Full width home advertisement

Travel the world

Climb the mountains

Post Page Advertisement [Top]



BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah
Masyarakat dunia, dari waktu ke waktu mengalami perubahan dalam segala aspeknya. Berbagai penemuan dan pengembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan jarak / gap antar masyarakat di dunia, semakin menyempit. Globalisasi pun menjadi sebuah fenomena tak terhindarkan.
Salah satu bidang yang mengalami “lompatan besar” dalam kehidupan masyarakat , adalah bidang pendidikan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sangat terasa dampaknya , sekaligus juga menimbulkan efek berantai yang sangat besar dalam perubahan masyarakat.
Dampak perubahan di bidang pendidikan khususnya pendidikan Islam terhadap masyarakat, terasa sangat besar dan panjang, mengingat pendidikan menyentuh langsung persoalan-persoalan sumber daya manusia (SDM). Apalagi jika dikaitkan dengan pembangunan masyarakat / bangsa secara keseluruhan , dimana pendidikan menjadi bagian penting dalam “character building” dan “nation building”.
Pentingnya pendidikan dalam konteks pembangunan suatu bangsa, pada akhirnya menyebabkan hampir semua bangsa di dunia meletakan pendidikan sebagai prioritas dan titik perhatian. Anggaran pendidikan pun di munculkan dalam jumlah yang cukup besar. Di Indonesia misalnya, anggaran pendidikan mencapai 20 persen dari APBN yang ada, walaupun dalam realisasinya, angka sebesar itu belum benar-benar terpenuhi.
Pembangunan bidang pendidikan, kemudian akan bersentuhan langsung pada persoalan paling prinsip, yakni ke-bermutuan pendidikan itu sendiri. Artinya, bahwa untuk mampu mencapai tujuan-tujuan suatu bangsa, maka pendidikan harus dilaksanakan secara bermutu / berkualitas.
Dalam konteks inilah, kemudian ke-bermutuan pendidikan Islam akan terkait dengan beberapa hal, yaitu : efektifitas, efisiensi dan akuntabilitas. Persoalan kemudian adalah, apa sesungguhnya yang dimaksud dengan pendidikan yang bermutu itu ? Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap pendidikan yang bermutu? Apakah pendidikan yang dilaksanakan di lingkungan kita sudah bermutu? dan banyak lagi persoalan-persoalan lainnya yang membutuhkan jawaban.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pendidikan yang berkualitas itu ?
2.      Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi mutu pendidikan ?
3.      Bagaimana tingkat produktivitas penyelenggaraan pendidikan di sekolah ?


C.     Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui bagaimana pendidikan yang berkualitas itu
2.      Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi mutu pendidikan
3.      Untuk mengetahui bagaimana tingkat produktivitas penyelenggaraan pendidikan di sekolah

D.    Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan, makalah ini disusun dengan seistematika sebagai berikut :
Bab I: Pendahuluan, yang berisi latar belakang / dasar
pemikiran, perumusan masalah dan sistematika pemulisan.
Bab II: Pembahasan, berkaitan dengan pengertian dan upaya-upa
meningkatkan produktivitas.
Bab III: Kesimpulan, berisi kesimpunan berkaitan dengan materi
yang dibahas.

