TUGAS INDIVIDU
CRITICAL REVIEW JURNAL INTERNATIONAL
The Relationship between Empowerment and Organizational Citizenship Behavior of the Pedagogical Organization Employees
(Hubungan antara Perilaku Karyawan dengan
Pemberdayaan Anggota dalam Sebuah Organisasi)
Dosen Pengampu:
Prof. H.A.
Sonhaji K.H., M.A., Ph.D
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo
Oleh :
AFIFUL
IKHWAN
NIM.12730012
MPI A – SMT 1
PROGRAM DOKTOR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG
Januari
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Identitas
1. Judul : The Relationship between
Empowerment and Organizational
Citizenship Behavior of the Pedagogical Organization Employees.
(Hubungan antara Perilaku Karyawan dengan
Pemberdayaan Anggota
dalam
Sebuah Organisasi)
2.
Peneliti : Ghodratollah
Bagheri1, Hassan Zarei
Matin2, Faezeh Amighi 3
3. Nama Jurnal, Nomor, Volume, Bulan, Tahun Penerbitan dan Institusi
:
Iranian Journal of Management Studies
(IJMS), No.2, Vol.4, September 2011, pp: 53-62, Universitas Qom (Iran),
Perpusnas- http://e-resources.pnri.go.id/
1. Assistant Professor of Tehran University, Qom College, Iran.
2. Professor of Tehran University, Qom College, Iran.
3. M.A student of Tehran University, Qom College, Iran.
B. Fokus (Rincian Topik yang Dibahas)
1.
Pemberdayaan
Suatu Kebutuhan
2.
Dasar
Elemen Penilaian Pemberdayaan
3.
Pemberdayaan Karyawan
C. Pertimbangan Penelaah dan Kesan
Pertimbangan artikel jurnal ini penulis telaah, karena
keterkaitan penulis pada sebuah perjalinan suatu hubungan dengan baik akan
berdampak baik pula kedepannya, “karena Anda diperlakukan
dengan baik, maka anda memperlakukan
perusahaan (atasan) dengan baik”. Saling ber-sinergi, salah satunya dengan pemberdayaan karyawan/bawahan.
Hubungan antara
atasan dan bawahan akan dirasakan seperti berada di neraka jika ada
ketidakcocokan di antara keduanya. Tidak jarang individu berpotensi yang
mengundurkan diri karena mempunyai atasan yang tidak bisa memperlakukannya atau
memberdayakannya dengan baik. Pada dasarnya bawahan tidak bisa memilih atasan,
sedangkan atasan bisa lebih bebas memilih bawahan. Sudah seharusnya kedua belah
pihak baik atasan maupun bawahan sama-sama meng-update kemampuannya dan saling
memberdayakan dalam berinteraksi agar menjadi atasan yang dicintai bawahan dan
demikian pula sebaliknya.
Kesan penulis; Menginspirasi memang lebih
mudah dilakukan dari tengah-tengah tim, apa lagi waktu belakangan ini kerja tim sangatdi anjurkan. Hubungan informal dan kontak
personal sangat berpengaruh pada mental yang diberdayakan. Hanya atasan yang sadar akan kapasitas sumber
dayanyalah yang bisa mengajak orang di sekitarnya untuk berupaya lebih dan
membuat nilai tambah (berdaya guna). Hal ini juga yang memungkinkan pemimpin organisasi untuk memotivasi bawahan
secara personal, sesuai dengan kekuatan dan kekhasan bawahannya.
Bawahan akan merasa
“terangkat” dan seolah “superman” yang merasa mampu berbuat lebih. Atasan yang
inspiratif membuat bawahannya menghargai dirinya sendiri seperti halnya ia
menghargai organisasi/perusahaan dan pelanggannya. Dengan mengenali kekhasan
bawahan, atasan yang inspiratif bisa menjadi lebih dari sekadar “pemimpin” yang
baik, tetapi ia juga membimbing bawahan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri,
kemudian memberikan pengarahan dari jalan keluar, juga prinsip profesional dari
solusi permasalahan, bahkan sampai filosofinya.
Alasan emosional
selalu lebih solid daripada sekadar hubungan finansial. Upah memang menentukan
kepuasan kerja, tetapi pemimpin besar biasanya kreatif dalam menemukan cara
yang tidak biasa dalam memenuhi kebutuhan bawahannya, yaitu mempertimbangkan
faktor-faktor di luar kebutuhan yang basic, seperti respek dan prestise,
untuk bisa mengangkat semangat timnya dengan lebih baik salah satunya dengan
memberdayakan itulah yang membuat terkesan penulis menelaah artikel jurnal ini.
BAB II
GAMBARAN UMUM ARTIKEL
A. Tujuan
Perilaku Karyawan dengan pemberdayaan anggota dalam sebuah organisasi memiliki peran yang sangat penting dalam proses
keberhasilan dan pembangunan yang berkelanjutan dari kinerja organisasi tersebut.
Oleh karena itu, tujuan dari artikel ini adalah untuk mengetahui hubungan
antara dua variabel pada karyawan di lembaga pendidikan tinggi universitas Qom di Iran. Tujuan dari penelitian
ini juga ingin memaparkan apakah ada hubungan antara perilaku anggota
organisasi dan pemberdayaan karyawan akademisi dalam organisasi di universitas
Qom dan juga apakah ada hubungan antara komponen pemberdayaan dan perilaku anggota
organisasi dengan karyawan akademisi dalam organisasi di universitas Qom.
B. Pentingnya Penulisan
Pentingnya
penulisan artikel ini menjelaskan rentetan sejarah asal muasal hubungan
pimpinan dalam suatu organisasi dengan karyawanya yang awal mulanya mono
tone (satu arah) komunikasinya, karyawan atau bawahan harus mengikuti
keseluruhan dari apa-apa yang sudah ditetapkan peraturannya dalam organisasi
tersebut melalui kebijakan pimpinanya.
Periode saat ini, perkembangan
kehidupan manusia dibarengi dengan transformasi yang luar biasa. Sebagai bagian
dari kehidupan manusia, organisasi harus siap untuk bertahan dan berkembang
menghadapi transformasi besar tersebut dan perkembangannya,
jika tidak, mereka akan pergi dari bisnis. Dengan "kesiapan" itu bukan berarti
tentang peralatan dan kesiapan teknologinya, melainkan
lebih berarti bahwa organisasi harus mempersiapkan staf mereka sebagai modal
utama organisasi yang sangat berharga.
Penelitian ini juga kepentinganya akan memberi
kontribusi besar dalam khazanah ke-organisasian secara umum, bagaimana sistem
gotong royong yang sebenarnya,bagaimana memberdayakan bawahan/karyawan dengan
menyesuaikan kemampuan masing-masing, bagaimana membangun komunikasi dengan
baik, melatih tanggung jawab, memupuk rasa percaya diri, menumbuhkan rasa
memiliki pada organisasi yang di naunginya, dsb.
