Full width home advertisement

Travel the world

Climb the mountains

Post Page Advertisement [Top]



BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
                   Kebudayaan merupakan pedoman bagi kehidupan masyarakat, merupakan perangkat-perangkat acuan yang berlaku umum dan menyeluruh dalam menghadapi lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan warga masyarakat pendukung kebudayaan tersebut.[1] Dalam kebudayaan terdapat perangkat-perangkat dan keyakinan-keyakinan yang dimiliki oleh pendukung kebudayaan tersebut. Adapun tradisi keagamaan merupakan pranata primer dari kebudayaan memang sulit berubah karena keberadaannya didukung oleh kesadaran bahwa pranata tersebut menyangkut kehormatan harga diri, dan jati diri masyarakat pendukungnya.[2] Dalam makalah ini akan dibahas tentang pengaruh kebudayaan khususnya tradisi keagamaan terhadap jiwa keagamaan pada era globalisasi. Pada era globalisasi itu menunjukan bahwa kebudayaan (bidang material) sangat berpengaruh terhadap jiwa keagamaan. Sehingga memuncukan kecenderungan-kecenderungan yang membawa konsekuensi tersendiri bagi penganut agama tertentu, apa kecenderungan yang positif atau negatif yang lebih bersifat destruktif. Pada kondisi itu kondisi kejiwaan penganut agama tersebut haruslah menunjukkan jati diri sebagai penganut agama yang tetap tidak tergerus oleh nilai-nilai yang sekuer meskipun kemajuan iptek berpengaruh pesat ditengah arus global. Hendaknya mereka menganggap globalisasi sebagai tantangan yang harus dihadapi sekaligus menjadikan globaisasi sebagai ancaman bila tidak mampu menunjukan jati dirinya, karena globalisasi merupakan puncak peradaban manusia.

B.   Rumusan Masalah
1.   Apakah yang dimaksud dengan tradisi keagamaan dan kebudayaan itu?
2.   Bagaimanakah hubungan antara tradisi keagamaan dan sikap keagamaan?
3.   Bagaimana pengaruh eksistensi kebudayaan di era globalisasi terhadap jiwa keagamaan?

C.   Tujuan
1.   Untuk mengetahui pengertian tradisi keagamaan dan kebudayaan.
2.   Untuk mengetahui hubungan antara tradisi keagamaan dan sikap keagamaan.
3.   Untuk mengetahui pengaruh eksistensi kebudayaan di era globalisasi terhadap jiwa keagamaan.