BAB II
PEMBAHASAN

PRODUKTIVITAS PENDIDIKAN ISLAM



A.     Pendahuluan
Produktivitas pendidikan menjadi harapan semua elemen dalam organisasi pendidikan. Produktivitas pendidikan, bagaimanapun juga dalam prosesnya ditentukan oleh produktivitas keputusan. Pendidikan yang produktif diwujudkan oleh keputusan yang produktif juga. Tidak ada produktivitas tanpa keputusan. Semakin produktif suatu keputusan semakin memungkinkan produktivitas pendidikan dalam suatu lembaga pendidikan. Semakin jarang suatu keputusan diambil, maka makin mengurangi produktivitas pendidikan.
            Produktivitas pendidikan ini menunjukkan bukan hanya sebagai pertanda bahwa unit-unit organisasi telah berjalan, teapi lebih dari itu, berarti telah terjadi maksimalisasi kerja dalam suatu organisasi. Maksimalisasi kerja ini diwujudkan dengan sikap meningkatkan kinerja, menyempurnakan cara kerja, mengawal target yang ditetapkan, melakukan penghematan baik waktu, biaya maupun tenaga, serta sikap-sikap kreatif –dinamis-konstruktif lainnya.
Kita menyadari dalam dinamika dan peradaban global saat ini, lembaga pendidikan Islam menghadapi tantangan yang sangat berat. Salah satu tantangan tersebut yakni bahwa masyarakat mulai terbelenggu dengan pandangan positivisme, materialisme, dan kapitalisme sehingga segala sesuatu yang tidak memberikan faedah, keuntungan, dan peluang akan ditinggalkan. Bertolak dari pandangan di atas bahwa lembaga pendidikan Islam dianggap marginal oleh masyarakat memang cukup beralasan. Masyarakat menganggap lembaga pendidikan Islam tidak profesional, tidak berkualitas, NEM dibawah rata–rata, out put tidak mampu berkompetisi dengan yang lain, dan bahkan dianggap manajemen madrasah amburadul.
Hal ini diperkuat pandangan bahwa kelemahan sistem pendidikan Islam, yakni (1) mementingkan materi di atas metodologi, (2) mementingkan memori diatas analisis dan dialog, (3) mementingkan pikiran vertikal diatas literal, (4) mementingkan penguatan pada “otak kiri” diatas “otak kanan”, (5) materi pelajaran agama yang diberikan masih bersifat tradisional, belum menyentuh aspek rasional, (6) penekanan yang berlebihan pada ilmu sebagai produk final, bukan pada proses metodologinya, dan (7) mementingkan orientasi “memiliki” di atas “menjadi”.[1]
Pandangan ini, dapat terbukti di lapangan bahwa lembaga pendidikan Islam yang ada di lapangan (misalnya: Tulungagung, Blitar, Kediri, Trenggalek, Pacitan, Ponorogo, Madiun, Malang, dan bahkan hampir seluruh lembaga pendidikan Islam yang ada di Indonesia) terutama madrasah swasta tidak mampu memberikan pembaharuan dan pencerahan bagi pendidikan Islam, akibat mendirikan madrasah yang hanya mementingkan kuantitas bukan kualitas. Begitu juga keberadaan Madrasah-Madrasah swasta sebagian besar mengalami nasib yang sama, yakni keberadaannya la yamutu wala yahya/wujuduhu kaadamihi, dapat dibilang hidup segan mati tak mau.
Maka perlu dikerahkan semua pikiran, tenaga dan strategi untuk bisa mewujudkan mutu dalam lembaga pendidikan termasuk lembaga pendidikan Islam agar punya daya saing dengan lembaga pendidikan umum. Mutu pendidikan yang dimaksudkan di sini adalah kemampuan lembaga pendidikan Islam dalam mendayagunakan sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan kemampuan belajar se-optimal mungkin. Dalam konteks pendidikan, menurut Departemen Pendidikan Nasional sebagaimana dikutip Mulyasa, pengertian mutu mencakup input, proses dan output pendidikan.
Dewasa ini semua lembaga pendidikan berorientasi pada mutu. Lembaga pendidikan dikatakan ‘bermutu’ jika input, proses dan hasilnya dapat memenuhi persyaratan yang dituntut oleh pengguna jasa pendidikan. Bila performance-nya dapat melebihi persyaratan yang dituntut oleh stakeholder (user) maka dikatakan unggul. Lantaran tuntutan persayaratan yang dikehendaki para pengguna jasa terus berubah dan berkembang kualitasnya, maka pengertian mutu juga bersifat dinamis, terus berkembang dan terus berada dalam persaingan yang terus menerus yang juga mempengaruhi produktivitas Pendidikan Islam itu sendiri.
Sehubungan dengan hal tersebut, keberhasilan dalam produktif atau tidaknya lembaga pendidikan Islam tersebut bisa dilihat dari tiga indikator yaitu efisiensi, efektifitas, dan produktivitas. Tiga indikator tersebut saling berkaitan satu dengan lainnya, walaupun pada tataran praktik masing-masing bisa berdiri sendiri-sendiri .Untuk bisa dideteksi sejak dini sejauh mana produktif atau tidaknya lembaga pendidikan Islam tersebut, maka ketiga indikator (efisiensi, efektifitas, dan produktivitas) dalam manajemen peningkatan mutu harus sejak awal ditetapkan. Sehingga kekurangan atau kelemahan yang muncul dapat diperbaiki dan kelebihannya dapat dipertahankan.