C. Teori Utama
Penelitian ini
menggunakan teori dari Eby (1999) pemberdayaan karyawan, partisipasidan
hubungan antar manusia merupakan pendekatan yang dapat membantu mencegah
terjadinya turnover intention (perubahan niat). Pemberdayaan telah
diakui sebagai salah satu pendekatan dalam mengurangi turnover intention dan
turn over.
D. Metode Penelitian
Kuantitatif; Keseluruhan statistik meliputi 434 karyawan di Universitas Qom, akademisi di Zona 1, 2, 3 dan 4. Keseluruhan statistik ini dibagi menjadi empat kelompok. Anggota
masing-masing kelompok yang seragam, tetapi tidak ada keseragaman antar
kelompok yang lengkap. Sembilan puluh sembilan sampel statistik yang dipilih
melalui pengambilan sampel diklasifikasikan. Prediksi pada pemberdayaan perilaku anggota organisasi bervariasi kriterianya. Untuk mengukur pemberdayaan,
kuesioner penelitiannya dirancang dan digunakan sesuai dengan literatur yang
relevan. Ada dua puluh lima item kuesioner yang mencakup enam komponen dari variabel. Untuk
mengukur perilaku anggota organisasi menggunakan Moorman and Black Lee kuesionernya (1998).
Kuesioner ini meliputi dua puluh lima item. Dengan melompati barang serupa dan
budaya berbasis variabel, kuesioner menurun menjadi sembilan belas item. Validitas isi dikonfirmasi oleh polling para ahli seperti dosen
universitas dan keandalan kuesioner diuji menggunakan Chronbach koefisien
alpha[1].
E. Temuan Penelitian
Untuk mengetahui hubungan antara pemberdayaan perilaku anggota organisasi, pertama koefisien korelasi Spearman dan kemudian uji korelasi Parsial digunakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara perilaku pemberdayaan anggota organisasi. Tetapi hubungan keterampilan komunikasi dan perilaku
terhadap perilaku anggota organisasi yang signifikan.
Dengan
menggunakan t-test, kesesuaian atau ketidak tepatan komponen pemberdayaan dan
perilaku anggota organisasi
dalam organisasi akademisi Universitas Qom ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1: Status komponen pemberdayaan perilaku
anggota organisasi
Components
|
Test
statistics
|
Freedom
Degree
|
Significance
Level
|
Average
Difference
|
95% Confidence Interval for Average Difference
|
|
t
|
Lower
|
Upper
|
||||
Expertise
|
11.079
|
98
|
0
|
.75337
|
.6184
|
.8883
|
Courage in Practice
|
20.659
|
98
|
0
|
1.7576
|
.9724
|
1.1791
|
Work Ethics
|
40.023
|
98
|
0
|
1.59360
|
1.51146
|
1.6726
|
Communicational Skills
|
23.706
|
98
|
0
|
1.17677
|
1.0783
|
1.2753
|
Thinking
|
25.428
|
98
|
0
|
1.27020
|
1.1711
|
1.3693
|
Experience
Gaining
|
17.539
|
98
|
0
|
1.09764
|
.9734
|
1.2218
|
Empowerment
|
31.038
|
98
|
0
|
1.16122
|
1.0870
|
1.2355
|
Interpersonal Help
|
22.881
|
98
|
0
|
1.19444
|
1.0908
|
1.2980
|
Individual
Innovation
|
16.329
|
98
|
0
|
1.02694
|
.9021
|
1.1517
|
Honest
Support
|
9.579
|
98
|
0
|
.64444
|
.5109
|
.7779
|
Personal Hardworking
|
23.822
|
98
|
0
|
1.20303
|
1.1028
|
1.3032
|
Organizational
Citizenship Behavior
|
22.654
|
98
|
0
|
1.01721
|
.9281
|
1.1063
|
Menurut Tabel
1, semua komponen pada tingkat signifikansi 0.000 dan kurang dari 0,05, dan
kedua tingkat yang lebih tinggi dan lebih rendah yang positif. Oleh karena itu,
status komponen ini dapat diterima. Untuk peringkat komponen perilaku
pemberdayaan anggota organisasi, uji Freedman diterapkan. Tabel 2 menunjukkan
peringkat komponen pemberdayaan dan Tabel 3 menunjukkan komponen perilaku
anggota organisasi.
Tabel 2: komponen utama pemberdayaan
Priority
|
components
|
Average Rank
|
1
|
Work Ethics
|
5.98
|
2
|
Thinking
|
4.46
|
2
|
Communicational Skills
|
3.96
|
2
|
Experience
Gaining
|
3.8
|
2
|
Courage in Practice
|
3.47
|
3
|
Expertise
|
3.84
|
Tabel 3: Peringkat komponen perilaku anggota
organisasi
Priority
|
components
|
Average rank
|
1
|
Personal Hardworking
|
3.76
|
1
|
Interpersonal Help
|
3.52
|
2
|
Personal Innovation
|
2.99
|
3
|
Honest Support
|
1.9
|
F. Kesimpulan
Salah satu
tujuan utama dari organisasi adalah menikmati karyawan diberdayakan oleh siapa,
mereka dapat mencapai tujuan mereka sendiri baik jangka panjang maupun jangka
pendek melalui tujuan organisasi. Pemberdayaan karyawan dapat memiliki dampak
positif pada aspek organisasi lainnya seperti komitmen, spiritualitas, kepuasan
pelanggan, budaya organisasi, perilaku anggota organisasi, dan akhirnya
produktivitas. Semua penelitian yang disebutkan dalam penelitian ini
menunjukkan hubungan yang positif antara perilaku pemberdayaan anggota
organisasi. Oldham dan Hackman (1975) memperkenalkan perilaku anggota
organisasi sebagai hasil kerja awal adalah pemberdayaan.
Cushman (1984)
menunjukkan bahwa rasa kebermaknaan berkaitan dengan inovasi individu, dan rasa
efektivitas berkaitan dengan dukungan yang jujur. Nykodym (1994) menemukan
bahwa karyawan yang diberdayakan memiliki loyalitas organisasi yang lebih
tinggi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara
pemberdayaan perilaku anggota organisasi, bahwa kontribusi dalam pengambilan
keputusan kemurahan hati berpengaruh, dan meningkatkan kepercayaan juga
kebebasan yang mempengaruhi perilaku suportif, kemurahan hati serta anggapan
sosial.
Watt dan
Schaffer (2003) menunjukkan bahwa perasaan yang bermakna merupakan faktor utama
untuk santun dan hormat, kompetensi merupakan faktor utama untuk kesadaran dan
kebaikan hati, jiwa-organisasi merupakan faktor utama untuk bekerja, dan
kesadaran merupakan dampak faktornya. Akhirnya, Sandhu dan Bhatnagar (2005)
menyatakan bahwa para manajerlah yang merasa bahwa perilaku mental menunjukkan
pemberdayaan anggota organisasi.
