Full width home advertisement

Travel the world

Climb the mountains

Post Page Advertisement [Top]


Oleh: Afiful Ikhwan*

A.  Perkembangan Islam
Di dalam perkembangan kebudayaan dan peradaban Islam, tujuan akhir dari berbagai keilmuan harus dilihat dan didasarkan pada al-Qur’an al-Karim, kitab suci umat Islam. Pada dasarnya, kebudayaan Islam dengan arsitektur Islam sebagai salah satu bagiannya, merupakan “budaya Qur’ani”. Karenanya, baik definisi, struktur, tujuan maupun metode untuk mencapai tujuan tersebut secara keseluruhan diambil darinya.
Dari al-Qur’an yang menjadi tuntunan, panduan hidup dan sumber keilmuan bagi umat Nabi Muhammad ini, seorang muslim tidak hanya mengambil pengetahuan mengenai Realitas Ultima. Secara mendasar, prinsip-prinsip yang diambil dari al-Qur’an juga mencakup tentang alam, manusia, dan makhluk hidup lainnya. Berbagai ilmu pengetahuan juga tercantum dalam al-Qur’an, baik secara implisit maupun eksplisit di berbagai institusi sosial, politik serta ekonomi yang diperlukan untuk menjalankan masyarakat yang sehat, sehingga al-Qur’an diperlukan di setiap pengetahuan dan aktivitas manusia, termasuk juga di bidang keilmuan arsitektur. Di dalam kitab itu, prinsip-prinsip dasar sudah disediakan bagi pembentukan sebuah kebudayaan yang lengkap.[1]
Membangun kembali peradaban Islam dimulai dari pembangunan ilmu pengetahuan Islam karena pada dasarnya peradaban dibangun dari ilmu pengetahuan. Maka yang harus dibangun adalah ilmu pengetahuan Islam. Dengan menguasainya, akan memungkinkan seseorang dapat memberikan respons terhadap masalah kehidupan yang terjadi disekitarnya, dan akan mempengaruhi corak perilaku sebagai respons terhadap apa yang dihadapi.

