BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masyarakat dunia, dari waktu ke waktu mengalami perubahan dalam segala
aspeknya. Berbagai penemuan dan pengembangan di bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi, menyebabkan jarak / gap antar masyarakat di dunia, semakin
menyempit. Globalisasi pun menjadi sebuah fenomena tak terhindarkan.
Salah satu bidang yang mengalami “lompatan besar” dalam kehidupan
masyarakat , adalah bidang pendidikan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sangat terasa dampaknya ,
sekaligus juga menimbulkan efek berantai yang sangat besar dalam perubahan
masyarakat.
Dampak perubahan di bidang
pendidikan khususnya pendidikan Islam terhadap masyarakat, terasa sangat besar
dan panjang, mengingat pendidikan menyentuh langsung persoalan-persoalan sumber
daya manusia (SDM). Apalagi jika dikaitkan dengan pembangunan masyarakat /
bangsa secara keseluruhan , dimana pendidikan menjadi bagian penting dalam “character building” dan “nation building”.
Pentingnya pendidikan dalam
konteks pembangunan suatu bangsa, pada akhirnya menyebabkan hampir semua bangsa
di dunia meletakan pendidikan sebagai prioritas dan titik perhatian. Anggaran
pendidikan pun di munculkan dalam jumlah yang cukup besar. Di Indonesia
misalnya, anggaran pendidikan mencapai 20 persen dari APBN yang ada, walaupun
dalam realisasinya, angka sebesar itu belum benar-benar terpenuhi.
Pembangunan bidang pendidikan, kemudian akan bersentuhan langsung pada persoalan paling prinsip, yakni ke-bermutuan pendidikan itu sendiri. Artinya, bahwa untuk mampu mencapai tujuan-tujuan suatu bangsa, maka pendidikan harus dilaksanakan secara bermutu / berkualitas.
Pembangunan bidang pendidikan, kemudian akan bersentuhan langsung pada persoalan paling prinsip, yakni ke-bermutuan pendidikan itu sendiri. Artinya, bahwa untuk mampu mencapai tujuan-tujuan suatu bangsa, maka pendidikan harus dilaksanakan secara bermutu / berkualitas.
Dalam konteks inilah, kemudian
ke-bermutuan pendidikan Islam akan terkait dengan beberapa hal, yaitu : efektifitas,
efisiensi dan akuntabilitas. Persoalan kemudian adalah, apa sesungguhnya yang
dimaksud dengan pendidikan yang bermutu itu ? Faktor-faktor apa saja yang
berpengaruh terhadap pendidikan yang bermutu? Apakah pendidikan yang
dilaksanakan di lingkungan kita sudah bermutu? dan banyak lagi
persoalan-persoalan lainnya yang membutuhkan jawaban.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pendidikan yang
berkualitas itu ?
2. Faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi mutu pendidikan ?
3. Bagaimana tingkat
produktivitas penyelenggaraan pendidikan di sekolah ?
C.
Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui bagaimana pendidikan
yang berkualitas itu
2. Untuk mengetahui faktor-faktor
apa saja yang mempengaruhi mutu pendidikan
3. Untuk mengetahui bagaimana
tingkat produktivitas penyelenggaraan pendidikan di sekolah
D. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan, makalah ini disusun dengan seistematika
sebagai berikut :
Bab I: Pendahuluan, yang berisi latar belakang /
dasar
pemikiran, perumusan masalah dan sistematika pemulisan.
pemikiran, perumusan masalah dan sistematika pemulisan.
Bab II: Pembahasan, berkaitan dengan pengertian
dan upaya-upa
meningkatkan produktivitas.
meningkatkan produktivitas.
Bab III: Kesimpulan, berisi kesimpunan berkaitan
dengan materi
yang dibahas.
yang dibahas.
BAB II
PEMBAHASAN
PRODUKTIVITAS PENDIDIKAN ISLAM
A.
Pendahuluan
Produktivitas pendidikan
menjadi harapan semua elemen dalam organisasi pendidikan. Produktivitas
pendidikan, bagaimanapun juga dalam prosesnya ditentukan oleh produktivitas
keputusan. Pendidikan yang produktif diwujudkan oleh keputusan yang produktif
juga. Tidak ada produktivitas tanpa keputusan. Semakin produktif suatu
keputusan semakin memungkinkan produktivitas pendidikan dalam suatu lembaga
pendidikan. Semakin jarang
suatu keputusan diambil, maka makin mengurangi produktivitas pendidikan.
Produktivitas
pendidikan ini menunjukkan bukan hanya sebagai pertanda bahwa unit-unit
organisasi telah berjalan, teapi lebih dari itu, berarti telah terjadi
maksimalisasi kerja dalam suatu organisasi. Maksimalisasi kerja ini diwujudkan
dengan sikap meningkatkan kinerja, menyempurnakan cara kerja, mengawal target
yang ditetapkan, melakukan penghematan baik waktu, biaya maupun tenaga, serta
sikap-sikap kreatif –dinamis-konstruktif lainnya.
Kita menyadari dalam dinamika
dan peradaban global saat ini, lembaga pendidikan Islam menghadapi tantangan
yang sangat berat. Salah satu tantangan tersebut yakni bahwa masyarakat mulai
terbelenggu dengan pandangan positivisme, materialisme, dan kapitalisme
sehingga segala sesuatu yang tidak memberikan faedah, keuntungan, dan peluang
akan ditinggalkan. Bertolak dari pandangan di atas bahwa lembaga pendidikan
Islam dianggap marginal oleh masyarakat memang cukup beralasan. Masyarakat
menganggap lembaga pendidikan Islam tidak profesional, tidak berkualitas, NEM
dibawah rata–rata, out put tidak mampu berkompetisi dengan yang lain, dan bahkan
dianggap manajemen madrasah amburadul.