Sementara itu,
hubungan antara perilaku pemberdayaan anggota organisasi pada pria lebih kuat
dari pada wanita. Mereka menunjukkan bahwa tidak ada hubungan timbal balik
antara kompetensi dan self-efisiensi serta perilaku anggota organisasi. Namun,
karyawan yang merasa bahwa kebenaran dan efektivitas menunjukkan perilaku
anggota organisasi. Temuan dari penelitian ini bertentangan dengan temuan studi
tersebut. Mungkin itu karena dalam penelitian ini hubungan antara dua variabel
diperiksa sebagian dan dengan mengendalikan enam komponen yang hasilnya tidak
dikonfirmasi oleh uji korelasi parsial, dan populasi penelitian ini berbeda
dari studi tersebut. Namun, ada hubungan antara perilaku anggota organisasi dan
empat aspek pemberdayaan seperti keahlian, etos kerja, keterampilan
komunikasional, dan berpikir mereka tidak signifikan.
Di sisi lain, nilai koefisien korelasi
keterampilan komunikatif serta perilaku anggota organisasi lebih besar dari
aspek-aspek lain dari perilaku ekstra pemberdayaan organisasi. Oleh karena itu,
dapat disimpulkan bahwa keterampilan dan perilaku komunikasional berhubungan
dengan perilaku anggota organisasi lebih dekat dari tiga aspek lainnya. Oleh
karena itu, maka akan diperlukan bagi para manajer untuk mengalokasikan lebih
banyak sumber daya untuk mengembangkan keterampilan tersebut antara staf mereka
jika mereka ingin meningkatkan perilaku anggota organisasi.
Jadi berdasarkan mengenai hubungan antara
keterampilan komunikasi dan perilaku anggota organisasi, disarankan untuk top
manajer dan pejabat pemegang saham meningkatkan keterampilan komunikasi guna
meningkatkan perilaku anggota organisasi yang akhirnya juga untuk mencapai
pengembangan kinerja dan tujuan organisasi.
BAB III
TELAAH KRITIS
A.
Pemberdayaan Suatu Kebutuhan
Memberdayaan berarti memampukan (to
able), memberi kesempatan (to allow), dan mengijinkan (to permit).
Memberdayaan pegawai berarti memampukan dan memberi kesempatan untuk melakukan
fungsi-fungsi manajemen dalam skala yang menjadi tanggung jawabnya, baik secara
individu maupun kelompok. Selain itu pemberdayaan juga dapat dipandang sebagai
seni-dalam proses mendorong pegawai untuk bekerja secara optimal demi kepuasan
pelanggan.
Dalam implementasi pemberdayaan
pegawai diperlukan tingkat kejujuran yang tinggi, keterbukaan, dan integritas
pada manajemen puncak, sehingga pemberdayaan bukan sekedar pemberian delegasi
dari pimpinan kepada pegawai dibawahnya, tetapi lebih pada apa dan bagaimana
sistem nilai dalam organisasi tersebut dipatuhi. Proses pemberdayaan pegawai
suatu organisasi, dapat dilakukan melalui lima tahap: (1) proses diseminasi
informasi (informing), tahap (2) proses konsultasi (consulting),
tahap (3) proses pengumpulan ide (sharing), tahap (4) proses
pendelegasian (delegating), dan tahap (5) proses pemberdayaan (empowering).
Ada empat komponen atribut pokok
organisasi perusahaan yang harus segera diperbaiki jika ingin tetap eksis dalam
kancah persaingan global, yakni (1) berorientasi pada pelanggan dan kualitas (customer
and quality driven), (2) efektivitas pendapatan dan biaya (revenue and
cost effective), (3) kecepatan dan fleksibilitas dalam merespon perubahan
pasar (fast and flexible in responding to market changes), dan melakukan
inovasi secara berkelanjutan (continually innovating).
Keberhasilan organisasi yang hidup
di masa kini dan masa mendatang akan ditentukan oleh faktor kecepatan,
fleksibilitas, integritas, dan inovasi dalam memenangkan setiap pesaingan.
Sebuah paradigma baru organisasi moderen menganggap bahwa setiap orang adalah
pemimpin (leadership from everybody), sehingga melalui pembentukan mindset
tersebut pegawai berkesempatan memacu mengembangkan bakat kepemimpinannya.
Dengan berkembangnya potensi sebagai pemimpin dan mampu mengembangkan kualitas,
kompetensi, serta komitmen yang ada pada setiap pegawai, maka akan memepermudah
di dalam melakukan alignment visi pribadinya dengan visi organisasi
dimana pegawai tersebut bernaung.[2]
B.
Dasar Elemen Penilaian Pemberdayaan
1. Kejadian -kejadian di sekitar organisasi/perusahaan (environmental
events).
Kejadian-kejadian di sekitar merupakan data tentang konsekuensi
dari perilaku anggota yang sedang terjadi, dan tentang kondisi -kondisi yang
relevan dengan perilaku masa depan anggota. Kejadian-kejadian tersebut akan
memberikan data pada individu (karyawan). Data ini akan mempengaruhi
pembentukan penilaian tugas individu.
2. Penilaian tugas (task assessments)
Setiap individu akan membuat penilaian berkenaan dengan
pekerjaan-pekerjaan tertentu. Penilaian ini meliputi empat dimensi yaitu:
a. Pengaruh (impact) : Karyawan mempunyai kepercayaan bahwa
perilaku akan berpengaruh pada kinerja.
b. Kompetensi (competence) : Seseorang dapat melakukan
aktivitas pekerjaannya dengan berhasil ketika ia mau berusaha, jadi menyangkut
semangat untuk mencapai keberhasilan. Semangat untuk mencapai sesuatu cenderung
menghasilkan perilaku inisiatif, kerja keras, dan ketahanan untuk menghadapi
rintangan.
c.
Kebermaknaan
(meaningfulness) : Menyangkut nilai atas tujuan pekerjaan dan manfaat
perkerjaan bagi pekerja, penilaian ini dilakukan atas dasar idealisme dan
standar sendiri. Semakin tinggi nilai kebermaknaan, maka dipercaya akan
menimbulkan komitmen, perasaan terlibat, dan pemusatan energi.
d. Pilihan (choice) : Menyangkut pilihan tanggung jawab bagi
setiap tindakan yang diambil oleh seseorang.
3. Perilaku (behavior)
Hal–hal di atas dinilai berdasarkan idealisme dan standart masing–
masing individu anggota. Jadi empat hal di atas perlu diperhatikan dalam
melakukan penilaian tugas, dan ke empat hal tersebut memiliki efek–efek
motivasi, sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi perilaku anggota (behavior)
yang berwujud munculnya aktivitas, konsentrasi, inisiatif, kegembiraan, dan
fleksibilitas. Hal ini pada akhirnya akan mempengaruhi jalannya kehidupan
organisasi/ perusahaan.
4. Penilaian global (global assessment)
Merupakan proses pembelajaran secara kumulatif dari penilaian tugas
yang terdahulu dan digunakan untuk membantu mengisi gap–gap dalam menilai
situasi baru. Elemen ini sama dengan elemen ke 2 yaitu meliputi empat dimensi:
pengaruh, kompetensi, kebermaknaan, dan pilihan.