Ilmu pengetahuan, dari berbagai konsep yang diperoleh seseorang akan membentuk totalitas konsep yang saling terkait dalam satu jaringan struktur berpikir yang disebut architectonic whole atau suatu keseluruhan yang saling berhubungan. Inilah yang melahirkan pandangan hidup (worldview) seseorang. Di samping dipengaruhi oleh ilmu pengetahuannya, terbentuk beberapa saat setelah terjadi saling berhubungan antara berbagai konsep pengetahuan yang telah diperoleh. Pandangan seperti itu juga sering disebut sebagai natural worldview. Pada sisi lain, melalui kerangka konsep ilmiah atau kegiatan keilmuan, diharapkan lahir pengetahuan ilmiah untuk memunculkan pandangan hidup ilmiah (scientific worldview).
Pemosisian ilmu pengetahuan dalam membentuk peradaban suatu bangsa atau agama, menurut Ibnu Khaldun adalah pada peran ilmu pengetahuan tersebut. Peradaban hanya akan terwujud apabila ilmu pengetahuan berkembang. Maju mundurnya peradaban suatu bangsa atau agama tergantung pada maju mundurnya ilmu pangetahuan bangsa dan agama itu.
Keberkembangannya sebagai inti perdaban sangat tergantung pada adanya komunitas yang aktif. Maka suatu peradaban harus dimulai oleh ”suatu komunitas kecil”. Semakin besar dan membesarnya ”komunitas kecil” tersebut akan menjadikan semakin besar dan membesarnya peradaban.
Rambu Peradaban Worldview yang terbentuk dalam pikiran seseorang secara perlahan-lahan dimulai dari akumulasi konsep-konsep yang diterima dan sikap mental yang dikembangkan. Dari keduanya kerangka berpikir dibangun melalui proses alami maupun cara-cara ilmiah. Inilah gambaran proses pertumbuhan pandangan hidup pada umumnya.
Berbeda dari cara tersebut, pandangan hidup Islam tidak termasuk dalam kategori scientific worldview, karena tidak dikembangkan oleh komunitas ilmiah melalui cara ilmiah, namun dibangun berdasar wahyu Allah yang disampaikan dan dijelaskan oleh Nabi Muhammad kepada masyarakat. Oleh Prof Alparslan, ini dinamai dengan quasi-scientific worldview. Meskipun demikian dapat berkembang menjadi scientific worldview setelah dikembangkan oleh Nabi dan para sahabat melalui penjelasan dan perluasan makna wahyu. Bukan dalam arti pematangan sebagaimana ilmu pengetahuan, melainkan lebih merupakan interpretasi dan elaborsasi yang bersifat permanen.
Gradualisasi dan proses pembangunan peradaban Islam bisa dilihat dari periodisasi dan tahapan perkembangan seperti lahirnya pandangan hidup Islam dalam bentuk wahyu, lahirnya struktur ilmu pengetahuan dalam pandangan hidup dan tradisi keilmuan Islam. Periodisasi ini mengacu pada inti persoalan, yakni desiminasi ayat-ayat Alquran yang berlangsung dalam berbagai tahap.
Tahap awal (periode Makkah) adalah tahapan pembentukan pandangan hidup Islam dengan peran Nabi Muhammad yang menyampaikan dan menjelaskan wahyu-wahyu yang diturunkan Allah kepada masyarakat.
Banyak diturunkan ayat yang berkaitan dengan konsep tentang Tuhan dan keimanan, hari akhir, surga - neraka, ilmu, ibadah, dan konsep-konsep dasar Islam yang merupakan elemen penting pembentukan struktur worldview-nya. Periode ini bukan hanya telah memperjelas pandangan hidup Islam tentang dunia yang berbeda dari pra-Islam (jahiliyah) tetapi juga menggantikannya. Contoh konkretnya adalah pandangan tentang kemuliaan dunia yang dalam konsep jahiliyah identik dengan harta dan banyaknya anak, sementara dalam konsep Islam kemuliaan dunia (dan akhirat) karena ketakwaan.
Tahapan berikutnya (periode Madinah), wahyu Allah lebih menyempurnakan yang diturunkan di Makkah. Pada periode ini wahyu disempurnakan ritual peribadatan, sistem hukum yang mengatur individu, keluarga dan masyarakat yang berkaitan dengan kehidupan komunitas muslim, di samping mengembangkan wahyu periode Makkah, dan lebih aplikatif. Pengembangan konsep-konsep worldview Islam ini ke dalam scientific worldview dilakukan setelah periode Makkah dan Madinah.
Banyak sekali wahyu yang menjadi penuntun kehidupan bermasyarakat yang bukan hanya dapat dikembangkan tetapi harus dikembangkan menjadi scientific woldview agar dapat diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat baik dari sisi ilmu maupun agama. Pengembangan ini tidak boleh lepas dari pengembangan nilai wahyu dengan wahyu. Sebagai contoh, Allah menjanjikan kepada manusia yang mau beriman dan bertakwa akan hidup dalam keberkahan. Kepada umat yang mau meyakini kebenaran ajaran Allah dan bertakwa, akan diberi ”kecukupan” dalam hidupnya. Semua itu terdapat dalam Alquran, Surat Al A’raaf: 96.

Artinya :
“ Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, Pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, Maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya “.
Pada sisi lain diingatkan kepada yang berpaling dari (ingat akan) Allah dengan segala sifat-Nya, akan mendapatkan kehidupan yang sempit atau ma’isyatan dhanka. Al Raaghib Al Asfahani dalam ensiklopedi Mu’jam lima’ani al Quran mengartikannya sebagai ma’isyatan dhoyyiqatan atau kehidupan yang sempit. Dalam bahasa sehari-hari bisa disebut sebagai hidup yang serba susah atau krisis. Peringatan ini tertuang dalam Surat Thaaha: 124.
Artinya :
“ Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta ".

