemberdayaan anggota organisasi, uji Freedman diterapkan. Tabel 2 menunjukkan peringkat komponen pemberdayaan dan Tabel 3 menunjukkan komponen perilaku anggota organisasi.
Tabel 2: komponen utama pemberdayaan
Priority
components
Average Rank

1
Work Ethics
5.98

2
Thinking
4.46

2
Communicational Skills
3.96

2
Experience Gaining
3.8

2
Courage in Practice
3.47

3
Expertise
3.84
Tabel 3: Peringkat komponen perilaku anggota organisasi
Priority
components
Average rank

1
Personal Hardworking
3.76

1
Interpersonal Help
3.52

2
Personal Innovation
2.99

3
Honest Support
1.9


F.     Kesimpulan
Salah satu tujuan utama dari organisasi adalah menikmati karyawan diberdayakan oleh siapa, mereka dapat mencapai tujuan mereka sendiri baik jangka panjang maupun jangka pendek melalui tujuan organisasi. Pemberdayaan karyawan dapat memiliki dampak positif pada aspek organisasi lainnya seperti komitmen, spiritualitas, kepuasan pelanggan, budaya organisasi, perilaku anggota organisasi, dan akhirnya produktivitas. Semua penelitian yang disebutkan dalam penelitian ini menunjukkan hubungan yang positif antara perilaku pemberdayaan anggota organisasi. Oldham dan Hackman (1975) memperkenalkan perilaku anggota organisasi sebagai hasil kerja awal adalah pemberdayaan.
Cushman (1984) menunjukkan bahwa rasa kebermaknaan berkaitan dengan inovasi individu, dan rasa efektivitas berkaitan dengan dukungan yang jujur​​. Nykodym (1994) menemukan bahwa karyawan yang diberdayakan memiliki loyalitas organisasi yang lebih tinggi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara pemberdayaan perilaku anggota organisasi, bahwa kontribusi dalam pengambilan keputusan kemurahan hati berpengaruh, dan meningkatkan kepercayaan juga kebebasan yang mempengaruhi perilaku suportif, kemurahan hati serta anggapan sosial.
Watt dan Schaffer (2003) menunjukkan bahwa perasaan yang bermakna merupakan faktor utama untuk santun dan hormat, kompetensi merupakan faktor utama untuk kesadaran dan kebaikan hati, jiwa-organisasi merupakan faktor utama untuk bekerja, dan kesadaran merupakan dampak faktornya. Akhirnya, Sandhu dan Bhatnagar (2005) menyatakan bahwa para manajerlah yang merasa bahwa perilaku mental menunjukkan pemberdayaan anggota organisasi.
Sementara itu, hubungan antara perilaku pemberdayaan anggota organisasi pada pria lebih kuat dari pada wanita. Mereka menunjukkan bahwa tidak ada hubungan timbal balik antara kompetensi dan self-efisiensi serta perilaku anggota organisasi. Namun, karyawan yang merasa bahwa kebenaran dan efektivitas menunjukkan perilaku anggota organisasi. Temuan dari penelitian ini bertentangan dengan temuan studi tersebut. Mungkin itu karena dalam penelitian ini hubungan antara dua variabel diperiksa sebagian dan dengan mengendalikan enam komponen yang hasilnya tidak dikonfirmasi oleh uji korelasi parsial, dan populasi penelitian ini berbeda dari studi tersebut. Namun, ada hubungan antara perilaku anggota organisasi dan empat aspek pemberdayaan seperti keahlian, etos kerja, keterampilan komunikasional, dan berpikir mereka tidak signifikan.
Di sisi lain, nilai koefisien korelasi keterampilan komunikatif serta perilaku anggota organisasi lebih besar dari aspek-aspek lain dari perilaku ekstra pemberdayaan organisasi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa keterampilan dan perilaku komunikasional berhubungan dengan perilaku anggota organisasi lebih dekat dari tiga aspek lainnya. Oleh karena itu, maka akan diperlukan bagi para manajer untuk mengalokasikan lebih banyak sumber daya untuk mengembangkan keterampilan tersebut antara staf mereka jika mereka ingin meningkatkan perilaku anggota organisasi.
Jadi berdasarkan mengenai hubungan antara keterampilan komunikasi dan perilaku anggota organisasi, disarankan untuk top manajer dan pejabat pemegang saham meningkatkan keterampilan komunikasi guna meningkatkan perilaku anggota organisasi yang akhirnya juga untuk mencapai pengembangan kinerja dan tujuan organisasi.