5. Gaya pemahaman (interpretive style)
Merupakan elemen ke lima yang memainkan peranan penting juga dalam
dasar ini. Individu anggota akan menambah informasi dari elemen ini untuk
melakukan penilaian tugas. Elemen ini meliputi:
a.
Gaya
atribusi dipakai untuk menerangkan sebab–sebab pemberdayaan dan ketidak
berdayaan pada diri sendiri, namun gaya ini lebih terfokus pada atribut yang
menerangkan kegagalan sehingga tidak dapat mencapai tujuan
b.
Gaya
pengevaluasian menitik beratkan pada perasaan frustasi akan pengharapan.
Perasaan frustasi dapat muncul disebabkan karena dibuatnya sebuah standar yang
disfungsional. Standar disfungsional mengambil bentuk "keharusan" yang
absolut, contoh: "Saya harus mencapai kesempurnaan dalam semua dimensi
tugas saya". Standar ini cenderung menyebabkan ketidakpuasan pada
kehidupan seseorang, dan menghasilkan penilaian yang rendah pada tugas.
c.
Gaya
ketiga adalah mengantisipasi apa yang akan terjadi. Bentuk impian ini dapat
meningkatkan motivasi melalui efek penilaian tugas, karena bidang pekerjaan
menjadi terisi dengan gambaran keberhasilan. Dari hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa individu yang memiliki performa tinggi di berbagai bidang
akan mengantisipasi hal-hal yang positif untuk masa yang akan datang. Terlebih
lagi bila keberhasilan impian itu menjadi kenyataan, maka hal ini akan lebih
memberikan penguatan pada motivasi intrinsiknya.
6.
Intervensi
(interventions)
Dasar terakhir dari model ini mengacu pada usaha yang hati–hati dan
tidak tergesa-gesa untuk pemberdayaan (peningkatan motivasi kerja). Elemen ini
akan mempengaruhi penilaian tugas melalui elemen 1 dan atau melalui elemen 5.
Jadi ke dua rute ini memberi efek pada penilaian tugas. Beberapa hal dapat
dijadikan contoh dari elemen ke 6 ini yaitu: kepemimpinan, pendelegasian,
desain pekerjaan, dan reward systems.[3]
C.
Pemberdayaan Karyawan
Pemberdayaan karyawan hanya akan terwujud jika dilandasi oleh tiga
keyakinan dasar berikut ini:
a.
Subsidarity. Prinsip subsidiarity mengajarkan bahwa badan yang lebih
tinggi kedudukannya tidak boleh mengambil tanggung jawab yang dapat dan harus
dilaksanakan oleh badan yang berkedudukan lebih rendah. Dengan kata lain, mencuri tanggung jawab orang
merupakan suatu kesalahan karena keadaan ini akhirnya menjadikan orang tersebut
tidak terampil.
b.
Karyawan pada
dasarnya baik. Inti pemberdayaan karyawan adalah keyakinan bahwa orang pada dasarnya
baik. Pemberdayaan karyawan dapat dipandang sebagai pemerdekaan, karena dengan
pemberdayaan, manajer tidak lagi menggunakan pengawasan, pengecekan,
verifikasi, dan mengatur aktivitas orang yang bekerja dalam organisasi. Manajer
melakukan pemberdayaan dengan memberikan pelatihan dan teknologi yang memadai
kepada karyawan, memberikan arah yang benar, dan membiarkan karyawan untuk
mengerjakan semua yang dapat dikerjakan oleh mereka.
Oleh karena konsep pemberdayaan dimulai dari
keyakinan bahwa orang pada dasarnya ingin mengerjakan pekerjaan baik, manajer
tidak perlu lagi menerapkan metode guna membujuk karyawan untuk mengerahkan
usaha mereka. Manajer harus memastikan bahwa karyawan memiliki pengetahuan dan
teknologi yang diperlukan untuk pekerjaan mereka, dan manajer harus mendukung
usaha karyawan dengan menghilangkan hambatan apa pun yang mencegah terwujudnya
kinerja unggul.
c.
Trust-based
relationship. Pemberdayaan karyawan menekankan aspek kepercayaan yang
diletakkan oleh manajemen kepada karyawan. Dari pemberdayaan karyawan, hubungan
yang tercipta antara manajemen dengan karyawan adalah hubungan berbasis
kepercayaan (trust-based relationship)
yang diberikan oleh manajemen kepada karyawan, atau sebaliknya kepercayaan yang
dibangun oleh karyawan melalui kinerjanya.[4]
BAB IV
KESIMPULAN TELAAH KRITIS
Tidak ada hubungan timbal balik antara
kompetensi dan self-efisiensi serta perilaku anggota organisasi. Namun,
karyawan yang merasa bahwa kebenaran dan efektivitas menunjukkan perilaku
anggota organisasi. Temuan dari penelitian ini bertentangan dengan temuan studi
tersebut. Mungkin itu karena dalam penelitian ini hubungan antara dua variabel
diperiksa sebagian dan dengan mengendalikan enam komponen yang hasilnya tidak
dikonfirmasi oleh uji korelasi parsial, dan populasi penelitian ini berbeda
dari studi tersebut. Namun, ada hubungan antara perilaku anggota organisasi dan
empat aspek pemberdayaan seperti keahlian, etos kerja, keterampilan
komunikasional, dan berpikir mereka tidak signifikan.
DAFTAR RUJUKAN TELAAH KRITIS
Paul Hersey, Ken Blancard, 1982. Management of Organizational
Behavior, Prentice Hall, USA.
Kenneth
W. Thomas and Betty A. Velthouse, 1990, "Cognitive Elements of
Empowerment: An Intrepetive Model of Intrinsic Task Motivation ", Academy
of Management Review ,Vo1.15, pp 666 – 681.
Greenberg, Jerald., Managing
Bahavior in Organizations, Fisher College of Bussiness The Ohio State
University: Pearson Prentce Hall, 2005.
Hubungan antara Perilaku Karyawan dengan
Pemberdayaan Anggota dalam Sebuah Organisasi
Oleh:
Ghodratollah
Bagheri1*, Hassan Zarei
Matin2, Faezeh Amighi 3
1. Assistant Professor of Tehran University, Qom College, Iran
2. Professor of Tehran University, Qom College, Iran
3. M.A student of Tehran University, Qom College, Iran
Diterjemahkan oleh: Afiful Ikhwan
(Mahasiswa SPS Program Doktor UIN Malik Ibrahim Malang)
Abstrack
Perilaku Karyawan dengan pemberdayaan
anggota dalam sebuah organisasi
memiliki peran yang sangat penting dalam proses keberhasilan dan pembangunan
yang berkelanjutan dari kinerja organisasi tersebut. Oleh karena itu, tujuan dari
artikel ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dua variabel pada karyawan
di lembaga pendidikan tinggi universitas Qom[5].