Pasti siapa pun akan memilih hidup yang penuh berkah, jauh dari hidup yang susah. Kalau saja setiap manusia sadar konsekuensi dari apa yang diperbuatnya, pasti akan berhati-hati dalam berperilaku. Kalau tiap orang sadar dan mau mengikuti tuntunan hidup dan aturan bermasyarakat yang telah diterimanya, pasti hidupnya akan berjalan sebagaimana yang dikehendaki. Namun dengan justifikasi sebagai makhluk tempat salah dan lupa, maka hidup susah yang dialami sebenarnya merupakan buah dari kekhilafan dan kesalahannya.
Panduan pun diberikan, misalnya dalam Surat Al Hujarat: 9 sampai 13. Pertama, bila terjadi perselisihan dalam hidup bermasyarakat agar ditempuh jalan damai. Kedua, sesama orang mukmin itu bersaudara, maka diperintahkan untuk berdamai dalam kehidupan di antara mereka. Ketiga, terhadap sesama saudara jangan mengolok-olok, (sebab jangan-jangan yang diolok-olok itu ternyata lebih baik dari yang mengolok-olok), jangan mencela, jangan memanggil seseorang dengan nama atau panggilan yang bukan sebenarnya (al qaab, atau laqab adalah nama paraban (Jawa), jangan berprasangka, jangan mencari keburukan atau kesalahan orang lain, jangan menggunjing kepada yang lain.
Nilai wahyu dalam Surat Al Hujarat ini seharusnya menjadi dasar lahirnya worldview yang islami dan melahirkan peradaban mulia dalam pergaulan kemasyarakatan. Namun realitasnya, masyarakat bangsa ini begitu enak melanggarnya. Dan, itu mestinya diyakini menjadi salah satu sumber krisis.
Inilah di antara hal-hal yang diharapkan menjadi pionir pengembangan peradaban Islam yang mampu menjelaskan quasi-scientific worldview ke dalam scientific worldview (dengan tidak terkontaminasi pemikiran lain seperti sekularisasi) untuk mempercepat desiminasi wahyu dan internalisasi nilai-nilai Islam, baik pada masyarakat atau komunitas muslim maupun komunitas lain. [2]