BAB III
TELAAH KRITIS

A.      Pemberdayaan Suatu Kebutuhan
Memberdayaan berarti memampukan (to able), memberi kesempatan (to allow), dan mengijinkan (to permit). Memberdayaan pegawai berarti memampukan dan memberi kesempatan untuk melakukan fungsi-fungsi manajemen dalam skala yang menjadi tanggung jawabnya, baik secara individu maupun kelompok. Selain itu pemberdayaan juga dapat dipandang sebagai seni-dalam proses mendorong pegawai untuk bekerja secara optimal demi kepuasan pelanggan.
Dalam implementasi pemberdayaan pegawai diperlukan tingkat kejujuran yang tinggi, keterbukaan, dan integritas pada manajemen puncak, sehingga pemberdayaan bukan sekedar pemberian delegasi dari pimpinan kepada pegawai dibawahnya, tetapi lebih pada apa dan bagaimana sistem nilai dalam organisasi tersebut dipatuhi. Proses pemberdayaan pegawai suatu organisasi, dapat dilakukan melalui lima tahap: (1) proses diseminasi informasi (informing), tahap (2) proses konsultasi (consulting), tahap (3) proses pengumpulan ide (sharing), tahap (4) proses pendelegasian (delegating), dan tahap (5) proses pemberdayaan (empowering).
Ada empat komponen atribut pokok organisasi perusahaan yang harus segera diperbaiki jika ingin tetap eksis dalam kancah persaingan global, yakni (1) berorientasi pada pelanggan dan kualitas (customer and quality driven), (2) efektivitas pendapatan dan biaya (revenue and cost effective), (3) kecepatan dan fleksibilitas dalam merespon perubahan pasar (fast and flexible in responding to market changes), dan melakukan inovasi secara berkelanjutan (continually innovating).
Keberhasilan organisasi yang hidup di masa kini dan masa mendatang akan ditentukan oleh faktor kecepatan, fleksibilitas, integritas, dan inovasi dalam memenangkan setiap pesaingan. Sebuah paradigma baru organisasi moderen menganggap bahwa setiap orang adalah pemimpin (leadership from everybody), sehingga melalui pembentukan mindset tersebut pegawai berkesempatan memacu mengembangkan bakat kepemimpinannya. Dengan berkembangnya potensi sebagai pemimpin dan mampu mengembangkan kualitas, kompetensi, serta komitmen yang ada pada setiap pegawai, maka akan memepermudah di dalam melakukan alignment visi pribadinya dengan visi organisasi dimana pegawai tersebut bernaung.[2]

B.      Dasar Elemen Penilaian Pemberdayaan
1.     Kejadian -kejadian di sekitar organisasi/perusahaan (environmental events).
Kejadian-kejadian di sekitar merupakan data tentang konsekuensi dari perilaku anggota yang sedang terjadi, dan tentang kondisi -kondisi yang relevan dengan perilaku masa depan anggota. Kejadian-kejadian tersebut akan memberikan data pada individu (karyawan). Data ini akan mempengaruhi pembentukan penilaian tugas individu.
2.     Penilaian tugas (task assessments)
Setiap individu akan membuat penilaian berkenaan dengan pekerjaan-pekerjaan tertentu. Penilaian ini meliputi empat dimensi yaitu:
a.       Pengaruh (impact) : Karyawan mempunyai kepercayaan bahwa perilaku akan berpengaruh pada kinerja.
b.       Kompetensi (competence) : Seseorang dapat melakukan aktivitas pekerjaannya dengan berhasil ketika ia mau berusaha, jadi menyangkut semangat untuk mencapai keberhasilan. Semangat untuk mencapai sesuatu cenderung menghasilkan perilaku inisiatif, kerja keras, dan ketahanan untuk menghadapi rintangan.
c.        Kebermaknaan (meaningfulness) : Menyangkut nilai atas tujuan pekerjaan dan manfaat perkerjaan bagi pekerja, penilaian ini dilakukan atas dasar idealisme dan standar sendiri. Semakin tinggi nilai kebermaknaan, maka dipercaya akan menimbulkan komitmen, perasaan terlibat, dan pemusatan energi.
d.       Pilihan (choice) : Menyangkut pilihan tanggung jawab bagi setiap tindakan yang diambil oleh seseorang.
3.     Perilaku (behavior)
Hal–hal di atas dinilai berdasarkan idealisme dan standart masing– masing individu anggota. Jadi empat hal di atas perlu diperhatikan dalam melakukan penilaian tugas, dan ke empat hal tersebut memiliki efek–efek motivasi, sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi perilaku anggota (behavior) yang berwujud munculnya aktivitas, konsentrasi, inisiatif, kegembiraan, dan fleksibilitas. Hal ini pada akhirnya akan mempengaruhi jalannya kehidupan organisasi/ perusahaan.
4.     Penilaian global (global assessment)
Merupakan proses pembelajaran secara kumulatif dari penilaian tugas yang terdahulu dan digunakan untuk membantu mengisi gap–gap dalam menilai situasi baru. Elemen ini sama dengan elemen ke 2 yaitu meliputi empat dimensi: pengaruh, kompetensi, kebermaknaan, dan pilihan.
5.     Gaya pemahaman (interpretive style)
Merupakan elemen ke lima yang memainkan peranan penting juga dalam dasar ini. Individu anggota akan menambah informasi dari elemen ini untuk melakukan penilaian tugas. Elemen ini meliputi:
a.       Gaya atribusi dipakai untuk menerangkan sebab–sebab pemberdayaan dan ketidak berdayaan pada diri sendiri, namun gaya ini lebih terfokus pada atribut yang menerangkan kegagalan sehingga tidak dapat mencapai tujuan
b.       Gaya pengevaluasian menitik beratkan pada perasaan frustasi akan pengharapan. Perasaan frustasi dapat muncul disebabkan karena dibuatnya sebuah standar yang disfungsional. Standar disfungsional mengambil bentuk "keharusan" yang absolut, contoh: "Saya harus mencapai kesempurnaan dalam semua dimensi tugas saya". Standar ini cenderung menyebabkan ketidakpuasan pada kehidupan seseorang, dan menghasilkan penilaian yang rendah pada tugas.
c.        Gaya ketiga adalah mengantisipasi apa yang akan terjadi. Bentuk impian ini dapat meningkatkan motivasi melalui efek penilaian tugas, karena bidang pekerjaan menjadi terisi dengan gambaran keberhasilan. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa individu yang memiliki performa tinggi di berbagai bidang akan mengantisipasi hal-hal yang positif untuk masa yang akan datang. Terlebih lagi bila keberhasilan impian itu menjadi kenyataan, maka hal ini akan lebih memberikan penguatan pada motivasi intrinsiknya.
6.     Intervensi (interventions)
Dasar terakhir dari model ini mengacu pada usaha yang hati–hati dan tidak tergesa-gesa untuk pemberdayaan (peningkatan motivasi kerja). Elemen ini akan mempengaruhi penilaian tugas melalui elemen 1 dan atau melalui elemen 5. Jadi ke dua rute ini memberi efek pada penilaian tugas. Beberapa hal dapat dijadikan contoh dari elemen ke 6 ini yaitu: kepemimpinan, pendelegasian, desain pekerjaan, dan reward systems.[3]