Hal ini diperkuat pandangan
bahwa kelemahan sistem pendidikan Islam, yakni (1) mementingkan materi di atas
metodologi, (2) mementingkan memori diatas analisis dan dialog, (3)
mementingkan pikiran vertikal diatas literal, (4) mementingkan penguatan pada
“otak kiri” diatas “otak kanan”, (5) materi pelajaran agama yang diberikan
masih bersifat tradisional, belum menyentuh aspek rasional, (6) penekanan yang
berlebihan pada ilmu sebagai produk final, bukan pada proses metodologinya, dan
(7) mementingkan orientasi “memiliki” di atas “menjadi”.[1]
Pandangan ini, dapat terbukti
di lapangan bahwa lembaga pendidikan Islam yang ada di lapangan (misalnya:
Tulungagung, Blitar, Kediri, Trenggalek, Pacitan, Ponorogo, Madiun, Malang, dan
bahkan hampir seluruh lembaga pendidikan Islam yang ada di Indonesia) terutama
madrasah swasta tidak mampu memberikan pembaharuan dan pencerahan bagi
pendidikan Islam, akibat mendirikan madrasah yang hanya mementingkan kuantitas
bukan kualitas. Begitu juga keberadaan Madrasah-Madrasah swasta sebagian besar
mengalami nasib yang sama, yakni keberadaannya la yamutu wala yahya/wujuduhu kaadamihi, dapat dibilang hidup segan
mati tak mau.
Maka perlu dikerahkan semua
pikiran, tenaga dan strategi untuk bisa mewujudkan mutu dalam lembaga
pendidikan termasuk lembaga pendidikan Islam agar punya daya saing dengan
lembaga pendidikan umum. Mutu pendidikan yang dimaksudkan di sini adalah
kemampuan lembaga pendidikan Islam dalam mendayagunakan sumber-sumber pendidikan
untuk meningkatkan kemampuan belajar se-optimal mungkin. Dalam konteks
pendidikan, menurut Departemen Pendidikan Nasional sebagaimana dikutip Mulyasa,
pengertian mutu mencakup input, proses dan output pendidikan.
Dewasa ini semua lembaga
pendidikan berorientasi pada mutu. Lembaga pendidikan dikatakan ‘bermutu’ jika
input, proses dan hasilnya dapat memenuhi persyaratan yang dituntut oleh
pengguna jasa pendidikan. Bila performance-nya dapat melebihi persyaratan yang
dituntut oleh stakeholder (user) maka
dikatakan unggul. Lantaran tuntutan persayaratan yang dikehendaki para pengguna
jasa terus berubah dan berkembang kualitasnya, maka pengertian mutu juga
bersifat dinamis, terus berkembang dan terus berada dalam persaingan yang terus
menerus yang juga mempengaruhi produktivitas Pendidikan Islam itu sendiri.
Sehubungan dengan hal
tersebut, keberhasilan dalam produktif atau tidaknya lembaga pendidikan Islam
tersebut bisa dilihat dari tiga indikator yaitu efisiensi, efektifitas, dan
produktivitas. Tiga indikator tersebut saling berkaitan satu dengan lainnya,
walaupun pada tataran praktik masing-masing bisa berdiri sendiri-sendiri .Untuk
bisa dideteksi sejak dini sejauh mana produktif atau tidaknya lembaga
pendidikan Islam tersebut, maka ketiga indikator (efisiensi, efektifitas, dan
produktivitas) dalam manajemen peningkatan mutu harus sejak awal ditetapkan.
Sehingga kekurangan atau kelemahan yang muncul dapat diperbaiki dan
kelebihannya dapat dipertahankan.
B.
Pengertian
1. Produktivitas
a. Secara umum, produktifitas
berarti “keinginan” dan upaya manusia
untuk selalu meningkatkat kualitas kehidupan di segala bidang.
untuk selalu meningkatkat kualitas kehidupan di segala bidang.
b. Secara filosofis,
produktivitas adalah sikap mental yang berpandangan
bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin,
sedangkan hari esok harus lebih baik dari hari ini
bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin,
sedangkan hari esok harus lebih baik dari hari ini
c. Secara teknis, produktivitas
merupakan perbandingan antara output
dan input (Dewan Produktivitas Nasional , 1983)
dan input (Dewan Produktivitas Nasional , 1983)
2. Efektifitas
Efektifitas
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), dikemukakan bahwa efektif berarti
ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya) manjur dan mujarab, dapat
membawa hasil. Sondang P. Siagian (2001 : 24) memberikan definisi sebagai
berikut : “Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana
dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk
menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas
menunjukan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah
ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi
efektivitasnya.
Sementara itu Abdurahmat (2003:92) “Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasaranadalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah pekerjaan tepat pada waktunya.
Roulette (1999:1) mendefinisikan efektivitas adalah dengan melakukan hal yang benar pada saat yang tepat untuk jangka waktu yang panjang, baik pada organisasi tersebut dan pelanggan. Selanjutnya Hodge (1984:299) menguraikan bahwa efektivitas sebagai ukuran suksesnya organisasi didefinisikan sebagai kemampuan organisasi untuk mencapai segala keperluannya. Ini berarti bahwa organisasi mampu menyusun dan mengorganisasikan sumber daya untuk mencapai tujuan.
Pengertian efektifitas secara umum menunjukan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Hal tersebut sesuai dengan pengertian efektifitas menurut Hidayat (1986) yang menjelaskan bahwa : “Efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi efektifitasnya”.
Sementara itu Abdurahmat (2003:92) “Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasaranadalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah pekerjaan tepat pada waktunya.
Roulette (1999:1) mendefinisikan efektivitas adalah dengan melakukan hal yang benar pada saat yang tepat untuk jangka waktu yang panjang, baik pada organisasi tersebut dan pelanggan. Selanjutnya Hodge (1984:299) menguraikan bahwa efektivitas sebagai ukuran suksesnya organisasi didefinisikan sebagai kemampuan organisasi untuk mencapai segala keperluannya. Ini berarti bahwa organisasi mampu menyusun dan mengorganisasikan sumber daya untuk mencapai tujuan.