BAB II
PENGARUH KEBUDAYAAN TERHADAP JIWA KEAGAMAAN

I.    Tradisi Keagamaan dan Kebudayaan
A.   Pengertian Tradisi dan Tradisi Keagamaan
                   Kriteria tradisi dapat lebih dibatasi dengan mempersempit cakupannya. Dalam pengertian yang lebih sempit tradisi hanya berarti bagian-bagian warisan sosial khusus yang memenuhi syarat saja, yakni yang tetap bertahan hidup dimasa kini yang masih kuat ikatannya, dengan kehidupan masa kini.[3] Dalam arti sempit tradisi adalah kemampuan benda material dan gagasan yang diberi makna khusus yang berasal dari masa lalu.[4]
                         Adapun beberapa ahli merumuskan tradisi antara lain;
1.       Shils
             Menurut Shils, tradisi berarti segala sesuatu yang disalurkan atau diwariskan dari masa lalu kemasa kini.[5]
2.       Pasurdi Suparlan, Ph. D
             Menurut Pasurdi Suparlan, tradisi merupakan unsur sosial budaya yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat dan sulit berubah.
3.       Meredith Mc. Guire
             Menurut Meredith Mc. Guire, ia melihat bahwa dalam masyarakat pedesaan umumnya tradisi erat kaitannya dengan agama.
4.       Prof. Dr. Kasmiran Wuryo
             Menurut Kasmiran Wuryo, tradisi masyarakat merupakan bentuk norma yang terbentuk dari bawah, sehingga sulit untuk diketahui sumber asalnya. Adapun secara garis besarnya, tradisi sebagai kerangka acuan norma daam masyarakat disebut pranata . pranata ini terbagi atas;
a.      Pranata Skunder
             Pranata ini merupakan pranata yang dapat dengan mudah diubah struktur dan peran hubungan antar peranannya maupun dengan norma-norma yang berkaitan dengan perhitungan rasional yang menguntungkan dan dihadapi sehari-hari. Pranata ini bersifat fleksibel, mudah berubah, sesuai dengan situasi yang diinginkan oleh pendukungnya. Contohnya; pranata politik, pranata pemerintahan, pranata ekonomi, dan pasar, berbagai pranata hukum dan keterkaitan sosial dalam masyarakat.
b.     Pranata Primer
             Pranata ini merupakan kerangka acuan norma yang mendasar dan hakiki dalam kehidupan manusia. Pranata ini berhubungan dengan kehormatan dan harga diri, jati diri serta kelestarian masyarakat, dan pranata ini bersifat mudah dapat berubah begitu saja. Adapun titik tekan pranata primer adalah menekankan pada pentingnya keyakinan dan kebersamaan serta bersifat tertutup atau pribadi. Contohnya; pranata keluarga kekerabatan, keagamaan (tradisi keagamaan), pertemanan, atau persahabatan.
             Bila dihubungakan dengan tradisi maka tradisi (agama Samawi) bersumber dari norma-norma yang termuat dalam kitab suci.[6] Adapun tradisi keagamaan (agama Samawi) merupakan kontradiksi asli, yakni tradisi yang sudah ada dimasa lalu, bukan merupakan tradisi buatan, yakni tradisi yang khayalan atau pemikiran masa lalu.[7]

B.   Fungsi Tradisi (Termasuk; Tradisi Keagamaan)
                         Adapun fungsi tradisi (tradisi keagamaan) antara lain;[8]
1.      Dalam bahasa klise dinyatakan, tradisi (tradisi keagamaan) adalah kebijakan turun menurun, tempatnya didalam kesadaran, keyakinan norma dan nilai yang kita anut kini serta dalam benda yang diciptakan di masa lalu. Tradisi (tradisi keagamaan) pun menyediakan fragmen warisan historis yang kita pandang bermanfaat. Tradisi-tradisi keagamaan seperti gagasan dan material yang dapat digunakan orang dalam tindakan kini dan untuk membangun masa depan berdasarkan pengalaman masa lalu. Tradisi menyediakan cetak biru untuk bertindak. Dalam arti ia menyediakan mereka (orang) blok bangunan yang sudah siap untuk membentuk dunia mereka.
2.      Memberikan legitimasi terhadap pandangan hidup, keyakinan, pranata dan aturan semuanya itu memerlukan pembenaran agar dapat mengikat anggotanya.
3.      Menyediakan simbol identitas kolektif yang meyakinkan, memperkuat loyalitas primordial terhadap bangsa, komunitas dan kelompok.
4.      Membantu menyediakan tempat pelarian dan keluhan, ketidak puasan dan kekecewaan modern. Tradisi (tradisi keagamaan) yang mengesankan masa lalu yang lebih bahagia menyediakan sumber pengganti kebanggaan bila masyarakat dalam masa krisis.