C.      Pemberdayaan Karyawan
Pemberdayaan karyawan hanya akan terwujud jika dilandasi oleh tiga keyakinan dasar berikut ini:
a.       Subsidarity. Prinsip subsidiarity mengajarkan bahwa badan yang lebih tinggi kedudukannya tidak boleh mengambil tanggung jawab yang dapat dan harus dilaksanakan oleh badan yang berkedudukan lebih rendah. Dengan kata lain, mencuri tanggung jawab orang merupakan suatu kesalahan karena keadaan ini akhirnya menjadikan orang tersebut tidak terampil.
b.       Karyawan pada dasarnya baik. Inti pemberdayaan karyawan adalah keyakinan bahwa orang pada dasarnya baik. Pemberdayaan karyawan dapat dipandang sebagai pemerdekaan, karena dengan pemberdayaan, manajer tidak lagi menggunakan pengawasan, pengecekan, verifikasi, dan mengatur aktivitas orang yang bekerja dalam organisasi. Manajer melakukan pemberdayaan dengan memberikan pelatihan dan teknologi yang memadai kepada karyawan, memberikan arah yang benar, dan membiarkan karyawan untuk mengerjakan semua yang dapat dikerjakan oleh mereka.
Oleh karena konsep pemberdayaan dimulai dari keyakinan bahwa orang pada dasarnya ingin mengerjakan pekerjaan baik, manajer tidak perlu lagi menerapkan metode guna membujuk karyawan untuk mengerahkan usaha mereka. Manajer harus memastikan bahwa karyawan memiliki pengetahuan dan teknologi yang diperlukan untuk pekerjaan mereka, dan manajer harus mendukung usaha karyawan dengan menghilangkan hambatan apa pun yang mencegah terwujudnya kinerja unggul.
c.        Trust-based relationship. Pemberdayaan karyawan menekankan aspek kepercayaan yang diletakkan oleh manajemen kepada karyawan. Dari pemberdayaan karyawan, hubungan yang tercipta antara manajemen dengan karyawan adalah hubungan berbasis kepercayaan (trust-based relationship) yang diberikan oleh manajemen kepada karyawan, atau sebaliknya kepercayaan yang dibangun oleh karyawan melalui kinerjanya.[4]
 

BAB IV
KESIMPULAN TELAAH KRITIS

Tidak ada hubungan timbal balik antara kompetensi dan self-efisiensi serta perilaku anggota organisasi. Namun, karyawan yang merasa bahwa kebenaran dan efektivitas menunjukkan perilaku anggota organisasi. Temuan dari penelitian ini bertentangan dengan temuan studi tersebut. Mungkin itu karena dalam penelitian ini hubungan antara dua variabel diperiksa sebagian dan dengan mengendalikan enam komponen yang hasilnya tidak dikonfirmasi oleh uji korelasi parsial, dan populasi penelitian ini berbeda dari studi tersebut. Namun, ada hubungan antara perilaku anggota organisasi dan empat aspek pemberdayaan seperti keahlian, etos kerja, keterampilan komunikasional, dan berpikir mereka tidak signifikan.

 
DAFTAR RUJUKAN TELAAH KRITIS

Paul Hersey, Ken Blancard, 1982. Management of Organizational Behavior, Prentice Hall, USA.

Kenneth W. Thomas and Betty A. Velthouse, 1990, "Cognitive Elements of Empowerment: An Intrepetive Model of Intrinsic Task Motivation ", Academy of Management Review ,Vo1.15, pp 666 – 681.

Greenberg, Jerald., Managing Bahavior in Organizations, Fisher College of Bussiness The Ohio State University: Pearson Prentce Hall, 2005.