B.  Faktor-Faktor yang Menjadikan Peradaban Islam`Unik`
Pada pertemuan sebelumnya, kita telah berjalan-jalan ke abad pertengahan dan menyaksikan kontradiksi peradaban Barat dan Islam. Kita saksikan bagaimana Eropa hidup di dalam gumpalan kekumuhan yang ekstrim sementara dunia Islam gemerlap dengan kemajuan peradaban yang tidak terbayangkan.
Sekarang marilah kita melakukan kajian tentang faktor-faktor yang lebih jauh menyebabkan kemajuan peradaban Islam itu. Demikian juga kita kenali lebih dalam karakteristik kemajuan peradaban Islam di masa lalu.
Peradaban kita, peradaban Islam, merupakan matarantai dari peradaban-peradaban manusia yang didahului oleh perdaban-peradaban dan akan disusul oleh peradaban-peradaban lain.
1.   Faktor-Faktor yang Menjadikan Peradaban Islam`Unik`
Yang paling menarik perhatian para peneliti terhadap peradaban kita adalah beberapa karakteristik yang membuat peradaban kita menjadi unik, antara lain:
1.      Ber-asas Tauhid
Peradaban kita berpijak pada asas wahdaniah (ketunggalan) yang mutlak dalam aqidah. Peradaban kita adalah peradaban pertama yang menyerukan bahwa Tuhan itu satu dan tidak mempunyai sekutu dalam kekuasaan dan kerajaanNya. Hanya Dia yang disembah dan hanya Dia yang dituju oleh kalimat Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan (Iyyaaka na`budu wa iyyaaka nas ta`iin). Hanya Dia yang memuliakan dan menghinakan, yang memberi dan mengaruniai. Tiada sesuatupun di langit dan di bumi kecuali berada kekuasaan dan pengaturan-Nya.
Ketinggian dalam memahami wahdaniah ini mempunyai pengaruh besar dalam mengangkat martabat manusia, dalam membebaskan rakyat jelata dari kezaliman raja, pejabat, bangsawan dan tokoh agama. Tidak itu saja, tapi wahdaniah ini juga berpengaruh besar dalam meluruskan hubungan antara peguasa dan rakyat, dalam mengarahkan pandangan hanya kepada Allah semata sebagai pencipta mahkluk dan Robb adalah Islam yang hampir membedakannya dari seluruh peradaban baik yang telah berlalu maupun yang akan datang, yakni kebebasannya dari setiap fenomena paganisme (paham keberhalaan) dalam aqidah, hukum, seni, puisi dan sastra. Inilah rahasia yang membuat peradaban Islam berpaling dari penerjemahan mutiara-mutiara sastra Yunani yang paganis (keberhalaan), dan ini pula yang menjadi rahasia mengapa peradaban Islam lemah daam seni-seni pahat dan patung meskipun menonjol dalam seni seni-seni ukir dan desain bangunan. Islam yang menyatakan perang sengit terhadap paganisme (keberhalaan) dan fenomena-fenomenanya yang tidak mengijinkan peradabannya disusupi dengan fenomena-fenomena paganis dan sisa-sisanya terus ada jaman sejarah paling kuno, seperti patung orang-orang besar, orang shalih, nabi maupun penakluk. Patung-patung itu termasuk fenomena paling menonjol dari peradaban-peradaban kuno dan peradaban modern karena tidak satu pun dari peradaban-peradaban itu dalam aqidah wahdaniah (monotisme) mencapai batas yang telah dicapai oleh perdaban Islam.
Kesatuan dalam aqidah ini mencetak setiap asas dan sistem yang dibawa peradaban kita. Ada kesatuan dalam risalah, kesatuan dalam perundang-undangan, kesatuan dalam tujuan-tujuan umum, kesatuan dalam eksitensi universal manusia, dan kesatuan dalam sarana-sarana penghidupan serta model pemikiran. Bahkan para peneliti seni keislaman telah menyaksikan adanya kesatuan gaya dan rasa dalam bentuknya yang beraneka macam. Sepotong gading Andalus, kain tenun Mesir, benda keramik Syria dan benda logam Iran tampak memiliki gaya dan karakter yang sama meskipun bentuk dan hiasannya berbeda.
2.      Kosmopolitanisme
Peradaban Islam bervisi kosmopolitan. Qur`an telah menyatakan kesatuan jenis manusia meskipun berbeda-beda asal-usul keturunan, tempat tinggal dan tanah airnya. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah Ta`ala:
`Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. sesungguhnya orang yang paing mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.`(Al Hujurat 13)