B.     Pengertian
1.      Produktivitas
a.       Secara umum, produktifitas berarti “keinginan” dan upaya manusia
untuk selalu meningkatkat kualitas kehidupan di segala bidang.
b.      Secara filosofis, produktivitas adalah sikap mental yang berpandangan
bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin,
sedangkan hari esok harus lebih baik dari hari ini
c.       Secara teknis, produktivitas merupakan perbandingan antara output
dan input (Dewan Produktivitas Nasional , 1983)
2.      Efektifitas
Efektifitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), dikemukakan bahwa efektif berarti ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya) manjur dan mujarab, dapat membawa hasil. Sondang P. Siagian (2001 : 24) memberikan definisi sebagai berikut : “Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas menunjukan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya.
Sementara itu Abdurahmat (2003:92) “Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasaranadalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah pekerjaan tepat pada waktunya.
Roulette (1999:1) mendefinisikan efektivitas adalah dengan melakukan hal yang benar pada saat yang tepat untuk jangka waktu yang panjang, baik pada organisasi tersebut dan pelanggan. Selanjutnya Hodge (1984:299) menguraikan bahwa efektivitas sebagai ukuran suksesnya organisasi didefinisikan sebagai kemampuan organisasi untuk mencapai segala keperluannya. Ini berarti bahwa organisasi mampu menyusun dan mengorganisasikan sumber daya untuk mencapai tujuan.
Pengertian efektifitas secara umum menunjukan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Hal tersebut sesuai dengan pengertian efektifitas menurut Hidayat (1986) yang menjelaskan bahwa : “Efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi efektifitasnya”.
Sedangkan pengertian efektifitas menurut Schemerhon John R. Jr. (1986:35) adalah sebagai berikut : “ Efektifitas adalah pencapaian target output yang diukur dengan cara membandingkan output anggaran atau seharusnya dengan output realisasi. Adapun pengertian efektifitas menurut Prasetyo Budi Saksono (1984) adalah : “ Efektifitas adalah seberapa besar tingkat kelekatan output yang dicapai dengan output yang diharapkan dari sejumlah input “.
Dari pengertian-pengertian efektifitas tersebut dapat disimpulkan bahwa efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu.
Dalam pengelolaan sekolah, efektifitas berkaitan dengan terlaksananya semua tugas pokok, tercapainya tujuan, ketepatan waktu dan adanya partisipasi aktif dari masyarakat, mendapatkan serta memanfaatkan sumber daya dan sumber belajar untuk mewujudkan tujuan sekolah (Mulyasa, 2002).
Efektifitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), dikemukakan bahwa efektif berarti ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya) manjur dan mujarab, dapat membawa hasil.
Efektifitas merupakan sebuah fenomena yang mengandung banyak segi, sehingga sedikit sekali orang yang dapat memaksimalkan ke-efektivitasan sesuai dengan ke-efektivitasan itu sendiri . Atau dapat dikatakan bahwa efektivitas masih merupakan sebuah konsepsi yang bersifat elusive (sulit diraih) yang harus didefinisikan secara jelas. Sehingga efektivitas organisasi atau lembaga pendidikan memiliki arti yang berbeda bagi setiap orang, bergantung pada kerangka acuan yang dipakai.
Bagi Etzioni, keefektifan merupakan derajat di mana sebuah organisasi mencapai tujuannya . Sedangkan menurut Sergiovani, keefektifan merupakan kesesuaian antara hasil yang dicapai oleh organisasi dengan tujuan yang telah dirumuskan .Kemudian Scheerens mengemukakan bahwa efektivitas sebagai konsep kausal secara esensial, di mana hubungan maksud-hingga-tujuan (means-to-end relationship) serupa dengan hubungan sebab-akibat (cause-effect relationship), terdapat tiga komponen utama yang harus diperhatikan dalam studi tentang efektivitas organisasi pendidikan, yaitu: (1) cakupan pengaruh; (2) kesempatan aksi yang digunakan untuk mencapai pengaruh tertentu (ditandai sebagai mode pendidikan); dan (3) fungsi-fungsi dan mekanisme yang mendasari yang menjelaskan mengapa tindakan tertentu mendorong ke arah pencapain-pengaruh .
Dari definisi tersebut dapatlah dipahami bahwa efektifitas organisasi[2] merupakan kemampuan organisasi untuk merealisasikan berbagai tujuan dan kemampuannya untuk beradaptasi dengan lingkungan dan mampu bertahan agar tetap eksis/hidup. Sehingga organisasi dikatakan efektif jika organisasi tersebut mampu menciptakan suasana kerja dimana para pekerja tidak hanya melaksanakan tugas yang telah dibebankan kepadanya, tetapi juga membuat suasana supaya pekerja lebih bertanggung jawab, bertindak secara kreatif demi peningkatan efisiensi dalam mencapai tujuan.
Konsep efektivitas pendidikan mengacu pada kinerja unit organisasi, oleh sebab itu maksud dari efektivitas sesungguhnya pencapaian tujuan, maka asumsi kriteria yang digunakan harus mencerminkan sasaran akhir dari organisasi itu sendiri. Efektifitas pendidikan dalam setiap tahapannya berproses pada das sollen dan dessein dengan indikator-indikator sebagai berikut :
a.       Indikator input, meliputi karakteristik guru, fasilitas, perlengkapan dan materi pendidikan serta kapasitas manajemen.
b.      Indikator proses, meliputi prilaku administratif, alokasi waktu guru, dan alokasi waktu peserta didik.
c.       Indikator out put, berupa hasil-hasil dalam bentuk perolehan peserta didik meliputi hasil prestasi belajar, sikap, keadilan dan persamaan.
d.      Indikator out come, meliputi jumlah lulusan ketingkat pendidikan berikutnya, prestasi belajar di sekolah yang lebih tinggi dan pekerjaan serta pendapatan.

Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa efektifitas merupakan satu dimensi tujuan manajemen yang berfokus pada hasil, sasaran, dan target yang diharapkan. Lembaga pendidikan yang efektif adalah lembaga pendidikan yang menetapkan keberhasilan pada input, proses, output, dan outcome yang ditandai dengan berkualitasnya indikator-indikator tersebut. Sehingga dengan demikian, efektifitas lembaga pendidikan bukan sekedar pencapaian sasaran dan terpenuhinya berbagai kebutuhan untuk mencapai sasaran, tetapi berkaitan erat dengan syaratnya indikator tersebut dengan mutu, atau dengan kata lain ditetapkannya pengembangan mutu lembaga pendidikan.
Mulyasa kemudian memberikan barometer terhadap efektifitas sebuah lembaga pendidikan. Menurutnya barometer efektifitas dapat dilihat dari kualitas program, ketepatan penyusunan, kepuasan, keluwesan, dan adaptasi, semangat kerja, motivasi, ketercapaian tujuan, ketepatan waktu, serta ketepatan pendayagunaan sarana, prasarana, dan sumber belajar dalam meningkatkan mutu lembaga pendidikan.[3]
Dari uraian di atas nampak jelas bahwa kajian tentang efektifitas pendidikan harus dilihat secara sistemik mulai dari input sampai dengan outcome, dengan indikator yang tidak hanya bersifat kuantitatif, tetapi juga bersifat kualitatif. Sudah lama kita mendambakan sebuah pendidikan yang berkualitas, sehingga tuntutan terhadap kualitas sangat semarak dan perwujudannya sangat urgen karena mutu sudah menjadi a very critical competitive variable dalam persaingan internasional.
3.      Efisiensi
Pengertian efisiensi menurut Mulyamah (1987;3) yaitu: “Efisiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan rencana penggunaan masukan dengan penggunaan yang direalisasikan atau perkataam lain penggunaan yang sebenarnya”
Sedangkan pengertian efisiensi menurut SP.Hasibuan (1984;233-4) yang mengutip pernyataan H. Emerson adalah: “Efisiensi adalah perbandingan yang terbaik antara input (masukan) dan output (hasil antara keuntungan dengan sumber-sumber yang dipergunakan), seperti halnya juga hasil optimal yang dicapai dengan penggunaan sumber yang terbatas. Dengan kata lain hubungan antara apa yang telah diselesaikan.”
Efisiensi adalah perbandingan terbaik antara suatu kegiatan dengan hasilnya. Menurut definisi ini, efisiensi terdiri atas 2 unsur yaitu kegiatan dan hasil dari kegiatan tersebut. Kedua unsur ini masing-masing dapat dijadikan pangkal untuk mengembangkan pengertian efisiensi berikut.
4.      Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kewajiban untuk menyampaikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan kolektif atau organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban.