Sembilan puluh sembilan sampel statistik yang dipilih dari populasi melalui
pengambilan sampel diklasifikasikan. Peneliti membuat Kuesioner yang akan
digunakan untuk mengukur pemberdayaan dan komponen-komponennya, lalu kuesioner
Moorman and Black's adalah standar yang digunakan untuk mengukur perilaku anggota organisasi dan
komponen-komponennya pula.
Komponen
pemberdayaan ini adalah
keahlian, keberanian dalam tindakan, etos kerja, keterampilan komunikasi,
berpikir, dan mendapatkan pengalaman. Hasil uji menunjukkan bahwa situasi
pemberdayaan perilaku anggota
organisasi relatif diinginkan. Namun hasil koefisien korelasi Spearman's dan Koefisien korelasi Parsial menunjukkan bahwa tidak ada pemberdayaan hubungan antara perilaku anggota organisasi dengan karyawan.
Namun, hubungan komunikasi dan keterampilan terhadap perilaku anggota organisasional
yang masih signifikan.
Kata
Kunci: Pemberdayaan, Perilaku Anggota
Organisasi, Karyawan Akademisi Organisasi.
Pendahuluan
Teori-teori
manajemen dalam organisasi
mulai berkembang di tahun awal abad kedua puluh. Awalnya, manajemen sekolah pada organisasi
klasik lalu diakui melalui proses, ruang lingkup pemantauan, dan struktur
pembagian kerjanya. Sekolah
neoklasik ditangani dengan gerakan hubungan antar manusia. Akhirnya, sekolah
darurat secara sistematis muncul di th 1930. Belakangan ini, yang mendominasi
adalah filsafat manajemen.
Sekolah
klasik menganggap manusia
sebagai mesin yang bertindak menjadi sistem yang tertutup, serta harus
mematuhi seperangkat aturan dan perintah tanpa hak untuk membuat keputusan.
Bahkan, kebebasan dan otoritas tidak memiliki arti di antara karyawan. Namun,
dengan munculnya gerakan hubungan antar manusia, sikap ini berubah dan manajer
secara bertahap berbagi kewenangannya dengan karyawan dan bergerak menuju
pemberdayaan sehingga pada tahun 1990-an mereka fokus pada kerja tim. Manajer
membuka jalan bagi karyawan untuk mengungkapkan kekuatan potensial mereka untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Kekuatan
pemberdayaan manusia juga
diakui sebagai kemampuan karyawan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan
keputusan. Karyawan yang diberdayakan
mampu belajar dan tumbuh secara individual, untuk menggunakan keterampilan
komunikasi, untuk berpikir sistematis, untuk mendapatkan pengalaman dan menjaga
etika kerja. Pemberdayaan karyawan dapat mengubah organisasi untuk satu
pembelajaran sedemikian rupa, sehingga dapat meningkatkan kemampuan secara terus menerus dan
mencapai hasil yang diinginkan.
Perilaku
anggota organisasi
adalah sebuah konsep dimana organisasi juga memerlukan untuk bertahan di
lingkungan yang menantang dan kompetitif di era kontemporer ini. Jika karyawan
bekerja dalam organisasinya dengan baik, mempunyai rasa memiliki yang tingi, maka baik pula
organisasinya, mereka berdua dapat menarik lebih banyak anggota kepada organisasi dalam persaingan,
dan mengubahnya menjadi sebuah suasana penuh kepercayaan dan motivasi.
Periode
saat ini, perkembangan
kehidupan manusia dibarengi dengan transformasi yang luar biasa. Sebagai bagian
dari kehidupan manusia, organisasi harus siap untuk bertahan dan berkembang
menghadapi transformasi besar tersebut dan perkembangannya, jika tidak, mereka akan pergi dari bisnis. Dengan
"kesiapan" itu bukan berarti tentang peralatan dan kesiapan teknologi, melainkan lebih
berarti bahwa organisasi harus mempersiapkan staf mereka sebagai modal utama
organisasi yang sangat berharga.
Dalam
suasana yang sering didefinisikan dengan istilah seperti kompleksitas,
kekacauan cepat terjadi, dan perubahanpun dipercepat, karyawan harus fleksibel pada-pimpinan,
wirausahawan, bertanggung jawab, dan mencari penemuan dan kebebasan bertindak.
Struktur organisasi dan gaya manajerial harus merubah secara mendasar, karyawan juga
harus memberikan kontribusi dalam proses pengambilan keputusan, kelompok kerja
harus diterapkan, bawahan diberi kepercayaan dengan kekuasaan dan otoritas
penuh, dan struktur hirarkis harus diganti dengan struktur jaringan organisasi.
Namun, organisasi tidak mampu berkembang efektif tanpa kecenderungan sukarela
individu untuk bekerja sama. Perbedaan antara kerjasama sukarela dan kerjasama
wajib sangat penting diketahui.
Wajib; orang melakukan
tugasnya sesuai dengan hukum dan peraturan yang telah dibuat oleh organisasi,
peraturan dan standar yang mensyaratkan mereka. Kerjasama secara sukarela; apapun
dan bagaimanapun, walaupun di luar tugas, masing-masing individu karyawan
menunjukkan usahanya, energinya dan visinya untuk mengaktualisasikan kemampuan
mereka sendiri dalam mendukung organisasi.
Organisasi Pedagogik (organisasi pendidikan) adalah sebuah
organisasi yang memiliki misi yang sangat penting dan sensitif. diperlukan
karyawan dengan kinerja sukarela dan rasa tanggung jawab yang tinggi untuk mencapai tujuannya dalam mendidik
dan melatih siswa.
Penelitian
ini mencoba untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
1.
Apakah ada
hubungan antara perilaku anggota organisasi dan pemberdayaan karyawan akademisi dalam
organisasi di universitas Qom?
2.
Apakah
ada hubungan antara komponen pemberdayaan dan perilaku anggota organisasi dengan karyawan akademisi dalam
organisasi di universitas Qom?
Kajian
Pustaka
Kanger dan Kanengo (1988) percaya bahwa
praktek pemberdayaan bawahan merupakan bagian penting dari efektivitas
organisasi dan manajerial. Ditetapkan tekanan pada organisasi dengan persaingan
global yang membuat mereka berubah dan mengubah, dan tekanan yang ditetapkan
oleh teknologi baru dan perubahan pelanggan "pola pikir menuntut
akuntabilitas organisasi yang cepat”. Karena organisasi harus fleksibel tentang
tekanan antar-organisasi dan intra-organisasi juga ancaman, mereka harus
merevisi dan memikirkan kembali tentang gaya manajerial, metode dan perilaku. Saat
ini, pemberdayaan karyawan diakui sebagai salah satu strategi untuk
menyelamatkan organisasi dan untuk meningkatkan kinerja serta kontribusi.