Ketika menyatakan kesatuan manusia yang kosmopolitan di atas jalan kebenaran, kebaikkan dan kemuliaan, Al-Qur`an telah menjadikan peradaban Islam sebagai simpul yang menghimpun semua kejeniusan bangsa-bangsa dan potensi umat yang bernaung di bawah panji-panji peradaban Islam. Setiap peradaban dapat membanggakan tokoh-tokoh jenius hanya dari putera-puteranya yang satu ras dan satu umat tetapi peradaban Islam tidak demikian.
Peradaban Islam dapat membanggakan tokoh-tokoh jenius pembangun istananya dari semua umat dan bangsa. Abu hanifah, Malik, Syaf`i, Ahmad, Al Khalil, sibawaih, Al Kindi, Al Ghazali, Al Farabi, Ibnu Rusyd dan tokoh-tokoh lain semisal mereka adalah manusia dari kebangsaan yang berbeda-beda. Yang satu tinggal di Asia, yang lainya di Afrika, dan yang lainnya lagi di Eropa. Namun tokkoh yang berlainan asal-usul dan tanah airnya adalah lebih dikenal sebagai tokoh-tokoh jenius Islam, ketimbang tokoh dari sebuah negara yang sempit atau bangsa tertentu. Lewat mereka, peradaban Islam mampu mempersembahkan produk pemikiran yang paling mengagumkan.
Bahkan yang lebih menarik lagi, umumnya mereka bukan berkebangsaan Arab dan bukan berasal dari keturunan penduduk gurun pasir tanah Jazirah Arabia. Mereka berasal dari negeri yang sangat jauh dari tanah Mekkah dan Madinah, namun peradaban Islam telah menjadikan mereka hidup dalam sebuah negara kosmopolitan, yaitu Khilafah Islamiyah.
Peradaban Islam tidak mengenal nation yang kecil dan terpecah-pecah. Sebaliknya, peradaban Islam menyatukan umat manusia dari beragam latar belakang ras, bangsa, wilayah geografis, keturunan dan beragam bahasa. Tanpa menghilangkan jati diri dan identitas masing-masing.
3.      Berasas Pada Moral Yang Agung
Peradaban kita menjadikan tempat pertama bagi prinsip-prinsip moral dalam setiap sistem dan berbagai bidang kegiatannya. Peradaban kita tidak pernah lepas dari prinsip-prinsip moral ini. Bahkan moral menjadi ciri khas peradaban Islam.
Islam tidak mengenal penjajahan dan eksplotiasi kekayaan suatu negeri, apalagi menghina dan memperkosa wanita-wanita. Para penyebar Islam ke berbagai negeri justru menjadi guru dalam bidang moral buat setiap negeri yang dimasukinya.
Peradaban Islam sungguh kontras peradaban Barat hari ini yang gencar mengekspor free sex, lesbianisme, homoseksual, hedonisme dan dekadensi moral. Barat mengatakan bahwa perilaku seks sejenis adalah hak asasi manusia dan melegalkannya. Bahkan secara hukum telah meresmikan pasangan laki-laki menikah sejenis untuk membentuk sebuah rumah tangga yang diakui secara hukum.
Presiden Amerika pernah mengumumkan bahwa lebih satu juta dari sekitar enam juta pemuda Amerika yang harus mengikuti wajib militer tidak layak menjadi tentara karena terkena spilis. Dan 30 sampai 40 ribu anak mati karena korban penyakit kotor orang tuanya dalam setiap tahunnya.
Pemerintahan militer Prancis terus menerus kekurangan pemuda-pemuda yang laik menjadi sukarelawan dari segi kesehatan badan. 75 ribu orang tentara yang terpaksa harus diberhentikan dan dimasukkan ke rumah sakit karena mengidap penyakit kotor (spilis).
Kasus kawin cerai para selebriti dan gaya hidup selingkuh di negeri ini tidak lain dari pengaruh gaya hidup barat. Zina dan seks ala binatang adalah diantara pernik-perniknya. Peradaban barat telah melahirkan anak-anak yang tidak pernah tahu siapakah ayah mereka, karena mereka lahir dari rahim wanita-wanita yang terbiasa berzina dengan sejumlah besar laki-laki. Dimana ibu mereka pun lupa dengan siapa saja pernah berzina dan tidak pernah tahu secara pasti benih siapakah yang ada dalam perutnya. Nauzu Billah...
Dan wajar pula bila penyakit AIDS yang mematikan lahir di peradaban mereka.  Peradaban Islam mengajarkan persamaan derajat manusia. Menghormati dan memuliakan wanita serta menempatkan pada posisi yang sangat penting. Mengharamkan protitusi baik resmi maupun terselubung. Mengharamkan zina dan perselingkuhan.
4.      Menyatukan Agama dan Negara
Umumnya peradaban yang dikenal manusia memisahkan antara agama dengan negara. Seakan keduanya adalah dua sisi yang tidak bisa bertemu.
Namun peradaban Islam mampu menciptakan tatanan negara dengan berpijak pada prinsip-pinsip kebenaran dan keadilan, bersandar pada agama dan aqidah tanpa menghambat kemajuan negara dan kesinambungan peradaban. Dalam peradaban Islam bahkan agama merupakan salah satu faktor terbesar kemajuan dalam bernegara. Maka, dari dinding masjid di bagdad, Damaskus, Kairo, Cordoba, dan Granada memancarlah sinar-sinar ilmu ke segenap penjuru dunia.
Peradaban Islamlah satu-satunya peradaban yang tidak memisahkan agama dari negara, sekaligus selamat dari setiap tragedi percampuran antara keduanya sebagaimana yang dialami Eropa pada abad-abad pertengahan. Kepala negara adalah khalifah dan amir bagi orang-orang mukmin, tetpi kekuasaan disisinya adalah untuk kebenaran. Adapun pembuatan undang-undang diserahkan kepada pakar-pakarnya Setiap kelompok ulama (ilmuwan) mempunyai spesialisai sendiri-sendiri, dan semua sama di hadapan undang-undang keutamaan yang satu atas yang lainnya ditentukan oleh taqwa dan pengabdian umum kepada manusia, sebagaimana yang pernah di ucapkan Rasulullah Saw megenai keadilan dalam perundang-undangan ini. Beliau berkata,
`Demi Allah, andaikata Fatimah, putri Muhammad mencuri, pasti Muhammad memotong tangannya.`(HR.Bukhari dan Muslim)