Pengertian efektifitas secara umum menunjukan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Hal tersebut sesuai dengan pengertian efektifitas menurut Hidayat (1986) yang menjelaskan bahwa : “Efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi efektifitasnya”.
Sedangkan
pengertian efektifitas menurut Schemerhon John R. Jr. (1986:35) adalah sebagai
berikut : “ Efektifitas adalah pencapaian target output yang diukur dengan cara
membandingkan output anggaran atau seharusnya dengan output realisasi. Adapun
pengertian efektifitas menurut Prasetyo Budi Saksono (1984) adalah : “
Efektifitas adalah seberapa besar tingkat kelekatan output yang dicapai dengan
output yang diharapkan dari sejumlah input “.
Dari
pengertian-pengertian efektifitas tersebut dapat disimpulkan bahwa efektifitas
adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas
dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut sudah
ditentukan terlebih dahulu.
Dalam
pengelolaan sekolah, efektifitas berkaitan dengan terlaksananya semua tugas
pokok, tercapainya tujuan, ketepatan waktu dan adanya partisipasi aktif dari
masyarakat, mendapatkan serta memanfaatkan sumber daya dan sumber belajar untuk
mewujudkan tujuan sekolah (Mulyasa, 2002).
Efektifitas dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (1990), dikemukakan bahwa efektif berarti ada efeknya (akibatnya,
pengaruhnya, kesannya) manjur dan mujarab, dapat membawa hasil.
Efektifitas merupakan sebuah fenomena yang
mengandung banyak segi, sehingga sedikit sekali orang yang dapat memaksimalkan
ke-efektivitasan sesuai dengan ke-efektivitasan itu sendiri . Atau dapat
dikatakan bahwa efektivitas masih merupakan sebuah konsepsi yang bersifat elusive (sulit diraih) yang harus
didefinisikan secara jelas. Sehingga efektivitas organisasi atau lembaga
pendidikan memiliki arti yang berbeda bagi setiap orang, bergantung pada
kerangka acuan yang dipakai.
Bagi Etzioni, keefektifan merupakan
derajat di mana sebuah organisasi mencapai tujuannya . Sedangkan menurut
Sergiovani, keefektifan merupakan kesesuaian antara hasil yang dicapai oleh
organisasi dengan tujuan yang telah dirumuskan .Kemudian Scheerens mengemukakan
bahwa efektivitas sebagai konsep kausal secara esensial, di mana hubungan
maksud-hingga-tujuan (means-to-end
relationship) serupa dengan hubungan sebab-akibat (cause-effect relationship), terdapat tiga komponen utama yang harus
diperhatikan dalam studi tentang efektivitas organisasi pendidikan, yaitu: (1)
cakupan pengaruh; (2) kesempatan aksi yang digunakan untuk mencapai pengaruh
tertentu (ditandai sebagai mode pendidikan); dan (3) fungsi-fungsi dan
mekanisme yang mendasari yang menjelaskan mengapa tindakan tertentu mendorong
ke arah pencapain-pengaruh .
Dari definisi tersebut dapatlah dipahami
bahwa efektifitas organisasi[2] merupakan kemampuan organisasi untuk
merealisasikan berbagai tujuan dan kemampuannya untuk beradaptasi dengan
lingkungan dan mampu bertahan agar tetap eksis/hidup. Sehingga organisasi
dikatakan efektif jika organisasi tersebut mampu menciptakan suasana kerja
dimana para pekerja tidak hanya melaksanakan tugas yang telah dibebankan
kepadanya, tetapi juga membuat suasana supaya pekerja lebih bertanggung jawab,
bertindak secara kreatif demi peningkatan efisiensi dalam mencapai tujuan.
Konsep efektivitas pendidikan mengacu pada
kinerja unit organisasi, oleh sebab itu maksud dari efektivitas sesungguhnya
pencapaian tujuan, maka asumsi kriteria yang digunakan harus mencerminkan
sasaran akhir dari organisasi itu sendiri. Efektifitas pendidikan dalam setiap
tahapannya berproses pada das sollen
dan dessein dengan
indikator-indikator sebagai berikut :
a.
Indikator input, meliputi
karakteristik guru, fasilitas, perlengkapan dan materi pendidikan serta
kapasitas manajemen.
b.
Indikator proses, meliputi prilaku administratif, alokasi waktu guru, dan
alokasi waktu peserta didik.
c.
Indikator out put, berupa
hasil-hasil dalam bentuk perolehan peserta didik meliputi hasil prestasi
belajar, sikap, keadilan dan persamaan.
d.
Indikator out come, meliputi
jumlah lulusan ketingkat pendidikan berikutnya, prestasi belajar di sekolah
yang lebih tinggi dan pekerjaan serta pendapatan.
Sebagaimana
dijelaskan diatas bahwa efektifitas merupakan satu dimensi tujuan manajemen yang
berfokus pada hasil, sasaran, dan target yang diharapkan. Lembaga pendidikan
yang efektif adalah lembaga pendidikan yang menetapkan keberhasilan pada input, proses, output, dan outcome yang
ditandai dengan berkualitasnya indikator-indikator tersebut. Sehingga dengan
demikian, efektifitas lembaga pendidikan bukan sekedar pencapaian sasaran dan
terpenuhinya berbagai kebutuhan untuk mencapai sasaran, tetapi berkaitan erat
dengan syaratnya indikator tersebut dengan mutu, atau dengan kata lain
ditetapkannya pengembangan mutu lembaga pendidikan.
Mulyasa
kemudian memberikan barometer terhadap efektifitas sebuah lembaga pendidikan.