C.   Pengertian Kebudayaan
                   Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah yang merupakan bentuk jamak kata “buddhi” yang berarti budi dan akal. Kebudayaan diadakan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal. Adapun istilah culture yang merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya dengan kebudayaan, berasal dari bahasa Latin colere. Artinya mengolah atau mengerjakan, yaitu mengolah tanah bertani. Dari asal arti tersebut yaitu colere kemudian culture, diartikan sebagai daya dan kegiatan manusia untuk mengubah dan mengolah alam.[9]
                         Adapun beberapa ahli merumuskan kebudayaan antara lain;[10]
1.   E. B Tylor (1871)
      Menurut E.B Tylor, kebudayaan adalah komplek yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat, istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
2.   Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi
      Menurut tokoh ini, kebudayaan sebagai suatu hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
-        Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebedaan atau masyarakat.
-        Kasa meliputi jiwa manusia mewujudkan segaa kaidah dan nilai-nilai sosial yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan dalam arti yang kuat, didalamnya termasuk agama ideologi, kebatinan, kesenian, dan semua unsur yang merupakan hasil ekspresi jiwa manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat.
-        Cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berfikir orang-orang yang hidup bermasyarakat yang antara lain menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan cipta bisa terwujud murni, maupun yang telah disusun untuk berlangsung diamalkan dalam kehidupan masyarakat.

D.  Fungsi Kebudayaan
               Fungsi kebudayaan sangat besar bagi manusia dan masyarakat:[11]
1.      Manusia dan masyarakat memerlukan kepuasan, baik di bidang spiritual maupun materiil. Kebutuhan ini sebagian besar dipenuhi oleh kebudayaan yang bersumber pada masyarakat itu sendiri.
2.      Hasil karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan mempunyai kegunaan utama di dalam melindungi masyarakat terhadap lingkungan dalamnya.
3.      Karsa masyarakat mewujudkan norma dan nilai-nilai sosial yang sangat perlu untuk mengadakan tata tertib dalam pergaulan kemasyarakatan. Jadi fungsi kebudayaan disini agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, menentukan  sikapnya kalau berhubungan dengan orang lain.

II.  Tradisi Keagamaan dan Sikap Keagamaan[12]
                   Tradisi keagamaan pada dasarnya merupakan pranata keagamaan yang sudah baku oleh masyarajkat pendukungnya. Dengan demikian tradisi keagamaan sudah merupakan kerangka acuan norma dalam kehidupan perilakumasyarakat. Dan tradisi keagamaan sebagai pranata primer dari kebudayaan memang sulit untuk berubah karena keberadaannya didukung oleh bahwa pranata tersebut menyangkut kehormatan, harga diri dan jati diri masyarakat pendukungnya.
                   Para ahli antropologi membagi kebudayaan dalam bentuk dan isi. Menurut Koentjaraningrat bentuk kebudayaan terdiri atas;
1.       Sistem kebudayaan (cultural system)
Sistem kebudayaan berbentuk gagasan, pikiran, konsep, nilai-nilai budaya, norma-norma, pandangan-pandangan yang bentuknya abstrak serta berada dalam pikiran para pemangku kebudayaan yang bersangkutan.
2.       Sistem sosial (social system)
Sistem sosial berwujud aktifitas, tingkah laku, prilaku, upacara-upacara ritual-ritual yang wujudnya lebih konkret. Sistem sosial adaah bentuk kebudayaan dalam wujud yang telah konkret dan dapat diamati.
3.       Benda-benda budaya (material system)
Benda-benda budaya atau kebudayaan fisik atau kebudayaan material merupakan hasil tingkah laku dan karya pemangku kebudayaan yang bersangkutan.
             Adapun isi kebudayaan menurut Koentharaningrat terdiri atas tujuh unsur, yaitu; bahasa, sistem pengetahuan religi dan kesenian. Dengan demikian dilihat dari bentuk dan isi. Kebudayaan merupakan lingkungan yang terbentuk oleh norma-norma dan nilai-nilai yang dipelihara oleh masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai dan norma-norma menjadi pedoman hidup itu berkembang dalam berbagai kebutuhan masyarakat, sehingga terbentuk dalam suatu sistem sosial. Contohnya; sistem ini selanjutnya terwujud pula benda-benda kebudayaan dan bentuk benda fisik. Contohnya adalah penyebaran agama, kenusantara yang sampai saat ini mempengaruhi sikap keagamaan masyarakat Indonesia. Khususnya pengaruh tradisi keagamaan masa lalu ikit mempengaruhi sikap keagamaan masyarakat.
             Menurut Robert Monk hubungan antara sikap keagamaan dan tradisi keagamaan adalah sikap keagamaan perorangan dalam masyarakat yang  menganur suatu keyakinan agama merupakan unsur penopang bagi terbentuknya tradisi keagamaan. Tradisi keagamaan menurut Monk menunjukan kepada kompleksitas pola-pola tingkah laku (sikap-sikap kepercayaan atau keyakinan yang berfungsi untuk menolak atau menanti suatu nilai penting (nilai-nilai) oleh sekelompok orang yang dipelihara dan diteruskan secara berkesinambungan selama periode-periode tertentu.
             Tradisi keagamaan dan sikap keagamaan saling mempengaruhi sikap-sikap keagamaan sebagai lingkungan kehidupan turut memberi nbilai-nilai, norma-norma tingkah-laku keagamaan kepada sesamanya. Dengan demikian tradisi keagamaan memberi pengaruh dalam membentuk pengalaman dan kesadaran agama. Sehingga terbentuk daam sikap keagamaan pada diri seseorang yang hidup dalam lingkungan tradisi keagamaan tertentu.
             Sikap keagamaan yang terbentuk oleh tradisi keagamaan merupakan bagian dari pernyataan jati diri seseorang dalam kaitan dengan agama yang dianutnya. Sikap keagamaan ini akan ikut mempengaruhi cara berfikir, cita, rasa atau penilaian seseorang terhadap segaa sesuatu yang berkaitan dengan agama. Tradisi keagamaan daam pandangannya. Robert C Monk memiliki dua fungsi utama. Pertama adalah sebagai kekuatan yang mampu membuat kesetabilan dan keterpaduan masyarakat maupun individu. Kedua, tradisi keagamaan berfungsi sebagai agen perubahan dalam masyarakat atau individu.