Mempelajari pemberdayaan memberi dampak
mengubah perilaku anggota organisasi pada kegiatan higienis personal dalam
industri makanan, Cushman (1984) menemukan bahwa terdapat hubungan positif
antara perilaku karyawan akademik dan pemberdayaan anggota organisasi. Dia
menyatakan bahwa ada hubungan parsial antara akal makna dan inisiatif personal,
arti seleksi dan inovasi personal, serta dampak akal dan dukungan organisasi.
Bateson
(1991) menunjukkan bahwa mengharapkan bonus, menghindari hukuman, dan merasakan
tekanan gelisah akan menyebabkan diri berorientasi pada motivasi bagi setiap
individu untuk saling membantu. Oleh karena itu, membantu orang lain
meningkatkan kemandirian dan harga diri yang berakar pada diri organisasi, merupakan
sebuah jenis harapan pasti. Dampak yang berarti bahwa seseorang yang
berpengaruh adalah hasil akhir yang resmi (bahwa dalam organisasi diperlukan
sosok tokoh) agar strategis dan operasional juga unit
kerjanya bagus. Individu dengan perasaan seperti itu lebih mungkin untuk
melampaui persyaratan organisasi dalam pekerjaan
mereka. (Watt and Schaffer, 2003).
Mempelajari hubungan antara pemantauan
karyawan dan perilaku anggota organisasi dalam sebuah pelayanan organisasi, Nihoff dan Moorman (1993)
membuktikan bahwa pemantauan karyawan memiliki dampak positif pada pemahaman keadilan
organisasi, sementara itu memiliki
dampak negatif pada perilaku anggota
organisasi. (Cushman,
2000, p. 12).
Nykodym
(1994) menemukan bahwa konflik dan ambiguitas kurang terlihat dalam
memberdayakan peran karyawan, karena mereka mampu mengendalikan suasana mereka.
Selain itu, karyawan berdaya memiliki kepuasan kerja lebih luas serta motivasi dan loyalitas yang
lebih tinggi pada organisasi.
Podsakoff dan Mackenzie (1994)
menjelaskan bahwa perilaku anggota
organisasi memiliki dampak positif
pada kinerja penjualan di perusahaan asuransi. (Yoon 2009, p. 422). Studi yang
dilakukan oleh Robinson dan Morse (1995) menjelaskan bahwa para karyawan yang
melakukan pelanggaran di luar batas
wajar, cenderung untuk meningkatkan kinerja pada
organisasi sebagai anggota
organisasi.(Watt and Schaffer, 2003, p. 410). Morrison (1996)
menemukan bahwa, memberdayakan karyawan memiliki kemampuan untuk menciptakan
dan mengekspresikan perilaku anggota
organisasi. Pemberdayaan akan meningkatkan efisiensi perasaan diri di antara
anggota organisasi dan juga menghasilkan
untuk para anggota organisasi (Ibid,
hal. 410).
Ahearn
(2000) meneliti dampak dari perilaku kepemimpinan yang memberdayakan perilaku anggota
organisasi terhadap kinerja penjualan tim di India. Risetnya menunjukkan bahwa
ada hubungan antara perilaku kepemimpinan yang memberdayakan karyawannya,
"keterlibatan dalam perilaku anggota organisasi, yaitu perilaku kepemimpinan yang memberdayakan
mempengaruhi perilaku anggota organisasi dan kinerja tim, kontribusi dalam pengambilan keputusan
sebagian juga mempengaruhi suasana
hati, meningkatkan kepercayaan serta kemandirian mempengaruhi perilaku
suportif, kemurahan hati dan martabat sipil (Ahearn, 2000, hal. 84).
Watt
dan Schaffer (2003) mempelajari hubungan psikis antara perilaku anggota organisasi yang
diberdayakan dengan Bank Investasi Hong Kong, dan mengkonfirmasikan dengan
asumsi bahwa pemberdayaan mempengaruhi perilaku anggota organisasi.
Penelitian mereka membuktikan bahwa perasaan baik merupakan faktor utama untuk santun dan
hormat, kompetensi merupakan faktor utama untuk kesadaran dan kemurahan hati,
menjiwai-organisasi merupakan faktor utama untuk bekerja, dan
berdampak pada faktor kesadaran. Untuk menjelaskan temuan tersebut, dapat
dikatakan bahwa perasaan yang baik melibatkan orang pada pekerjaan yang sesuai
dengan kemampuan mereka, ide-ide dan gagasan. Oleh karena itu, orang dengan rasa
percaya diri tingkat tinggi dapat terlibat dalam perilaku yang mencegah masalah
kerja lainnya, karena mereka berkomitmen dan menerima tujuan organisasi. Dengan
kata lain, dampak kompetensi pada kesadaran berarti bahwa orang-orang yang
percaya pada kemampuan mereka sendiri untuk mencapai tujuan akan melakukan
segala sesuatu yang diperlukan. Kemurahan hati yang berarti bahwa karyawan
cenderung mentolerir kondisi kurang ideal. menjiwai-organisasi dan dampaknya
juga mempengaruhi kerja dan kesadaran. menjiwai-organisasi menyebabkan belajar,
minat dalam kegiatan, dan perbaikan di saat sulit. Juga, lebih fleksibel
mengarah pada kreativitas, penemuan dan disiplin diri.
Yagil
meneliti hubungan antara pemberdayaan karyawan dengan kejenuhan dan kepuasan
pelanggan pada layanan organisasi di kedua sektor publik dan swasta. Dia
menunjukkan bahwa pemberdayaan memiliki hubungan positif dengan kepuasan
pelanggan dan hubungan negatif dengan kejenuhan dan perasaan yang tidak ada
karakteristik pribadi. (Yagil, 2006).
Sandhu
dan Bhatnagar (2005) mempelajari hubungan antara perilaku psikis pemberdayaan
warga dalam organisasi, di antara para manajer India sektor TI mengungkapkan
dan menunjukkan bahwa mereka cocok dengan pemberdayaan perilaku
psikis anggota organisasi. Selain
itu, penyebab pemberdayaan psikis perilaku anggota organisasi,
penelitian juga menunjukkan bahwa hubungan antara pemberdayaan perilaku anggota organisasi pada
pria lebih kuat dari pada wanita. Secara parsial, tidak ada hubungan timbal
balik antara kompetensi menjiwai-efisiensi secara variabel perilaku anggota organisasi.
Namun, ternyata karyawan mengerti perasaan yang baik dan efektivitas,
mengekspresikan perilaku anggota organisasi.
Tore
(2006) mempelajari hubungan antara perilaku warga organisasi dan kinerja
organisasi. Dia memilih enam faktor sebagai faktor utama perilaku ekstra
organisasi: kesadaran, pengabdian, kesetiaan, rasa hormat, toleransi dan
kontribusi. Menurut uji Freedman, kesadaran karyawan dan toleransi mereka
memiliki peringkat tertinggi serta terendah dalam organisasi berhasil dan gagal
pada masing-masing.
Grassley
et al. (2008) mempelajari makna pemberdayaan dalam pendapat karyawan melalui
wawancara. Mereka menemukan bahwa karyawan yang tidak akrab dengan konsep ini.