Menurutnya barometer efektifitas dapat dilihat dari kualitas program, ketepatan
penyusunan, kepuasan, keluwesan, dan adaptasi, semangat kerja, motivasi,
ketercapaian tujuan, ketepatan waktu, serta ketepatan pendayagunaan sarana,
prasarana, dan sumber belajar dalam meningkatkan mutu lembaga pendidikan.[3]
Dari uraian di atas nampak jelas bahwa
kajian tentang efektifitas pendidikan harus dilihat secara sistemik mulai dari
input sampai dengan outcome, dengan indikator yang tidak hanya bersifat
kuantitatif, tetapi juga bersifat kualitatif. Sudah lama kita mendambakan
sebuah pendidikan yang berkualitas, sehingga tuntutan terhadap kualitas sangat
semarak dan perwujudannya sangat urgen karena mutu sudah menjadi a very
critical competitive variable dalam persaingan internasional.
3. Efisiensi
Pengertian
efisiensi menurut Mulyamah (1987;3) yaitu: “Efisiensi merupakan suatu ukuran
dalam membandingkan rencana penggunaan masukan dengan penggunaan yang
direalisasikan atau perkataam lain penggunaan yang sebenarnya”
Sedangkan
pengertian efisiensi menurut SP.Hasibuan (1984;233-4) yang mengutip pernyataan
H. Emerson adalah: “Efisiensi adalah perbandingan yang terbaik antara input
(masukan) dan output (hasil antara keuntungan dengan sumber-sumber yang
dipergunakan), seperti halnya juga hasil optimal yang dicapai dengan penggunaan
sumber yang terbatas. Dengan kata lain hubungan antara apa yang telah
diselesaikan.”
Efisiensi
adalah perbandingan terbaik antara suatu kegiatan dengan hasilnya. Menurut
definisi ini, efisiensi terdiri atas 2 unsur yaitu kegiatan dan hasil dari
kegiatan tersebut. Kedua unsur ini masing-masing dapat dijadikan pangkal untuk mengembangkan
pengertian efisiensi berikut.
4. Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kewajiban
untuk menyampaikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan
kinerja dan tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan kolektif atau organisasi
kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau
pertanggungjawaban.
C. Penjelasan Efisiensi dan
Produktivitas
1.
Efisiensi
Efisiensi
menurut Dharma dalam Mulyasa mengacu pada ukuran penggunaan daya yang langka
oleh organisasi . Efisiensi juga
ditekankan pada perbandingan antara input/sumber
daya dengan out put. Sehingga suatu
kegiatan dikatakan efisien bila tujuan dapat dicapai secara optimal dengan
penggunaan atau pemakaian sumber daya yang minimal . Efisiensi dengan demikian
merupakan perbandingan antara input
dengan out put, tenaga dengan hasil,
perbelanjaan dan masukan, serta biaya dengan kesenangan yang dihasilkan.
Dalam dunia pendidikan dapat diartikan
sebagai kegairahan atau motivasi belajar yang tinggi, semangat kerja yang
besar, kepercayaan berbagai pihak, dan pembiayaan, waktu, dan tenaga sekecil
mungkin tetapi hasil yang didapatkan maksimal. Dengan demikian, efisiensi
merupakan faktor yang sangat urgen dalam rangka manajemen peningkatan mutu
pendidikan Islam. Hal ini karena lembaga pendidikan Islam secara umum
dihadapkan pada masalah kelangkaan sumber dana, yang secara langsung berdampak
terhadap kegiatan manajemen.
Di atas telah dikemukakan bahwa efisiensi
merupakan perbandingan antara input
dan output. Dalam pendidikan, input adalah sumber daya yang digunakan
untuk melaksanakan kegiatan pendidikan dan pengajaran dalam rangka mencapai
tujuan yang telah dirumuskan. Sumber daya tersebut terkait dengan nilai, serta
faktor manusia dan ekonomi. Nilai menggariskan tujuan serta isi pendidikan,
faktor manusia merupakan pelaksana pendidikan, dan faktor ekonomi menyangkut
biaya dan fasilitas penyelenggaraan. Secara operasional, masukan tersebut
adalah peserta didik, guru, ruang kelas, buku teks, peralatan, kurikulum serta
sarana pendidikan. Masukan ini bisa dinyatakan dalam bentuk biaya pendidikan
per peserta didik setiap tahun. Sehingga untuk mengetahui tingkat efisiensi
pengelolaan lembaga pendidikan, dapat dihitung dari banyaknya tahun yang
dihabiskan peserta didik dalam siklus tertentu untuk menyelesaikan studinya.
Efisiensi ini akan menurun juka ada peserta didik yang mengulang atau DO.
Selain dianalisis dari perbandingan
komponen input dan output, efisiensi juga bisa ditinjau
dari sisi proses pendidikan, dimana merupakan interaksi antara faktor manusiawi
dan non manusiawi dalam rangka mencapai tujuan yang dirumuskan sesuai dengan
rentang waktu yang telah ditentukan. Sehingga pendidikan dikatakan efisien jika
proses atau kegiatan pengelolaan lembaga pendidikan dilakukan dalam waktu yang
relatif singkat.
Aan Komariah dan Cepi Triatna
mengklasifikasikan efisiensi menjadi efisiensi internal dan eksternal.
Efisiensi internal menunjuk kepada hubungan antara output pendidikan dan input
(sumber daya) yang digunakan untuk memproses atau menghasilkan output
pendidikan.
Menurut Coomb dan Hallak sebagaimana
dikutip Aan Komariah, terdapat tiga kategori teknik untuk memperbaiki efisiensi
sistem pendidikan :
a. Efisiensi dapat diperbaiki
dengan mengubah jumlah, kualitas, dan proporsi input atau dengan menggunakan
input-input yang ada secara lebih intensif, tanpa mengubah secara mendasar
kondisi dan teknologi yang ada atau fungsi produksi.
b. Tahap berikutnya, efisiensi
dapat ditingkatkan dengan memodifikasi rancangan dasar sistem secara
substansial, meliputi pengenalan komponen-komponen dan teknologi baru yang
berbeda, seperti pengajaran tim, televisi pendidikan, dan laboratorium bahasa.
c. Pendekatan yang lebih
radikal untuk memperbaiki efisiensi yang ada untuk merancang alternatif baru
”sistem belajar mengajar” yang membedakan secara radikal dari yang konvensional
.