Rasulullah juga bersabda:
`Semua makhluk adalah keluarga besar Allah, maka orang yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat bagi keluarga besarNya.`(HR. Al Bazzar)
Inilah agama yang menjadi alas pijak peradaban kita. Di dalamnya tidak ada keistimewaan atau kekhususan untuk seorang pemimpin, tokoh agama, bangsawan maupun hartawan. Perhatikanlah firman Allah yang diturunkanNya kepada Rasulullah Saw:
`Katakanlah (Muhammad):`Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu,...`(Al Kahfi 110)
5.      Toleransi Yang Mulia
Peradaban kita mempunyai toleransi keagamaan yang mengagumkan, yang tidak pernah dikenal oleh peradaban lain yang juga berpijak kepada agama. Orang yang tidak percaya kepada semua agama atau Tuhan tidak tampak aneh jika ia memandang semua agama berdasarkan pengertian yang sama serta memperlakukan pemeluk-pemeluknya dengan ukuran yang sejajar.
Tetapi pemeluk agama yang meyakini bahwa agamanya benar dan aqidahnya paling lurus dan syah, kemudian dia diberi kesempatan untuk memanggul senjata, dan meduduki kursi pengadilan dan kesempatan itu tidak membuatnya zalim atau menyimpang dari garis-garis keadilan, atau tidak menjadikan dia memaksa manusia untuk mengikuti agamanya, maka orang semacam ini sungguh sangat aneh ada dalam sejarah.

