Full width home advertisement

Travel the world

Climb the mountains

Post Page Advertisement [Top]

-->
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pertahanan dan keamanan
Saat ini pemerintah telah menyiapkan Rancangan Undang-undang tentang Pertahanan dan Keamanan Negara. Naskah akademik rancangan itu tengah disosialisasikan kepada masyarakat untuk menjaring masukan, yang selanjutnya akan diajukan ke DPR untuk dibahas.
Rancangan UU Pertahanan dan Keamanan Negara yang diharapkan menjadi payung bagi UU lain di bidang pertahanan dan keamanan, menimbulkan kekhawatiran dikalangan aktivis HAM. Pasalnya, beberapa materi dalam RUU ini diduga akan mengancam iklim demokrasi yang tengah berjalan. Salah satunya adalah mengenai penggabungan institusi polisi dan tentara dalam satu lembaga. Seperti yang terjadi pada jaman pemerintahan Orde Baru.
Penggabungan kedua intitusi ini menurut Hari Priyatno, salah seorang peneliti pada lembaga riset militer Propatria, mengabaikan cita-cita reformasi. Karena pemisahan kedua institusi itu sesungguhnya guna menjamin kebebasan sipil tanpa haus mengabaikan pertahanan Negara. Dimana fungsi tentara adalah dalam bidang pertahanan, sedangkan fungsi polisi adalah dalam bidang keamanan.
Sedangkan peneliti lembaga pemantau HAM, Imparsial, Junaidi menilai RUU Pertahanan dan keamanan Negara lebih banyak membahas manajemen pertahanan yang merupakan tugas tentara. Sementara masalah keamanan yang menjadi tugas kepolisian kurang mendapat perhatian.
Selain kekhawatiran digabungkannya lagi TNI dan Polri, banyak aktivis HAM mempersoalkan tugas perbantuan TNI, dimana dengan tugas perbantuan ini TNI dapat bergerak di bidang sipil. Salah seorang tim pengkaji naskah akademik RUU Hankamneg, Cornelis Lay justru menganggap wajar tugas perbantuan tentara untuk kerja-kerja non militer ini. Negara-negara lain menurut cornelis juga banyak yang melakukan hal itu.
Direktur Eksekutif lembaga penelitian Pro Patria yang menjadi salah seorang perancang RUU pertahanan, Edy Prasetyo mengatakan pada prinsipnya masalah pertahanan adalah wilayah sipil, untuk itu peran militer hanya sebagai pelaksana strategi pertahanan yang dibuat oleh sipil. Dengan demikian pembentukan Dewan ketahanan Nasional dalam RUU itu menurut Edi Prasetyo menjadi penting.
Wacana lain yang muncul berkaitan dengan pensipilan fungsi pertahan adalah penghapusan jabatan panglima TNI. Untuk itu, menurut seorang peneliti LSM pemantau HAM Imparsial, Al Araf, perlu dicarikan alternatif jika jabatan panglima TNI dihapus. Salah satunya adalah dengan dibentuknya jabatan kepala Staf gabungan yang akan mengkkordinir angkatan laut, udara dan darat secara bergantian, yang nantinya langsung bertanggungjawab kepada menteri Pertahanan.
Masalah peran intelejen juga mengemuka dalam pembahasan naskah akademik RUU Hankamneg ini. RUU ini mengatur koordinasi komunitas inteljen Negara guna menjalankan fungsi pertahanan Negara.
Masalah keterlibatan rakyat dalam pertahanan, atau pertahanan rakyat semesta kembali mengemuka. Selama ini UUD 1945 mengatur bahwa setiap warga Negara berhak dan sekaligus wajib dalam melakukan bela Negara, namun masalahnya belum ada peraturan yang rinci kapan dan bagimana bela Negara itu bisa dilakukan. Akibatnya, muncullah lascar-laskar liar yang seperti lascar Jihad, Front Pembela Islam, Forum betawi rempuk, dan sebagainya. Lascar-laskar itu tidak bisa dibubarkan karena selalu berlindung dibalik hak konstitusional warga Negara untuk melakukan bela Negara. Untuk itu, menurut Edy Prasetya, perlu ada pasal dalam RUU ini yang mengatur lebih rinci bagaimana bela Negara itu bisa dilakukan.
B. Pandangan Islam Terhadap Demokrasi
Dasar pamahaman politik (kekuasaan) dalam islam adalah segala kekuasaan itu milik Allah semata.dan semua makhluk mau tidak mau harus tunduk kepada kekuasaanNya yg mutlak.Allah berfirman yang artinya :



“Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu” (Ali Imran 26)
Maka dengan keimanan yg demikian,seorang mukmin mencintai hukum Allah dan tunduk kepadaNya dan meninggalkan segala hukum yg selainnya.
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?” (Al Maidah 50)
Diyakini pula oleh setiap mukmin bahwa hukum yg berlaku haruslah apa yg telah diturunkan oleh Allah kepada nabiNya karena semua hukum manusia itu tidak lain hanyalah membela kepentingan hawa nafsunya.Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik” (Al Maidah 49)
Bahkan Allah memperingatkan RasulNya agar jangan tunduk kepada suara mayoritas umat manusia karena mayoritas mereka itu dalam kesesatan.firman Allah :
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)” (Al An-am 116)
Setiap mukmin harus yakin bahwa keadilan itu hanyalah bisa terealisir melalui hukum Allah dan segala hukum lainnya yg menjanjikan keadilan,hanyalah utopia (angan2) belaka dan tidak pernah akan ada kenyataannya.
“Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah menurunkan kitab (Al Quran) kepadamu dengan terperinci? Orang-orang yang telah Kami datangkan kitab kepada mereka, mereka mengetahui bahwa Al Quran itu diturunkan dari Tuhanmu dengan sebenarnya. Maka janganlah kamu sekali-kali termasuk orang yang ragu-ragu.Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Quran) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merobah robah kalimat-kalimat-Nya dan Dia lah yang Maha Mendenyar lagi Maha Mengetahui” (Al An’am 114-115)[1]
C. Artikulasi demokrasi dan sistem komando
Rasionalitas politik lebih berorientasi pada nilai-nilai substantif tertentu (seperti demokrasi, keadilan sosial, kebebasan, hak-hak asasi).
Realitas kepentingan politik atau reformasi militer – kepolisian (dalam hal jabatan kebanyakan) untuk mempertahankan posisi sebagai the ruling party, contohnya, atau kepentingan seorang kader partai untuk mempertahankan posisi sebagai anggota DPR/DPRD, dalam banyak hal harus didasarkan rasionalitas instrumental melalui negosiasi, kompromi, koalisi dengan pihak mana pun yang memiliki sumber daya ekonomi-politik. Kepentingan politik praktis pula yang telah mendorong penerapan mekanisme pengambilan keputusan bergaya komando, atau manuver politik tertentu yang dinilai efektif, meski itu bertentangan dengan nilai-nilai substantif semacam demokrasi.
Pragmatisme rasionalitas instrumental itulah yang memicu munculnya konflik. Sebab, di lain pihak. Pada tataran nasional, modus produksi kekuasaan yang kian dominan adalah yang didasarkan pada nilai dan kaidah universal dari sistem demokrasi; antara lain mencakup kebebasan membentuk partai politik, pemungutan suara dalam penentuan keputusan, hingga pemilihan berbagai jabatan politis secara langsung (meski belum tentu menghasilkan pilihan terbaik dan didalamnya terdapat permainan-permainan curang).[2]


[1] http://dewandri19.blogspot.com/2009/03/demokrasi-vs-politik-islam.html
[2] http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=2589&coid=3&caid=22&gid=2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar baik menunjukkan pribadimu !

Bottom Ad [Post Page]