Diatas telah dikemukakan bahwa efisiensi
diklasifikasikan menjadi (1) efisiensi internal dan (2) efisiensi eksternal.
Dalam kajian sistem pendidikan, dengan diberlakukannya school based management (manajemen berbasis sekolah) diharapkan mampu
meningkatkan mutu pendidikan melalui perbaikan serta peningkatan efisiensi
internal pendidikan melalui inovasi manajemen serta pembelajaran yang
menyertainya, seperti peningkatan peran dewan sekolah, penerapan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dll. Sementara itu efisiensi eksternal
merujuk pada hubungan antara keuntungan kumulatif yang diperoleh dari sistem
lebih dari satu periode tertentu dan input-input yang sesuai digunakan dalam
menghasilkan keuntungan.
Dalam dunia pendidikan, upaya dalam rangka
meningkatkan efisiensi pendidikan dalam konteks peningkatan mutu, paling tidak
dapat ditentukan oleh dua hal, yakni manajemen pendidikan yang profesional dan
partisipasi dalam pengelolaan pendidikan yang meluas. Dalam hal ini, analisis
terhadap efisiensi pendidikan juga dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu
pendekatan dengan tidak memperhatikan secara terinci unsur-unsur biaya yang
digunakan dalam proses pendidikan (agregate approach), serta pendekatan yang
memperhitungkan kontribusi biaya secara terinci dalam proses pendidikan untuk
menghasilkan keluaran (ingredient
approach). Kedua pendekatan nampak berbeda dalam memperhitungkan biaya
dalam proses pendidikan, yang satu menggunakan total biaya dalam menilai
kontribusi biaya terhadap pendidikan, sedangkan yang satu memperhitungkan
kontribusi per unsur . Namun demikian, tujuan yang ingin dicapai kedua
pendekatan tersebut sama, yaitu mengidentifikasi dampak maupun akses penggunaan
biaya.
Dari penjelasan di atas nampak jelas bahwa
perbedaan karaktersitik situasi dan input yang terlibat mempunyai implikasi
pada biaya pendidikan yang diperlukan. Karena itu keputusan tentang efisiensi
haruslah kontekstual dan proporsional. Keputusan kontekstual dan proporsional
ini sangat membutuhkan ketersediaan informasi tentang karakteristik situasi dan
input yang terlibat dalam proses pendidikan dalam jumlah dan mutu yang memadai.
Dengan demikian, dalam menganalisis
efektifitas mutu pendidikan sebagaimana juga dalam efektifitas pendidikan harus
diperhatikan aspek input dan proses pendidikan tersebut. Berkenaan dengan hal
tersebut, maka sistem pendataan yang akurat, tepat guna, dan waktu perlu
dikonstruksi secara mendasar melalui peningkatan infrastruktur teknologi
informasi pada setiap lembaga pendidikan, yang meliputi kemampuan staf, arus
data yang melekat dalam proses manajemen, pusat pelatihan pendataan, serta
sarana prasarana pendukung.
Dalam konteks peningkatan mutu pendidikan
melalui efisiensi pengelolaan pendidikan, analisis serta pengkajian data dan
informasi perlu dilakukan secara simultan, terus-menerus, dan mendalam agar
setiap unit kerja dalam lembaga pendidikan dapat melaksanakan manajemen secara
efisien.[4]
2.
Produktivitas
a. Secara umum, produktifitas berarti “keinginan” dan upaya manusia
untuk selalu meningkatkat kualitas kehidupan di segala bidang.
untuk selalu meningkatkat kualitas kehidupan di segala bidang.
b. Secara filosofis, produktivitas adalah sikap mental yang berpandangan
bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin,
sedangkan hari esok harus lebih baik dari hari ini
bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin,
sedangkan hari esok harus lebih baik dari hari ini
c.
Secara teknis, produktivitas merupakan perbandingan antara output
dan input[5]
dan input[5]
Produktivitas merupakan perbandingan
terbaik antara hasil yang diperoleh (output)
dengan jumlah sumber yang dipergunakan (input).
Produktivitas dapat dinyatakan dengan kuantitas maupun kualitas. Kuantitas
output merupakan jumlah lulusan, sedangkan input merupakan jumlah tenaga kerja
sekolah, dan sumber daya lainnya. Sedangkan produktivitas dalam ukuran kualitas
tidak dapat diukur dengan uang, ia digambarkan dari ketetapan penggunaan metode
dan alat yang tersedia sehingga volume dan beban kerja dapat diselesaikan
sesuai dengan waktu yang tersedia serta mendapatkan respon positif bahkan
pujian dari orang lain atas hasil kerjanya .
Ada pula yang menekankan produktivitas
pada sisi pemberian perhatian dan kepuasan kepada pelanggan, sehingga semakin
banyak dan semakin memuaskan pelayanan yang diberikan sebuah corporate atau
lembaga terhadap customer, maka semakin produktif lembaga tersebut.
Produktivitas dalam dunia pendidikan berkaitan erat dengan keseluruhan proses
penataan dan penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan pendidikan secara
efektif dan efisien. Dalam konteks produktivitas pendidikan, sumber-sumber
pendidikan dipadukan dengan cara-cara yang berbeda. Perpaduan tersebut sama
halnya dengan upaya memproduksi pakaian yang menggunakan teknik-teknik yang
berbeda dalam memadukan buruh, modal, dan pengetahuan. Untuk mengusai
teknik-teknik tersebut diperlukan proses belajar.