Meskipun sebagian besar karyawan tidak tahu arti pemberdayaan, mereka mampu
menjelaskan konsep-konsep dalam pekerjaan mereka yang berkaitan dengan
pemberdayaan. Misalnya, pengambilan keputusan,
kemampuan dalam pekerjaan membantu mereka merasakan kebebasan. Selain itu,
mereka cenderung diberdayakan oleh manajer sampai batas tertentu dan melalui
metode yang berbeda.
Kakhaki,
Ahmad (2007) mempelajari hubungan antara perilaku warga organisasi dan kinerja
organisasi dari pelanggan. Bertentangan dengan harapan, hasilnya tidak
mengkonfirmasi hubungan positif dan signifikan antara perilaku anggota organisasi dan
faktor yang berhubungan dengan pelanggan setia itu. Dia menyebutkan dua alasan:
dampak perilaku warga organisasi pada faktor-faktor yang berhubungan dengan
pelanggan adalah loyalitas itu tidak sama dalam produk dan jangkauan layanan.
Tingkat interaksi antara karyawan dan pelanggan di berbagai industri yang
berbeda. Ini berarti bahwa tingkat dan sifat interaksi karyawan dalam beberapa
sistem memiliki dampak lebih dari yang lain pada pelanggan persepsi mutu
pelayanan. Dampak dari perilaku ekstra organisasi dan pelanggan faktor
loyalitas itu pada karyawan organisasi yaitu pelayanan yang sangat lebih
penting.
Berbagai
aspek yang disebutkan untuk perilaku pemberdayaan anggota organisasi ada dalam
literatur manajemen. Penelitian ini menyelidiki aspek model pemberdayaan (Zarei
Matin, 2009) bersama dengan konsep perilaku warga organisasi. Model konseptual
penelitian tersebut disajikan pada Gambar:
Hasil Temuan
Gambar 1: Model
Konsep Penelitian
-GAMBAR KOSONG-
Metodologi
Keseluruhan
statistik meliputi 434 karyawan di Universitas Qom, akademisi di
Zona 1, 2, 3 dan 4. Keseluruhan statistik
ini dibagi menjadi empat kelompok. Anggota masing-masing kelompok yang
seragam, tetapi tidak ada keseragaman antar kelompok yang lengkap. Sembilan
puluh sembilan sampel statistik yang dipilih melalui pengambilan sampel
diklasifikasikan. Prediksi pada pemberdayaan
perilaku anggota organisasi bervariasi kriterianya. Untuk mengukur pemberdayaan,
kuesioner penelitiannya dirancang dan digunakan sesuai dengan literatur yang relevan.
Ada dua puluh lima item kuesioner yang mencakup enam
komponen dari variabel. Untuk mengukur perilaku anggota organisasi menggunakan
Moorman and Black Lee kuesionernya (1998). Kuesioner ini meliputi dua puluh
lima item. Dengan melompati barang serupa dan budaya berbasis variabel,
kuesioner menurun menjadi sembilan belas item.
Validitas
isi dikonfirmasi oleh polling para ahli seperti dosen universitas dan keandalan
kuesioner diuji menggunakan Chronbach koefisien alpha[6].
Temuan
Untuk
mengetahui hubungan antara pemberdayaan perilaku anggota
organisasi, pertama koefisien korelasi Spearman dan kemudian
uji korelasi Parsial digunakan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara perilaku pemberdayaan anggota organisasi.
Tetapi hubungan keterampilan komunikasi dan perilaku terhadap perilaku anggota organisasi yang
signifikan.
Dengan menggunakan t-test, kesesuaian atau
ketidak tepatan komponen pemberdayaan dan perilaku anggota organisasi dalam organisasi akademisi Universitas Qom ditunjukkan pada
Tabel 1.
Tabel 1: Status komponen pemberdayaan perilaku
anggota organisasi
Components
|
Test
statistics
|
Freedom
Degree
|
Significance
Level
|
Average
Difference
|
95% Confidence Interval for Average Difference
|
|
t
|
Lower
|
Upper
|
||||
Expertise
|
11.079
|
98
|
0
|
.75337
|
.6184
|
.8883
|
Courage in Practice
|
20.659
|
98
|
0
|
1.7576
|
.9724
|
1.1791
|
Work Ethics
|
40.023
|
98
|
0
|
1.59360
|
1.51146
|
1.6726
|
Communicational Skills
|
23.706
|
98
|
0
|
1.17677
|
1.0783
|
1.2753
|
Thinking
|
25.428
|
98
|
0
|
1.27020
|
1.1711
|
1.3693
|
Experience
Gaining
|
17.539
|
98
|
0
|
1.09764
|
.9734
|
1.2218
|
Empowerment
|
31.038
|
98
|
0
|
1.16122
|
1.0870
|
1.2355
|
Interpersonal Help
|
22.881
|
98
|
0
|
1.19444
|
1.0908
|
1.2980
|
Individual
Innovation
|
16.329
|
98
|
0
|
1.02694
|
.9021
|
1.1517
|
Honest
Support
|
9.579
|
98
|
0
|
.64444
|
.5109
|
.7779
|
Personal Hardworking
|
23.822
|
98
|
0
|
1.20303
|
1.1028
|
1.3032
|
Organizational
Citizenship Behavior
|
22.654
|
98
|
0
|
1.01721
|
.9281
|
1.1063
|
Menurut Tabel 1, semua komponen pada tingkat
signifikansi 0.000 dan kurang dari 0,05, dan kedua tingkat yang lebih tinggi
dan lebih rendah yang positif. Oleh karena itu, status komponen ini dapat
diterima. Untuk peringkat komponen perilaku pemberdayaan anggota organisasi, uji Freedman diterapkan. Tabel 2 menunjukkan peringkat komponen
pemberdayaan dan Tabel 3 menunjukkan komponen perilaku anggota organisasi.
Tabel 2: komponen utama pemberdayaan
Priority
|
components
|
Average Rank
|
1
|
Work Ethics
|
5.98
|
2
|
Thinking
|
4.46
|
2
|
Communicational Skills
|
3.96
|
2
|
Experience
Gaining
|
3.8
|
2
|
Courage in Practice
|
3.47
|
3
|
Expertise
|
3.84
|
Tabel 3: Peringkat komponen perilaku anggota
organisasi
Priority
|
components
|
Average rank
|
1
|
Personal Hardworking
|
3.76
|
1
|
Interpersonal Help
|
3.52
|
2
|
Personal Innovation
|
2.99
|
3
|
Honest Support
|
1.9
|
Pembahasan dan Kesimpulan
Salah satu tujuan utama dari organisasi adalah
menikmati karyawan diberdayakan oleh siapa, mereka dapat mencapai tujuan mereka
sendiri baik jangka panjang maupun jangka pendek melalui tujuan organisasi.