III. Kebudayaan Dalam Era Globalisasi dan Pengaruhnya Terhadap Jiwa Keagamaan
A.   Pengertian Globalisasi
                   Makna globalisai menurut Anthoy Giddens dijelaskan sebagai intensifikasi relasi sosial di seluruh dunia yang menghubungan lokalitas yang berjauhan sehingga kejadian lokal dibentuk oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi dibelahan dunia lain.[13]
                   Menurut Akbar S. Ahmad dan Hasting Donnan makna globalisasi diberi batasan yaitu pada prinsipnya mengacu pada perkembangan-perkembangan yang cepat daam teknologi komunikasi, transformasi, informasi yang bisa membawa bagian-bagian dunia yang jauh (menjadi hal-hal) yang bisa dijangkau dengan mudah.[14]
                   Istilah globalisasi sering digunakan untuk mengembangkan penyebaran dan keterkaitan produksi, komunikasi, dan teknologi seluruh dunia. Penyebaran ini melibatkan kompleksitas kegiatan ekonomi dan budaya. Adapun tema kunci dalam wawancara dan pengalaman globalisasi adalah;[15]
1.       Delokalisi dan lokalisasi
2.       Inovasi teknologi informasi
3.       Kebangkitan korporasi multinasional
4.       Privatisasi dan pembentukan pasar bebas.