Seiring dengan bertambahnya waktu, semakin besar pula modal untuk pendidikan. Sekolah pun semakin berkembang seiring dengan besarnya tuntutan pendidikan yang harus dikembangkan. Perubahan dalam intensitas tenaga kependidikan pun kemudian harus dilakukan dan disesuaikan dengan kebutuhan. Sehingga perlu diaplikasikan model ketrampilan mengajar yang bervariasi.
Seiring dengan bertambahnya waktu, semakin besar pula modal untuk pendidikan. Sekolah pun semakin berkembang seiring dengan besarnya tuntutan pendidikan yang harus dikembangkan. Perubahan dalam intensitas tenaga kependidikan pun kemudian harus dilakukan dan disesuaikan dengan kebutuhan. Sehingga perlu diaplikasikan model ketrampilan mengajar yang bervariasi.
Secara sederhana produktivitas pendidikan
dapat diukur dengan melihat indeks pengeluaran riil pendidikan seperti dalam National Income Blue Book, dengan cara
menjumlahkan pengeluaran dari banyaknya peserta didik yang dididik. Namun cara
ini merupakan pengukuran cara kasar terhadap produk riil kependidikan. Cara ini
pun tidak menceritakan sama sekali tentang kualitas lulusan lembaga pendidikan,
juga derajat efisiensi berbagai sumber yang digunakan. Sehingga pengukuran output
pendidikan dengan cara yang rasional penting untuk dipertimbangkan, namun juga
perlu disadari bahwa pengukuran ini tidak dapat memberi indikasi langsung
mengenai kuantitas pengajaran yang diterima setiap peserta didik.
Kriteria keberhasilan manajemen pendidikan
adalah produktivitas pendidikan yang dapat diukur dari sudut efektivitas dan
efesiensi pendidikan. Efektivitas pendidikan dapat dilihat dari sudut prestasi,
mutu, nilai ekonomis, dan proses pendidikan. Sementara itu, maksud efesiensi
pendidikan adalah dengan memanfaatkan tenaga, fasilitas, dan waktu sesedikit
mungkin yang mampu menghasilkan sesuatu yang banyak, bermutu, relevan, dan
bernilai ekonomi yang tinggi. Efesiensi pendidikan memiliki arti sebagai
hubungan antara pendayagunaan sumber-sumber pendidikan yang terbatas sehingga
mencapai optimalisasi yang tinggi. Kalau efektivitas membandingkan antara input
atau sumber daya dengan output.
Tampaknya, baik efektivitas maupun
efesiensi pendidikan sama-sama berorientasi pada hasil. Hanya saja pada efektivitas
ada usaha mewujudkan relevansi antara perencanaan dengan tujuan, sedangkan pada
efesiensi terdapat usaha mewujudkan fungsi maksimal dari sumber daya yang ada.
Efesiensi ini tidak berbeda sama sekali dengan prinsip ekonomi yang menyatakan
penggunaan modal yang sedikit mungkin untuk menghasilkan keuntungan yang
sebanyak mungkin. Bedanya, keberhasilan ekonomi melalui prinsip ini bisa
berkonotasi merugikan orang lain, sedangkan dalam pendidikan tidak berimbas
pada kerugian peserta didik.
Allan Thomas sebagaimana dikutip Mulyasa
maupun Nanang Fatah mengatakan bahwa produktivitas pendidikan dapat ditinjau
dari tiga dimensi berikut ini.
1. Produktivitas sekolah dari
segi keluaran administratif, yaitu seberapa baik layanan yang diberikan oleh
guru, kepala sekolah, maupun yang lain dalam proses pendidikan.
2. Produktivitas sekolah dari
segi keluaran perubahan perilaku dengan melihat nilai-nilai yang diperoleh
peserta didik dalam periode belajar tertentu.
3. Produktivitas sekolah dari
keluaran ekonomis yang berkaitan dengan pembiayaan layanan pendidikan di
sekolah. Hal ini menyangkut “harga“ layanan yang diberikan dan “perolehan“ yang
ditimbulkan oleh layanan itu atau disebut “peningkatan nilai balik“.
Dari uraian
di atas, nampak jelas bahwa pengukuran produktivitas pendidikan erat kaitannya
dengan pertumbuhan ekonomi, yang sangat bergantung pada akurasi kerangka yang
digunakan dalam analisis dan kualitas data. Dalam konteks ini agaknya tidak
perlu diperdebatkan bagaimana pengukuran pendidikan dalam pertumbuhan ekonomi,
sebab umumnya riset mengenai ini membuktikan bahwa peranan pendidikan tetap
substansial dalam pertumbuhan ekonomi. Sehubungan dengan hal tersebut, untuk
mengetahui produktivitas pendidikan dalam konteks peningkatan mutu pendidikan,
antara lain dapat dilakukan dengan analisis efektifitas biaya, analisis biaya
minimal, dan analisis manfaat
Hal ini
mengandung pengertian bahwa produktivitas ditentukan oleh fungsi administratif,
psikologis, dan ekonomis. Dalam konteks pendidikan Islam, diharapkan fungsi
tersebut bisa dikembangkan dengan tambahan fungsi lain, seperti fungsi sosial
dan fungsi kultural. Produktivitas sekolah dari segi keluaran sosial dapat
diperhatikan pada seberapa jauh wawasan bermasyarakat yang diperoleh dalam
proses pembelajaran oleh peserta didik, kemudian seberapa baik mereka mampu
mengaplikasikan bahkan mengembangkannya dimasyarakat, baik masyarakat sekolah
maupun masyarakat luas. Sementara itu, produktivitas sekolah dari segi keluaran
kultural dapat diperhatikan pada seberapa besar peserta didik mampu berkreasi
sebagai akibat rangsangan dari pembelajaran disekolah.