Hubungan antara Perilaku Karyawan dengan
Pemberdayaan Anggota dalam Sebuah Organisasi

Oleh:
Ghodratollah Bagheri1*, Hassan Zarei Matin2, Faezeh Amighi 3

1. Assistant Professor of Tehran University, Qom College, Iran
2. Professor of Tehran University, Qom College, Iran
3. M.A student of Tehran University, Qom College, Iran

Diterjemahkan oleh: Afiful Ikhwan
(Mahasiswa SPS Program Doktor UIN Malik Ibrahim Malang)

Abstrack
Perilaku Karyawan dengan pemberdayaan anggota dalam sebuah organisasi memiliki peran yang sangat penting dalam proses keberhasilan dan pembangunan yang berkelanjutan dari kinerja organisasi tersebut. Oleh karena itu, tujuan dari artikel ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dua variabel pada karyawan di lembaga pendidikan tinggi universitas Qom[5]. Sembilan puluh sembilan sampel statistik yang dipilih dari populasi melalui pengambilan sampel diklasifikasikan. Peneliti membuat Kuesioner yang akan digunakan untuk mengukur pemberdayaan dan komponen-komponennya, lalu kuesioner Moorman and Black's adalah standar yang digunakan untuk mengukur perilaku anggota organisasi dan komponen-komponennya pula.
Komponen pemberdayaan ini adalah keahlian, keberanian dalam tindakan, etos kerja, keterampilan komunikasi, berpikir, dan mendapatkan pengalaman. Hasil uji menunjukkan bahwa situasi pemberdayaan perilaku anggota organisasi relatif diinginkan. Namun hasil koefisien korelasi Spearman's  dan Koefisien korelasi Parsial menunjukkan bahwa tidak ada pemberdayaan  hubungan antara perilaku anggota organisasi dengan karyawan. Namun, hubungan komunikasi dan keterampilan terhadap perilaku anggota organisasional yang masih signifikan.

Kata Kunci: Pemberdayaan, Perilaku Anggota Organisasi, Karyawan Akademisi Organisasi.