Pemberdayaan karyawan dapat memiliki dampak positif pada aspek organisasi
lainnya seperti komitmen, spiritualitas, kepuasan pelanggan, budaya organisasi,
perilaku anggota organisasi, dan akhirnya produktivitas. Semua penelitian yang
disebutkan dalam penelitian ini menunjukkan hubungan yang positif antara perilaku
pemberdayaan anggota organisasi. Oldham dan Hackman (1975) memperkenalkan
perilaku anggota organisasi sebagai hasil kerja awal adalah pemberdayaan.
Cushman (1984) menunjukkan bahwa rasa
kebermaknaan berkaitan dengan inovasi individu, dan rasa efektivitas berkaitan
dengan dukungan yang jujur. Nykodym (1994) menemukan bahwa karyawan yang diberdayakan
memiliki loyalitas organisasi yang lebih tinggi. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara pemberdayaan perilaku anggota organisasi,
bahwa kontribusi dalam pengambilan keputusan kemurahan hati berpengaruh, dan
meningkatkan kepercayaan juga kebebasan yang mempengaruhi perilaku suportif,
kemurahan hati serta anggapan sosial.
Watt dan Schaffer (2003) menunjukkan bahwa
perasaan yang bermakna merupakan faktor utama untuk santun dan hormat,
kompetensi merupakan faktor utama untuk kesadaran dan kebaikan hati,
jiwa-organisasi merupakan faktor utama untuk bekerja, dan kesadaran merupakan
dampak faktornya. Akhirnya, Sandhu dan Bhatnagar (2005) menyatakan bahwa para
manajerlah yang merasa bahwa perilaku mental menunjukkan pemberdayaan anggota organisasi.
Sementara itu, hubungan antara perilaku
pemberdayaan anggota organisasi pada pria lebih kuat dari pada wanita. Mereka
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan timbal balik antara kompetensi dan
self-efisiensi serta perilaku anggota organisasi. Namun, karyawan yang merasa
bahwa kebenaran dan efektivitas menunjukkan perilaku anggota organisasi. Temuan
dari penelitian ini bertentangan dengan temuan studi tersebut. Mungkin itu
karena dalam penelitian ini hubungan antara dua variabel diperiksa sebagian dan
dengan mengendalikan enam komponen yang hasilnya tidak dikonfirmasi oleh uji
korelasi parsial, dan populasi penelitian ini berbeda dari studi tersebut.
Namun, ada hubungan antara perilaku anggota organisasi dan empat aspek
pemberdayaan seperti keahlian, etos kerja, keterampilan komunikasional, dan
berpikir mereka tidak signifikan.
Di sisi lain, nilai koefisien korelasi
keterampilan komunikatif serta perilaku anggota organisasi lebih besar dari
aspek-aspek lain dari perilaku ekstra pemberdayaan organisasi. Oleh karena itu,
dapat disimpulkan bahwa keterampilan dan perilaku komunikasional berhubungan
dengan perilaku anggota organisasi lebih dekat dari tiga aspek lainnya. Oleh
karena itu, maka akan diperlukan bagi para manajer untuk mengalokasikan lebih
banyak sumber daya untuk mengembangkan keterampilan tersebut antara staf mereka
jika mereka ingin meningkatkan perilaku anggota organisasi.
Jadi berdasarkan mengenai hubungan antara
keterampilan komunikasi dan perilaku anggota organisasi, disarankan untuk top
manajer dan pejabat pemegang saham meningkatkan keterampilan komunikasi guna
meningkatkan perilaku anggota organisasi yang akhirnya juga untuk mencapai
pengembangan kinerja dan tujuan organisasi.
Rujukan
Ahearn, Michael J. (2000). An Examination
of the Effects of Leadership
Empowerment Behaviors and Organizational
Citizenship Behaviors on Sales Team Performance. faculty
of the university graduate school, Indiana
University.
Alvani, S. M. (2000). General Management. Tehran: Nay Publications.
Cushman, J. W.
(2000). Empowerment and
the Moderating
Effect
on Organizational Citizenship Behaviors on Ppersonal Hygiene Ppractices in the Food Service Iindustry. A Dissertation for Kansas University.
Grassley, K., Bryman, A., Dainty, A., Price, A., Naismith, N., & Soetanto, R. (2008).
Understanding Empowerment from an Employee Perspective. Team Performance Management, 14(1/2).
Kakhaki, A., & Gholipour, A. (2007). Organizational Citizenship Behavior: Another Step
toward
Organizational Performance Improvement against Customer. Trading
Research Quarterly,
45.
Nykodym, Nick
(1994). Employee Empowerment. Empowerment
in Organization, 2(3).
San‟ati, Zeinab. (2007). Studying the Relationship between In-Service Training and Employee empowerment. Management Culture Journal, 16.
Sandhu, S., Bhatnagar, J., & et al. (2005). Psychological Empowerment and Organizational Citizenship Behavior in IT Managers:
A
Talent Retention Tool, Indian Journal of Industrial Relations, 40(4).
Tore,
N.
(2006).
Recognizing
the
Factors of Organizational Citizenship Behavior and its Relation to Organizational Performance.Management Culture, 12.
Watt, D., & Shaffer, M. A. (2003). Equity and relationship quality influences
on
organizational citizenship behavior. Personal Review, 34(4).
Yagil, D. (2006). The Relationship of Service Provider Power Motivation,
Empowerment and Burnout to Customer Satisfaction. International Journal of Service
Industry Management, 17(3).
Yoon, C. (2009). The Effects of Organizational Citizenship Behavior on ERP System Success. Computer in Human Behavior, Elsevier.
Zarei Matin, H. (2009). Advanced Organizational Behavior Management. Tehran: Agah Publications.
[1] Chronbach koefisien alpha: Rumus
untuk menghitung koefisien reliabilitas instrument, Cronbach's Alpha biasa
digunakan sebagai tool statistik untuk uji reliabilitas. Cronbach's (alpha) is a coefficient
of internal consistency. It is commonly used as an estimate of the reliability
of a psychometric test for a sample of examinees. Wikepedia, The Free
Encyclopedia, dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Cronbach's_alpha, diakses pada 02 Jan 2013.
[2]
Paul Hersey, Ken Blancard, 1982. Management of Organizational Behavior,
Prentice Hall, USA.
[3]
Kenneth W. Thomas and Betty A. Velthouse, 1990," Cognitive Elements of
Empowerment: An Intrepetive Model of Intrinsic Task Motivation ", Academy
of Management Review ,Vo1.15, pp 666 – 681.
[4]
Greenberg, Jerald., Managing Bahavior in
Organizations, Fisher College of Bussiness The Ohio State University,
Pearson Prentce Hall, 2005.
[5] Provinsi
Qom (Persia: استان قم)
merupakan satu dari 30 provinsi di Iran. Provinsi ini terletak di bagian tengah di negara itu. Ibu kotanya
ialah Qom. Provinsi ini memiliki luas wilayah
11.526 km² dengan memiliki jumlah penduduk 1.064.456 jiwa (data th 2005). Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Provinsi_Qom, diakses pada
kamis, 10 Jan 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar baik menunjukkan pribadimu !