Dua fungsi
sebagai penentu produktivitas ini begitu bermakna dalam pengembangan. Naluri
pengembangan ini menjadi salah satu titik kelemahan pendidikan di Indonesia
sehingga daya pikir lulusan-lulusan sekolah menjadi tumpul. Akibatnya, dalam
berpikir mereka sangat terikat, kering gagasan atau ide energik, kemudian
memperbanyak pengangguran. Ini semua terjadi karena model pembelajarannya lebih
menekankan pada penguasaan hafalan. Injeksinya melalui pola pembelajaran yang
menjadikan peserta didik bersikap aktif-kreatif, memburu, dan menemukan
sesuatu. Bila ini terwujud berarti pola pembelajaran itu efektif.
Menurut
Madhi, kepemimpinan efektif adalah kepemimpinan yang dibarengi oleh pemimpin
yang mampu menerjemahkan fungsinya menjadi perilaku nyata. Kepemimpinan efektif
bukan sekedar pusat kedudukan atau kekuatan, tetapi merupakan interaksi aktif
yang efektif.[6]
Seorang pemimpin itu adalah
berfungsi untuk memastikan seluruh tugas dan kewajiban dilaksanakan di dalam
suatu organisasi. Seseorang yang secara resmi diangkat menjadi kepala suatu
group I kelompok bisa saja ia berfungsi atau mungkin tidak berfungsi sebagai
pemimpin. Seorang pemimpin adalah seseorang yang unik dan tidak diwariskan secara
otomatis tetapi seorang pemimpin haruslah memiliki karekteristik tertentu yang
timbul pada situasi -situasi yang berbeda.[7] Efektivitas kepemimpinan dalam mencapai
tujuan dapat diperoleh dengan cara sebagai berikut.
1.
Kapabilitas (al-kafa’ah),
kemampuan yang berkesinambungan, bekerja, dan mempresentasikannya.
2.
Pemahaman (al-fahm), yaitu
ketajaman melihat tujuan dan memahami konsepsinya.
3.
Koordinasi (al-tandhim), artinya
kemampuan mendefinisikan tugas merencanakan hubungan kerja dan
mengorganisasikannya, mengefektifkan penyampaian dan penerimaan informasi.
Perpaduan al-kaf’ah, al-fahm, dan al-tandhim dapat mengontrol perencanaan
supaya bisa diarahkan sesuai dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai.
Tentunya, disamping ketiga kondisi itu harus ada rasionalisasi, baik pada
tingkat perencanaan maupun tujuan. Perencanaan rasional artinya sesuai dengan
potensi yang ada, sedang tujuannya juga rasional, artinya sangat memungkinkan
untuk dicapai.
Adapun
“efesiensi“ menurut Ibrahim Bafadhal, “Merupakan suatu konsepsi perbandingan
antara pelaksanaan suatu program dengan hasil akhir yang diraih atau dicapai“.
Rendahnya biaya dan tenaga yang dikerahkan dalam pelaksanaan suatu program,
tapi diiringi hasil yang semakin tinggi berarti sangat efesien. Apabila biaya
dan tenaga yang dikeluarkan dalam pelaksanaan suatu program tinggi, sedangkan
hasil yang dicapai juga tinggi berarti belum efesien, apalagi bila biaya dan
tenaga yang dikerahkan tergolong tinggi sedangkan hasil yang dicapai rendah
berarti sangat tidak efesien, bahkan pemborosan.
Dalam
pandangan Islam, pemborosan itu menjadi larangan karena mengarah pada kerugian,
bahkan kehancuran. Allah swt berfirman:
ÏN#uäur #s 4n1öà)ø9$# ¼çm¤)ym tûüÅ3ó¡ÏJø9$#ur tûøó$#ur È@Î6¡¡9$# wur öÉjt7è? #·Éö7s? ÇËÏÈ ¨bÎ) tûïÍÉjt6ßJø9$# (#þqçR%x. tbºuq÷zÎ) ÈûüÏÜ»u¤±9$# ( tb%x.ur ß`»sÜø¤±9$# ¾ÏmÎn/tÏ9 #Yqàÿx. ÇËÐÈ
(26)
Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang
miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan
(hartamu) secara boros. (27) Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah
Saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (Q.S
al-Isra’: 26-27)[8]
Ayat ini mengandung beberapa pesan yang dapat kita
angkat: (1) Seseorang perlu memiliki prioritas tertentu; (2) Prioritas itu
diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan; (3) Anjuran bersikap hemat dalam
mengatur ekonomi; (4) Larangan bersikap boros (menjadi pemboros); dan (5)
Pemborosan bukan hanya terkait dengan dimensi ekonomi melainkan juga terkait
dengan dimensi teologi.
Untuk menghindari pemborosan (tabdzir) sekaligus
mengembalikan kepada efesiensi dibutuhkan pengondisian dan langkah-langkah
strategis. Mulyasa menyatakan, “Upaya peningkatan efisien pendidikan paling
tidak dapat ditentukan oleh dua hal, yakni manajemen pendidikan yang
profesional dan partisipasi dalam pengelolaan pendidikan yang meluas. Sedangkan
Made Pidarta mengatakan bahwa manajemen yang efisien dapat diperoleh dengan
cara sebagai berikut:
1.
Mengerjakan sesuatu dengan benar.
2.
Kalau terjadi permasalahan dalam
organisasi hendaknya segera diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
3.
Mengamankan sumber-sumber pendidikan
dengan cara mengoordinasikan sumber-sumber pendidikan itu dengan
sebaik-baiknya.
4.
Setiap petugas baik pegawai atau
guru/dosen diharuskan mengikuti tugas-tugas pekerjaan.
5.
Setiap manajer diharapkan dapat menekan
biaya pendidikan dengan tidak mengorbankan produksi.
Efisiensi ini sangat bermakna dalam pengelolaan lembaga
pendidika Islam. Ada beberapa alasan untuk mendasari makna efesiensi itu
khususnya bagi lembaga pendidikan Islam, baik alasan konvensional maupun
fungsional, antara lain sebagai berikut:
1.
Secara realitas faktor terbesar kendala
lembaga pendidikan Islam adalah
persoalan pendanaan. Dengan melakukan efisiensi, dana yang serba terbatas
bahkan serba kurang itu dapat dikelola untuk mewujudkan hasil yang memadai.