Pendahuluan
Teori-teori manajemen dalam organisasi mulai berkembang di tahun awal abad kedua puluh. Awalnya, manajemen sekolah pada organisasi klasik lalu diakui melalui proses, ruang lingkup pemantauan, dan struktur pembagian kerjanya. Sekolah neoklasik ditangani dengan gerakan hubungan antar manusia. Akhirnya, sekolah darurat secara sistematis muncul di th 1930. Belakangan ini, yang mendominasi adalah filsafat manajemen.
Sekolah klasik menganggap manusia sebagai mesin yang bertindak menjadi sistem yang tertutup, serta harus mematuhi seperangkat aturan dan perintah tanpa hak untuk membuat keputusan. Bahkan, kebebasan dan otoritas tidak memiliki arti di antara karyawan. Namun, dengan munculnya gerakan hubungan antar manusia, sikap ini berubah dan manajer secara bertahap berbagi kewenangannya dengan karyawan dan bergerak menuju pemberdayaan sehingga pada tahun 1990-an mereka fokus pada kerja tim. Manajer membuka jalan bagi karyawan untuk mengungkapkan kekuatan potensial mereka untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Kekuatan pemberdayaan manusia juga diakui sebagai kemampuan karyawan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Karyawan yang diberdayakan mampu belajar dan tumbuh secara individual, untuk menggunakan keterampilan komunikasi, untuk berpikir sistematis, untuk mendapatkan pengalaman dan menjaga etika kerja. Pemberdayaan karyawan dapat mengubah organisasi untuk satu pembelajaran sedemikian rupa, sehingga dapat meningkatkan kemampuan secara terus menerus dan mencapai hasil yang diinginkan.
Perilaku anggota organisasi adalah sebuah konsep dimana organisasi juga memerlukan untuk bertahan di lingkungan yang menantang dan kompetitif di era kontemporer ini. Jika karyawan bekerja dalam organisasinya dengan baik, mempunyai rasa memiliki yang tingi, maka baik pula organisasinya, mereka berdua dapat menarik lebih banyak anggota kepada organisasi dalam persaingan, dan mengubahnya menjadi sebuah suasana penuh kepercayaan dan motivasi.
Periode saat ini, perkembangan kehidupan manusia dibarengi dengan transformasi yang luar biasa. Sebagai bagian dari kehidupan manusia, organisasi harus siap untuk bertahan dan berkembang menghadapi transformasi besar tersebut dan perkembangannya, jika tidak, mereka akan pergi dari bisnis. Dengan "kesiapan" itu bukan berarti tentang peralatan dan kesiapan teknologi, melainkan lebih berarti bahwa organisasi harus mempersiapkan staf mereka sebagai modal utama organisasi yang sangat berharga.
Dalam suasana yang sering didefinisikan dengan istilah seperti kompleksitas, kekacauan cepat terjadi, dan perubahanpun dipercepat, karyawan harus fleksibel pada-pimpinan, wirausahawan, bertanggung jawab, dan mencari penemuan dan kebebasan bertindak. Struktur organisasi dan gaya manajerial harus merubah secara mendasar, karyawan juga harus memberikan kontribusi dalam proses pengambilan keputusan, kelompok kerja harus diterapkan, bawahan diberi kepercayaan dengan kekuasaan dan otoritas penuh, dan struktur hirarkis harus diganti dengan struktur jaringan organisasi. Namun, organisasi tidak mampu berkembang efektif tanpa kecenderungan sukarela individu untuk bekerja sama. Perbedaan antara kerjasama sukarela dan kerjasama wajib sangat penting diketahui. Wajib; orang melakukan tugasnya sesuai dengan hukum dan peraturan yang telah dibuat oleh organisasi, peraturan dan standar yang mensyaratkan mereka. Kerjasama secara sukarela; apapun dan bagaimanapun, walaupun di luar tugas, masing-masing individu karyawan menunjukkan usahanya, energinya dan visinya untuk mengaktualisasikan kemampuan mereka sendiri dalam mendukung organisasi.
Organisasi Pedagogik (organisasi pendidikan) adalah sebuah organisasi yang memiliki misi yang sangat penting dan sensitif. diperlukan karyawan dengan kinerja sukarela dan rasa tanggung jawab yang tinggi untuk mencapai tujuannya dalam mendidik dan melatih siswa.
Penelitian ini mencoba untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
1.      Apakah ada hubungan antara perilaku anggota organisasi dan pemberdayaan karyawan akademisi dalam organisasi di universitas Qom?
2.      Apakah ada hubungan antara komponen pemberdayaan dan perilaku anggota organisasi dengan karyawan akademisi dalam organisasi di universitas Qom?
Kajian Pustaka
Kanger dan Kanengo (1988) percaya bahwa praktek pemberdayaan bawahan merupakan bagian penting dari efektivitas organisasi dan manajerial. Ditetapkan tekanan pada organisasi dengan persaingan global yang membuat mereka berubah dan mengubah, dan tekanan yang ditetapkan oleh teknologi baru dan perubahan pelanggan "pola pikir menuntut akuntabilitas organisasi yang cepat”. Karena organisasi harus fleksibel tentang tekanan antar-organisasi dan intra-organisasi juga ancaman, mereka harus merevisi dan memikirkan kembali tentang gaya manajerial, metode dan perilaku. Saat ini, pemberdayaan karyawan diakui sebagai salah satu strategi untuk menyelamatkan organisasi dan untuk meningkatkan kinerja serta kontribusi.
Mempelajari pemberdayaan memberi dampak mengubah perilaku anggota organisasi pada kegiatan higienis personal dalam industri makanan, Cushman (1984) menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara perilaku karyawan akademik dan pemberdayaan anggota organisasi. Dia menyatakan bahwa ada hubungan parsial antara akal makna dan inisiatif personal, arti seleksi dan inovasi personal, serta dampak akal dan dukungan organisasi.
Bateson (1991) menunjukkan bahwa mengharapkan bonus, menghindari hukuman, dan merasakan tekanan gelisah akan menyebabkan diri berorientasi pada motivasi bagi setiap individu untuk saling membantu. Oleh karena itu, membantu orang lain meningkatkan kemandirian dan harga diri yang berakar pada diri organisasi, merupakan sebuah jenis harapan pasti. Dampak yang berarti bahwa seseorang yang berpengaruh adalah hasil akhir yang resmi (bahwa dalam organisasi diperlukan sosok tokoh) agar strategis dan operasional juga unit kerjanya bagus. Individu dengan perasaan seperti itu lebih mungkin untuk melampaui persyaratan organisasi dalam pekerjaan mereka. (Watt and Schaffer, 2003).
Mempelajari hubungan antara pemantauan karyawan dan perilaku anggota organisasi dalam sebuah pelayanan organisasi, Nihoff dan Moorman (1993) membuktikan bahwa pemantauan karyawan memiliki dampak positif pada pemahaman keadilan organisasi, sementara itu memiliki dampak negatif pada perilaku anggota organisasi. (Cushman, 2000, p. 12).