Apalagi jika dalam sejarah ada peradaban yang berpijak pada agama dan menegakkan fenomena-fenomenanya di atas prinsip-prinsip agama itu, lalu ia pun dikenal sejarah sebagai peradaban yang paling kuat toleransinya, keadilannya, kasih sayangnya dan kemanusiaannya.
1.      Setiap peradaban mengandung dua unsur yaitu unsur moral spiritual dan unsur material.
Mengenai unsur material, tdak di ragukan lagi. Setiap peradaban yang datang kemudian mengungguli peradaban sebelumnya. Itu adalah sunnatullah dalam perkembangan kehidupan dan sarana-sarananya. Sia-sia apabila kita menuntut peradaban terdahulu dengan kemajuan yang dicapai peradaban berikutnya. Andaikata ini boleh, maka tentu kita pun boleh pula mencemooh setiap peradaban yang mendahului peradaban kita lantaran kemajuan yang diciptakan oleh peradaban kita berupa sarana-sarana kehidupan dan fenomena-fenomena peradaban yang belum pernah dikenal sama sekali oleh peradaban-peradaban terdahulu. Maka, unsur material dalam peradaban-peradaban selamanya tidak bisa dijadikan dasar untuk saling mengakui kelebihan dan keutamaan peradabannya diantara yang satu dengan yang lain.
Adapun unsur moral spiritual adalah unsur yang mengekalkan peradaban-peradaban dan menjadi sarana untuk menaikkan risalah membahagiakan manusia dan menjauhkannya dari penderitaan dan momok yang menakkutkan. Di bidang ini peradaban kita telah mengungguli setiap peradaban dan mencapai batas yang tak ada bandingannya dalam masa sejarah manapun. Cukuplah peradaban kita kekal dengan hal ini.
Tujuan peradaban sebenarnya untuk mendekatkan manusia ke puncak kebahagiaan, dan peradaban kita telah berbuat untuk itu selama ini tidak pernah diperbuat oleh sebuah peradaban manapun baik di Timur maupun Barat.
2.      Peradaban tidak bisa dibandingkan satu dengan yang lainnya dari ukuran material atau dengan hitungan jumlah dan luas, atau dengan kemewahan material dalam penghidupan, makanan dan minuman, tetapi peradaban harus dibandingkan menurut pengaruh-pengaruh yang ditinggalkannya dalam sejarah kemanusiaan. Dalam hal ini kedudukan peradaban sama dengan kedudukan peperangan yang tidak bisa dibandingkan satu sama lain berdasarkan luasnya medan atau hitungan jumlah. Peperangan yang sangat menentukan dalam sejarah kuno dan pertengahan jika dibandingkan dengan perang Dunia II dari segi jumlah pasukan dan sarana-sarana perang tentu tak ada artinya. Namun, peperangan itu tetap dianggap mempunyai nilai lebih dalam sejarah karena mempunyai pengaruh-pengaruh yang jauh.
Dalam perang Kani, dimana panglima Carthagi yang tersohor, Hannibal berhasil menghancurkan pasukan Romawi, sampai sekarang masih merupakan salah satu pertempuran yang diajarkan di sekolah-sekolah militer di Eropa. Pertempuran Khalid bin Walid dalam penaklukan Irak dan Syria masih menjadi objek kajian dan kekaguman militer-militer Barat, sedangkan bagi kita itu merupakan lembaran-lembaran emas dalam sejarah penaklukan-penaklukan dalam peradaban kita. Berlalunya perang Kani, perang Badar, perang Qadisiah atau perang Hittin tidak mengubah pandangan bahwa perang-perang itu adalah perang-perang yang menentukan dalam sejarah.[3]

DAFTAR PUSTAKA

Dr. Mustafa As-Siba’i, Peradaban Islam, Jakarta, t.p, t.t.
Auliya Yahya, Arsitektur Islam, Seni Ruang dalam Peradaban Islam, http://auliayahya.wordpress.com/2008/11/04/arsitektur-islam-seni-ruang-dalam-peradaban-islam/,diakses pada 03 November 2011


[1] http://auliayahya.wordpress.com/2008/11/04/arsitektur-islam-seni-ruang-dalam-peradaban-islam/
[2] http://artikel-media.blogspot.com/2009/12/wacana-21-desember-2009-inspirasi.html
[3] Dr. Mustafa As-Siba’i, Peradaban Islam…, hal. 23

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar baik menunjukkan pribadimu !

Bottom Ad [Post Page]