2.
Secara strategis dapat melatih para
pimpinan lembaga pendidikan Islam untuk senantiasa berfikir dan bertindak
secara produktif (berorientasi menghasilkan sesuatu).
3.
Secara psikologis, ketika pemimpin
lembaga pendidikan Islam mau menjalankan tugasnya agar dapat memantapkan
niatnya bahwa kepemimpinannya itu untuk mengembangkan lembaga bukan memperkaya
diri melalui lembaga itu.
4.
Secara fungsional, penerapan prinsip
efesiensi dalam mengelola lembaga pendidikan Islam dapat dilakukan penghematan
biaya dan tenaga dengan tidak mengorbankan hasil yang ingin dicapai.
Dengan begitu, prinsip efisiensi ini harus dimiliki oleh
komunitas lembaga pendidikan Islam dengan cara sebagai berikut:
1.
Mentradisikan mereka untuk serba
menghemat biaya mapun tenaga.
2.
Mentradisikan mereka untuk senantiasa
menyeleksi kebutuhan yang penting-penting saja.
3.
Mentradisikan mereka untuk konsisten
dengan skala prioritas terutama bila terjadi kesenjangan antara sumber dana
serta daya daya dengan tingkat kebutuhan.
4.
Mentradisikan mereka untuk menjalankan
komitmen mengaplikasikan skala prioritas itu.
5.
Mentradisikan mereka untuk mampu
merealisasikan hasil yang baik hanya dengan biaya dan tenaga yang relatif
sedikit.
Hal ini bukan berarti biaya pendidikan Islam harus
dikurangi, tetapi bagaimana dengan biaya yang relatif kecil dapat mencapai
hasil yang relatif besar. Konsekuensinya, bila biaya yang dipakai bertambah
besar, maka hasil yang dicapai semakin besar pula. Alokasi biaya untuk
pendidikan Islam itu harus diorientasikan untuk mencapai hasil pendidikan Islam
yang sangat memuaskan semua pihak, baik siswa/mahasiswa/santri,
guru/dosen/kyai/ustadz, masyarakat, pemerintah, maupun para pengguna lulusan.[9]
BAB III
PENUTUP
Kesimipulan
- Produktivitas (dalam pengertian yang umum) , sangat berkaitan dengan upaya peningkatan mutu. Dalam konteks pendidikan, produktivitas berkaitan dengan mutu atau kualitas pendidikan.
- Peningkatan produktivitas pendidikan mengandung beberapa aspek , antara lain : efektivitas, efisiensi dan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
- Faktor-faktor yang berkaitan dengan produktivitas, adalah : kurikulum , sarana dan prasarana, manajerial, kepemimpinan, dan sebagainya
Efektifitas, efisiensi, serta
produktivitas manajemen pendidikan harus ditetapkan sejak awal agar dampaknya
dapat dideteksi sejak dini terhadap pencapaian tujuan pendidikan. Selain itu,
efektifitas, efisiensi, dan produktifitas menjadi prasarat utama untuk
memperjelas orientasi dalam pengelolaan suatu lembaga pendidikan Islam.
Sehingga lembaga pendidikan tampil sebagai lembaga yang memiliki daya tarik dan
mampu menjawab kebutuhan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Agama Departemen. 1990. Al-Qur’an
dan Terjemahnya. Jakarta: Depag RI.
Irawati Nisrul, Kepemimpinan
Efektif, Kepemimpinan Yang Mampu Mengambil Keputusan Yang Tepat, (Medan:
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera
Utara, 2004)
Mulyasa. E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi; Karakteristik
dan Implementasi. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
Mulyasa. E. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah; Konsep, Strategi
dan Implementasi . Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
Pendidikan Nasional
Departemen. 2000. Panduan Manajemen
Sekolah. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Permendiknas No. 22, 23 dan
24 Tahun 2007
Qomar Mujamil. 2007. Strategi Baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan
Islam; Manajemen Pendidikan Islam,
Surabaya: Erlangga.
Raihan Abul. Efektifitas, Efisiensi, Dan Produktivitas Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Islam. Dalam http://Abulraihan.Wordpress.Com/2009/05/25/Efektifitas-Efisiensi-Dan-Produktivitas-Manajemen-Peningkatan-Mutu-Pendidikan-Islam/ Diakses Minggu 10 Juli 2011.
Sukmadinata Nana Syaodih. 1997. Pengembangan
Kurikum; Teori dan Praktek. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya.
[1] Abul Raihan, Efektifitas, Efisiensi, Dan Produktivitas Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Islam, dalam http://Abulraihan.Wordpress.Com/2009/05/25/Efektifitas-Efisiensi-Dan-Produktivitas-Manajemen-Peningkatan-Mutu-Pendidikan-Islam/, Diakses Minggu 10 Juli 2011
[2] Untuk selanjutnya kata “organisasi” bisa
dipahami dengan “Lembaga Pendidikan Islam” di sesuaikan dengan judul besar
pembahasannya.
[3] E. Mulyasa. Kurikulum Berbasis Kompetensi; Karakteristik dan Implementasi. (Bandung
: P.T. Remaja Rosdakarya. 2003)
[4] E. Mulyasa. Manajemen Berbasis Sekolah; Konsep, Strategi
dan Implementasi . (Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya. 2003)
[5] Dewan Produktivitas Nasional , 1983
[6] Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, (Surabaya: Erlangga, 2007) H. 297-300
[7] Nisrul Irawati, Kepemimpinan Efektif, Kepemimpinan Yang
Mampu Mengambil Keputusan Yang Tepat, (Medan: Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, 2004), h. 2
[8] Depag RI, Al-Qor’an Dan Tarjamahnya, (Jakarta: Depag RI, 1990) H.
[9] Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam…, H. 300-304
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar baik menunjukkan pribadimu !