Nykodym (1994) menemukan bahwa konflik dan ambiguitas kurang terlihat dalam memberdayakan peran karyawan, karena mereka mampu mengendalikan suasana mereka. Selain itu, karyawan berdaya memiliki kepuasan kerja lebih luas serta motivasi dan loyalitas yang lebih tinggi pada organisasi.
Podsakoff dan Mackenzie (1994) menjelaskan bahwa perilaku anggota organisasi memiliki dampak positif pada kinerja penjualan di perusahaan asuransi. (Yoon 2009, p. 422). Studi yang dilakukan oleh Robinson dan Morse (1995) menjelaskan bahwa para karyawan yang melakukan pelanggaran di luar batas wajar, cenderung untuk meningkatkan kinerja pada organisasi sebagai anggota organisasi.(Watt and Schaffer, 2003, p. 410). Morrison (1996) menemukan bahwa, memberdayakan karyawan memiliki kemampuan untuk menciptakan dan mengekspresikan perilaku anggota organisasi. Pemberdayaan akan meningkatkan efisiensi perasaan diri di antara anggota organisasi dan juga menghasilkan untuk para anggota organisasi (Ibid, hal. 410).
Ahearn (2000) meneliti dampak dari perilaku kepemimpinan yang memberdayakan perilaku anggota organisasi terhadap kinerja penjualan tim di India. Risetnya menunjukkan bahwa ada hubungan antara perilaku kepemimpinan yang memberdayakan karyawannya, "keterlibatan dalam perilaku anggota organisasi, yaitu perilaku kepemimpinan yang memberdayakan mempengaruhi perilaku anggota organisasi dan kinerja tim, kontribusi dalam pengambilan keputusan sebagian juga mempengaruhi suasana hati, meningkatkan kepercayaan serta kemandirian mempengaruhi perilaku suportif, kemurahan hati dan martabat sipil (Ahearn, 2000, hal. 84).
Watt dan Schaffer (2003) mempelajari hubungan psikis antara perilaku anggota organisasi yang diberdayakan dengan Bank Investasi Hong Kong, dan mengkonfirmasikan dengan asumsi bahwa pemberdayaan mempengaruhi perilaku anggota organisasi. Penelitian mereka membuktikan bahwa perasaan baik merupakan faktor utama untuk santun dan hormat, kompetensi merupakan faktor utama untuk kesadaran dan kemurahan hati, menjiwai-organisasi merupakan faktor utama untuk bekerja, dan berdampak pada faktor kesadaran. Untuk menjelaskan temuan tersebut, dapat dikatakan bahwa perasaan yang baik melibatkan orang pada pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan mereka, ide-ide dan gagasan. Oleh karena itu, orang dengan rasa percaya diri tingkat tinggi dapat terlibat dalam perilaku yang mencegah masalah kerja lainnya, karena mereka berkomitmen dan menerima tujuan organisasi. Dengan kata lain, dampak kompetensi pada kesadaran berarti bahwa orang-orang yang percaya pada kemampuan mereka sendiri untuk mencapai tujuan akan melakukan segala sesuatu yang diperlukan. Kemurahan hati yang berarti bahwa karyawan cenderung mentolerir kondisi kurang ideal. menjiwai-organisasi dan dampaknya juga mempengaruhi kerja dan kesadaran. menjiwai-organisasi menyebabkan belajar, minat dalam kegiatan, dan perbaikan di saat sulit. Juga, lebih fleksibel mengarah pada kreativitas, penemuan dan disiplin diri.
Yagil meneliti hubungan antara pemberdayaan karyawan dengan kejenuhan dan kepuasan pelanggan pada layanan organisasi di kedua sektor publik dan swasta. Dia menunjukkan bahwa pemberdayaan memiliki hubungan positif dengan kepuasan pelanggan dan hubungan negatif dengan kejenuhan dan perasaan yang tidak ada karakteristik pribadi. (Yagil, 2006).
Sandhu dan Bhatnagar (2005) mempelajari hubungan antara perilaku psikis pemberdayaan warga dalam organisasi, di antara para manajer India sektor TI mengungkapkan dan menunjukkan bahwa mereka cocok dengan pemberdayaan  perilaku  psikis anggota organisasi. Selain itu, penyebab pemberdayaan psikis perilaku anggota organisasi, penelitian juga menunjukkan bahwa hubungan antara pemberdayaan perilaku anggota organisasi pada pria lebih kuat dari pada wanita. Secara parsial, tidak ada hubungan timbal balik antara kompetensi menjiwai-efisiensi secara variabel perilaku anggota organisasi. Namun, ternyata karyawan mengerti perasaan yang baik dan efektivitas, mengekspresikan perilaku anggota organisasi.
Tore (2006) mempelajari hubungan antara perilaku warga organisasi dan kinerja organisasi. Dia memilih enam faktor sebagai faktor utama perilaku ekstra organisasi: kesadaran, pengabdian, kesetiaan, rasa hormat, toleransi dan kontribusi. Menurut uji Freedman, kesadaran karyawan dan toleransi mereka memiliki peringkat tertinggi serta terendah dalam organisasi berhasil dan gagal pada masing-masing.
Grassley et al. (2008) mempelajari makna pemberdayaan dalam pendapat karyawan melalui wawancara. Mereka menemukan bahwa karyawan yang tidak akrab dengan konsep ini. Meskipun sebagian besar karyawan tidak tahu arti pemberdayaan, mereka mampu menjelaskan konsep-konsep dalam pekerjaan mereka yang berkaitan dengan pemberdayaan. Misalnya, pengambilan keputusan, kemampuan dalam pekerjaan membantu mereka merasakan kebebasan. Selain itu, mereka cenderung diberdayakan oleh manajer sampai batas tertentu dan melalui metode yang berbeda.
Kakhaki, Ahmad (2007) mempelajari hubungan antara perilaku warga organisasi dan kinerja organisasi dari pelanggan. Bertentangan dengan harapan, hasilnya tidak mengkonfirmasi hubungan positif dan signifikan antara perilaku anggota organisasi dan faktor yang berhubungan dengan pelanggan setia itu. Dia menyebutkan dua alasan: dampak perilaku warga organisasi pada faktor-faktor yang berhubungan dengan pelanggan adalah loyalitas itu tidak sama dalam produk dan jangkauan layanan. Tingkat interaksi antara karyawan dan pelanggan di berbagai industri yang berbeda. Ini berarti bahwa tingkat dan sifat interaksi karyawan dalam beberapa sistem memiliki dampak lebih dari yang lain pada pelanggan persepsi mutu pelayanan. Dampak dari perilaku ekstra organisasi dan pelanggan faktor loyalitas itu pada karyawan organisasi yaitu pelayanan yang sangat lebih penting.
Berbagai aspek yang disebutkan untuk perilaku pemberdayaan anggota organisasi ada dalam literatur manajemen. Penelitian ini menyelidiki aspek model pemberdayaan (Zarei Matin, 2009) bersama dengan konsep perilaku warga organisasi. Model konseptual penelitian tersebut disajikan pada Gambar:
Hasil Temuan
Gambar 1: Model Konsep Penelitian