B.   Kebudayaan Dan Era Globalisasi Dan Pengaruhnya Terhadap Jiwa Keagamaan
                   Secara fenomena kebudayaan dalam era globaisasi mengarah kepada nilai-nilai sekuler yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa keagamaan, khususnya dikalangan generasi muda. Meskipun dalam sisi tertentukehidupan tradisi keagamaan tampak meningkat dalam kesemarakannya namun dalam kehidupan masyarakat global yang cenderung sekuer barangkali akan ada pengaruhnya terhadap pertumbuhan jiwa keagamaan para generasi muda. Paling tidak terdapat kecenderungan yang tampak. Pertama, muncul sikap toleransi yang tinggi terhadap perbedaan agama, dikaangan kelompok moderat. Kedua, munculnya sikap fanatic keagamaan yang muncul pada kelompok fundamental.
                   Kedua kecenderungan tersebut menurut pendekatan psikologis berisi ciri-ciri kepribadian yang ditampilkn kelompok introvert dan ekstrovert. Gejala kejiwaan yang dimiliki orang-orang introvert lebih tertutup terhadap perubahan yang terjadi, sedangkan ekstrovert lebih bersikap terbuka dan mudah menerima. Tetapi yang jelas era globalisasi dipandang dari sudut teknologi adalah era modernisasi puncak bagi peradaban manusia.
                   Era globalisasi memberikan perubahan besar pada tatanan dunia secara menyeluruh dan perubahan itu dihadapi bersama sebagai suatu perubahan yang wajar. Sebab mau tidak mau siap tidak siap perubahan diperkirakan bakal terjadi. Dikala manusia dihadapkan pada malapetaka sebagai dampak perkembangan dan kemajuan modernisasi dan perkembangan teknologi itu sendiri.
                   Dalam kondisi seperti itu barangkali manusia mengalami konflik batin secara besar-besaran. Konflik tersebut sebagai dampak ketidak seimbangan antara kemampuan iptek yang menghasilkan kebudayaan materi yang kosongan ruhani. Kegoncangan batin ini barangkali akan mempengaruhi kehidupan psikologi manusia. Pada kondisi ini manusia akan mencari ketentraman batin antara lain agama.
                   Era global bertepatan dengan millennium III ditandai dengan kemajuan iptek terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi. Serta terjadinya lintas budaya. Selain itu dampak dan mobilitas manusia semakin tinggi menyebabkan apa yang terjadi disuatu tempat diwilayah tertentu dengan mudah dan cepat tersebar dan diketahui masyarakat dunia hampir tak ada yang tersembunyi. Pengaruh ini ikut malahirkan pandangan yang serba boleh (perssiviness) apa yang sebelumnya dianggap tabu, seanjutnya dapat diterima.
                   Sementara itu nilai-nilai tradisional mengalami pengerusan mulai kehilangan pegangan hidup yang bersumber dari tradisi masyarakat, termasuk kedalam sistem nilai yang bersumber dari ajaran agama. Dipihak lain manusia juga dihadapkan pada upaya untuk mempertahankan sistem nilai yang mereka anut sementara itu era global menawarkan alternatif baru (kekaguman dari hasil rekayasa iptek) yang menawarkan kenikmatan duniawi. Hal ini menimbulkan keraguan dan kecemasan kemanusiaan (human anxiety) adapun kemungkinan yang terjadi pada manusia adalah; pertama, mereka yang tidak ikut larut alam pengaguman yang berlebihan terhadap teknologi dan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai kegamaan, kemungkinan akan lebih meyakini kebenaran agama. Kedua, golongan yang longgar dari nilai-nilai ajaran agama akan kekosongan jiwa. Golongan kedua ini di era global akan diperkirakan memuncukan tiga kecenderungan agama, yaitu;
1.       Kecenderungan berupa arus kembali ke tradisi agama yang liberal
2.       Kecenderungan ke tradisi keagamaan pada aspek mistis
3.       Kecenderungan munculnya gerakan sempalan yang mengatas namakan agama.
             Gerakan yang dilakukan golongan ini, pada hakikatnya merupakan tindakan kompensatif. Mereka mengalami kesendirian kekosongan nilai-nilai ruhaniyah. Dalam kondisi kesendirian kekosongan itu terasa menyakitkan hingga mereka merasa perlu mengajak orang lain secara bersama sama larut dalam upacara yang mereka rekayasa.
             Sebagai umat beragama, khususnya umat Islam dalam era globalisasi hendaknya;[16]
1.       Menumbuhkan kesadaran tentang tujuan hidup menurut agama baik sebagai hamba Allah maupun sebagai khalalifah Allah. Tetap dalam kontek mengabdi kepada Allah dan berusaha memperoleh ridhanya dan keselamatan di dunia dan akhirat. Disini peran iman dan taqwa sangat penting hidup di era gobalisasi.
2.       Menumbuhkan kesadaaran dalam bertanggungjawab karena kita akan mempertanggungjawabkan apa yang diperbuat di dunia, baik formalitas administratif sesuai yang ada di dunia sendiri maupun hakiki menurut yang mempunyai konsekuensi akhirat kelak. Ketika kita menceburkan diri dalam kehidupan globalisasi amka kita juga selalu sadar akan tanggung jawab terhadap apa yang kita perbuat.


BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
             Tradisi keagamaan sebagai pranata primer dari kebudayaan memang sulit berubah, karena pranata tersebut disadari sebagai suatu yang penting, karena menyangkut kehormatan, harga diri, dan jati diri masyarakat pendukungnya. Adapun hubungan antara tradisi tersebut dan sikap keagamaan adalah tradisi keagamaan memberi pengaruh dalam membentuk pengalaman dan kesadaran agama sehingga terbentuk dalam sikap keagamaan pada diri seseorang yang hidup dalam kehidupan tradisi keagamaan tertentu.
             Istilah globalisasi sering digunakan untuk menggambarkan penyebaran dan keterkaitan produksi, komunikasi dan teknologi diseluruh dunia. Penyebaran itu menunjukkan kompleksitas kegiatan ekonomi dan budaya. Adapun pengaruh kebudayaan dalam era gobalisasi terhadap jiwa keagamaanadalah apabila tidak terjadi ketidak seimbangan antara kemajuan iptek dengan kemampuan individu yang beragama daam mengahasilkan kebudayaan terutama kebudayaan materi. Maka individu tersebut akan mengalami kekosongan rohani dan kegoncangan batin. Hal ini mempengaruhi kehidupan psikologisnya sehingga ia akan memerlukan agama. Adapun kemungkinan yang dapat dimungkinkan pada orang tersebut antara lain;
1.     Menyakini kebenaran agamannya
2.     Golongan yang longgar terhadap nilai-nilai ajaran agama, yang meliputi
a.       Orang yang cenderung kembali ke tradisi keagamaan yang liberal
b.       Orang yang cenderung kembali kedalam tradisi keagamaan yang mistis
c.       Orang yang cenderung memunculkan gerakan sempalan yang mengatas namakan agama.

DAFTAR PUSTAKA

----------- . Pendidikan Manusia Indonesia, Tonny D. Widiastono (ed.),  Jakarta: Kompas, 2004
Azizy, A. Qodry, Melawan Globalisasi Reinterpretasi Ajaran Islam (Persiapan SDM Yang Terciptanya Masyarakat Madani), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004
Jaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005
Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000
Sztompka, Piotr , Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta: Prenada, 2007



[1] Jaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 195
[2] Ibid., hal. 198
[3] Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial, (Jakarta: Prenada, 2007), hal. 70
[4] Ibid., hal. 71
[5] Ibid., hal. 70
[6] Jaluddin, Psikologi Agama…, hal. 195-197
[7] Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan…, hal. 72
[8] Ibid., hal. 74-76
[9] Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), hal. 188
[10] Ibid., hal. 188-189
[11] Ibid., hal. 194-195
[12] Jaluddin, Psikologi Agama…, hal. 198-203
[13]  ----------- , Pendidikan Manusia Indonesia, Tonny D. Widiastono (ed.),  (Jakarta: Kompas, 2004), hal. 218
[14] A. Qodri Azizy, Melawan Globalisasi Reinterpretasi Ajaran Islam (Persiapan SDM Yang Terciptanya Masyarakat Madani), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal. 19
[15] ----------- , Pendidikan Manusia…, hal. 218-221
[16] A. Qodri Azizy, Melawan Globalisasi…, hal. 32-33

1 komentar:

  1. Hai kak
    Terimakasih ya ilmunya
    Saya izin mengambil beberapa materinya

    BalasHapus

Komentar baik menunjukkan pribadimu !

Bottom Ad [Post Page]