-GAMBAR KOSONG-


Metodologi
Keseluruhan statistik meliputi 434 karyawan di Universitas Qom, akademisi di Zona 1, 2, 3 dan 4. Keseluruhan statistik  ini dibagi menjadi empat kelompok. Anggota masing-masing kelompok yang seragam, tetapi tidak ada keseragaman antar kelompok yang lengkap. Sembilan puluh sembilan sampel statistik yang dipilih melalui pengambilan sampel diklasifikasikan. Prediksi pada pemberdayaan perilaku anggota organisasi bervariasi kriterianya. Untuk mengukur pemberdayaan, kuesioner penelitiannya dirancang dan digunakan sesuai dengan literatur yang relevan. Ada dua puluh lima item kuesioner yang mencakup enam komponen dari variabel. Untuk mengukur perilaku anggota organisasi menggunakan Moorman and Black Lee kuesionernya (1998). Kuesioner ini meliputi dua puluh lima item. Dengan melompati barang serupa dan budaya berbasis variabel, kuesioner menurun menjadi sembilan belas item.
Validitas isi dikonfirmasi oleh polling para ahli seperti dosen universitas dan keandalan kuesioner diuji menggunakan Chronbach koefisien alpha[6].
Temuan
Untuk mengetahui hubungan antara pemberdayaan perilaku anggota organisasi, pertama koefisien korelasi Spearman dan kemudian uji korelasi Parsial digunakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara perilaku pemberdayaan anggota organisasi. Tetapi hubungan keterampilan komunikasi dan perilaku terhadap perilaku anggota organisasi yang signifikan.
Dengan menggunakan t-test, kesesuaian atau ketidak tepatan komponen pemberdayaan dan perilaku anggota organisasi dalam organisasi akademisi Universitas Qom ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1: Status komponen pemberdayaan perilaku anggota organisasi

Components
Test
statistics

Freedom
Degree

Significance
Level

Average
Difference
95% Confidence Interval for Average Difference
t
Lower
Upper
Expertise
11.079
98
0
.75337
.6184
.8883
Courage in Practice
20.659
98
0
1.7576
.9724
1.1791
Work Ethics
40.023
98
0
1.59360
1.51146
1.6726
Communicational Skills
23.706
98
0
1.17677
1.0783
1.2753
Thinking
25.428
98
0
1.27020
1.1711
1.3693
Experience Gaining
17.539
98
0
1.09764
.9734
1.2218
Empowerment
31.038
98
0
1.16122
1.0870
1.2355
Interpersonal Help
22.881
98
0
1.19444
1.0908
1.2980
Individual Innovation
16.329
98
0
1.02694
.9021
1.1517
Honest Support
9.579
98
0
.64444
.5109
.7779
Personal Hardworking
23.822
98
0
1.20303
1.1028
1.3032
Organizational
Citizenship Behavior
22.654
98
0
1.01721
.9281
1.1063
Menurut Tabel 1, semua komponen pada tingkat signifikansi 0.000 dan kurang dari 0,05, dan kedua tingkat yang lebih tinggi dan lebih rendah yang positif. Oleh karena itu, status komponen ini dapat diterima. Untuk peringkat komponen perilaku pemberdayaan anggota organisasi, uji Freedman diterapkan. Tabel 2 menunjukkan peringkat komponen pemberdayaan dan Tabel 3 menunjukkan komponen perilaku anggota organisasi.
Tabel 2: komponen utama pemberdayaan
Priority
components
Average Rank

1
Work Ethics
5.98

2
Thinking
4.46

2
Communicational Skills
3.96

2
Experience Gaining
3.8

2
Courage in Practice
3.47

3
Expertise
3.84
Tabel 3: Peringkat komponen perilaku anggota organisasi
Priority
components
Average rank

1
Personal Hardworking
3.76

1
Interpersonal Help
3.52

2
Personal Innovation
2.99

3
Honest Support
1.9
Pembahasan dan Kesimpulan
Salah satu tujuan utama dari organisasi adalah menikmati karyawan diberdayakan oleh siapa, mereka dapat mencapai tujuan mereka sendiri baik jangka panjang maupun jangka pendek melalui tujuan organisasi. Pemberdayaan karyawan dapat memiliki dampak positif pada aspek organisasi lainnya seperti komitmen, spiritualitas, kepuasan pelanggan, budaya organisasi, perilaku anggota organisasi, dan akhirnya produktivitas. Semua penelitian yang disebutkan dalam penelitian ini menunjukkan hubungan yang positif antara perilaku pemberdayaan anggota organisasi. Oldham dan Hackman (1975) memperkenalkan perilaku anggota organisasi sebagai hasil kerja awal adalah pemberdayaan.
Cushman (1984) menunjukkan bahwa rasa kebermaknaan berkaitan dengan inovasi individu, dan rasa efektivitas berkaitan dengan dukungan yang jujur​​. Nykodym (1994) menemukan bahwa karyawan yang diberdayakan memiliki loyalitas organisasi yang lebih tinggi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara pemberdayaan perilaku anggota organisasi, bahwa kontribusi dalam pengambilan keputusan kemurahan hati berpengaruh, dan meningkatkan kepercayaan juga kebebasan yang mempengaruhi perilaku suportif, kemurahan hati serta anggapan sosial.
Watt dan Schaffer (2003) menunjukkan bahwa perasaan yang bermakna merupakan faktor utama untuk santun dan hormat, kompetensi merupakan faktor utama untuk kesadaran dan kebaikan hati, jiwa-organisasi merupakan faktor utama untuk bekerja, dan kesadaran merupakan dampak faktornya. Akhirnya, Sandhu dan Bhatnagar (2005) menyatakan bahwa para manajerlah yang merasa bahwa perilaku mental menunjukkan pemberdayaan anggota organisasi.
Sementara itu, hubungan antara perilaku pemberdayaan anggota organisasi pada pria lebih kuat dari pada wanita. Mereka menunjukkan bahwa tidak ada hubungan timbal balik antara kompetensi dan self-efisiensi serta perilaku anggota organisasi. Namun, karyawan yang merasa bahwa kebenaran dan efektivitas menunjukkan perilaku anggota organisasi. Temuan dari penelitian ini bertentangan dengan temuan studi tersebut. Mungkin itu karena dalam penelitian ini hubungan antara dua variabel diperiksa sebagian dan dengan mengendalikan enam komponen yang hasilnya tidak dikonfirmasi oleh uji korelasi parsial, dan populasi penelitian ini berbeda dari studi tersebut. Namun, ada hubungan antara perilaku anggota organisasi dan empat aspek pemberdayaan seperti keahlian, etos kerja, keterampilan komunikasional, dan berpikir mereka tidak signifikan.
Di sisi lain, nilai koefisien korelasi keterampilan komunikatif serta perilaku anggota organisasi lebih besar dari aspek-aspek lain dari perilaku ekstra pemberdayaan organisasi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa keterampilan dan perilaku komunikasional berhubungan dengan perilaku anggota organisasi lebih dekat dari tiga aspek lainnya. Oleh karena itu, maka akan diperlukan bagi para manajer untuk mengalokasikan lebih banyak sumber daya untuk mengembangkan keterampilan tersebut antara staf mereka jika mereka ingin meningkatkan perilaku anggota organisasi.
Jadi berdasarkan mengenai hubungan antara keterampilan komunikasi dan perilaku anggota organisasi, disarankan untuk top manajer dan pejabat pemegang saham meningkatkan keterampilan komunikasi guna meningkatkan perilaku anggota organisasi yang akhirnya juga untuk mencapai pengembangan kinerja dan tujuan organisasi.
Rujukan
Ahearn, Michael J. (2000). An Examination of the Effects of Leadership Empowerment Behaviors and Organizational Citizenship Behaviors on Sales Team Performance. faculty of the university graduate school, Indiana University.
Alvani, S. M. (2000). General Management. Tehran: Nay Publications.
Cushman,  J.   W.  (2000).  Empowerment  and  the  Moderating  Effect  on Organizational Citizenship Behaviors on Ppersonal Hygiene Ppractices in the Food Service Iindustry. A Dissertation for Kansas University.

Grassley, K., Bryman, A., Dainty, A., Price, A., Naismith, N., & Soetanto, R. (2008).  Understanding Empowerment from an Employee Perspective. Team Performance Management, 14(1/2).
Kakhaki, A., & Gholipour, A. (2007). Organizational Citizenship Behavior: Another   Step   toward   Organizational   Performance   Improvement against Customer. Trading Research Quarterly, 45.
Nykodym,   Nick   (1994).   Employee   Empowerment.   Empowerment   in Organization, 2(3).

Sanati, Zeinab. (2007). Studying the Relationship between In-Service Training and Employee empowerment. Management Culture Journal, 16.

Sandhu, S., Bhatnagar, J., & et al. (2005). Psychological Empowerment and Organizational  Citizenship  Behavior  in  IT  Managers:  A  Talent Retention Tool, Indian Journal of Industrial Relations, 40(4).
Tore,  N.  (2006).  Recognizing  the  Factors  of  Organizational  Citizenship Behavior       and      its Relation to Organizational   Performance.Management Culture, 12.
Watt, D., & Shaffer, M. A. (2003). Equity and relationship quality influences on organizational citizenship behavior. Personal Review, 34(4).
Yagil, D. (2006). The Relationship of Service Provider Power Motivation, Empowerment and Burnout to Customer Satisfaction. International Journal of Service Industry Management, 17(3).

Yoon, C. (2009). The Effects of Organizational Citizenship Behavior on ERP System Success. Computer in Human Behavior, Elsevier.

Zarei Matin, H. (2009). Advanced Organizational Behavior Management. Tehran: Agah Publications.


[1] Chronbach koefisien alpha: Rumus untuk menghitung koefisien reliabilitas instrument, Cronbach's Alpha biasa digunakan sebagai tool statistik untuk uji reliabilitas. Cronbach's  (alpha) is a coefficient of internal consistency. It is commonly used as an estimate of the reliability of a psychometric test for a sample of examinees. Wikepedia, The Free Encyclopedia, dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Cronbach's_alpha, diakses pada 02 Jan 2013.
[2] Paul Hersey, Ken Blancard, 1982. Management of Organizational Behavior, Prentice Hall, USA.
[3] Kenneth W. Thomas and Betty A. Velthouse, 1990," Cognitive Elements of Empowerment: An Intrepetive Model of Intrinsic Task Motivation ", Academy of Management Review ,Vo1.15, pp 666 – 681.
[4] Greenberg, Jerald., Managing Bahavior in Organizations, Fisher College of Bussiness The Ohio State University, Pearson Prentce Hall, 2005.
[5] Provinsi Qom (Persia: استان قم) merupakan satu dari 30 provinsi di Iran. Provinsi ini terletak di bagian tengah di negara itu. Ibu kotanya ialah Qom. Provinsi ini memiliki luas wilayah 11.526 km² dengan memiliki jumlah penduduk 1.064.456 jiwa (data th 2005). Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Provinsi_Qom, diakses pada kamis, 10 Jan 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar baik menunjukkan pribadimu !

Bottom Ad [Post Page]