C.     Penjelasan Efisiensi dan Produktivitas
1.      Efisiensi
Efisiensi menurut Dharma dalam Mulyasa mengacu pada ukuran penggunaan daya yang langka oleh organisasi . Efisiensi juga ditekankan pada perbandingan antara input/sumber daya dengan out put. Sehingga suatu kegiatan dikatakan efisien bila tujuan dapat dicapai secara optimal dengan penggunaan atau pemakaian sumber daya yang minimal . Efisiensi dengan demikian merupakan perbandingan antara input dengan out put, tenaga dengan hasil, perbelanjaan dan masukan, serta biaya dengan kesenangan yang dihasilkan.
Dalam dunia pendidikan dapat diartikan sebagai kegairahan atau motivasi belajar yang tinggi, semangat kerja yang besar, kepercayaan berbagai pihak, dan pembiayaan, waktu, dan tenaga sekecil mungkin tetapi hasil yang didapatkan maksimal. Dengan demikian, efisiensi merupakan faktor yang sangat urgen dalam rangka manajemen peningkatan mutu pendidikan Islam. Hal ini karena lembaga pendidikan Islam secara umum dihadapkan pada masalah kelangkaan sumber dana, yang secara langsung berdampak terhadap kegiatan manajemen.
Di atas telah dikemukakan bahwa efisiensi merupakan perbandingan antara input dan output. Dalam pendidikan, input adalah sumber daya yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan pendidikan dan pengajaran dalam rangka mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Sumber daya tersebut terkait dengan nilai, serta faktor manusia dan ekonomi. Nilai menggariskan tujuan serta isi pendidikan, faktor manusia merupakan pelaksana pendidikan, dan faktor ekonomi menyangkut biaya dan fasilitas penyelenggaraan. Secara operasional, masukan tersebut adalah peserta didik, guru, ruang kelas, buku teks, peralatan, kurikulum serta sarana pendidikan. Masukan ini bisa dinyatakan dalam bentuk biaya pendidikan per peserta didik setiap tahun. Sehingga untuk mengetahui tingkat efisiensi pengelolaan lembaga pendidikan, dapat dihitung dari banyaknya tahun yang dihabiskan peserta didik dalam siklus tertentu untuk menyelesaikan studinya. Efisiensi ini akan menurun juka ada peserta didik yang mengulang atau DO.
Selain dianalisis dari perbandingan komponen input dan output, efisiensi juga bisa ditinjau dari sisi proses pendidikan, dimana merupakan interaksi antara faktor manusiawi dan non manusiawi dalam rangka mencapai tujuan yang dirumuskan sesuai dengan rentang waktu yang telah ditentukan. Sehingga pendidikan dikatakan efisien jika proses atau kegiatan pengelolaan lembaga pendidikan dilakukan dalam waktu yang relatif singkat.
Aan Komariah dan Cepi Triatna mengklasifikasikan efisiensi menjadi efisiensi internal dan eksternal. Efisiensi internal menunjuk kepada hubungan antara output pendidikan dan input (sumber daya) yang digunakan untuk memproses atau menghasilkan output pendidikan.
Menurut Coomb dan Hallak sebagaimana dikutip Aan Komariah, terdapat tiga kategori teknik untuk memperbaiki efisiensi sistem pendidikan :
a.       Efisiensi dapat diperbaiki dengan mengubah jumlah, kualitas, dan proporsi input atau dengan menggunakan input-input yang ada secara lebih intensif, tanpa mengubah secara mendasar kondisi dan teknologi yang ada atau fungsi produksi.
b.      Tahap berikutnya, efisiensi dapat ditingkatkan dengan memodifikasi rancangan dasar sistem secara substansial, meliputi pengenalan komponen-komponen dan teknologi baru yang berbeda, seperti pengajaran tim, televisi pendidikan, dan laboratorium bahasa.
c.       Pendekatan yang lebih radikal untuk memperbaiki efisiensi yang ada untuk merancang alternatif baru ”sistem belajar mengajar” yang membedakan secara radikal dari yang konvensional .

Diatas telah dikemukakan bahwa efisiensi diklasifikasikan menjadi (1) efisiensi internal dan (2) efisiensi eksternal. Dalam kajian sistem pendidikan, dengan diberlakukannya school based management (manajemen berbasis sekolah) diharapkan mampu meningkatkan mutu pendidikan melalui perbaikan serta peningkatan efisiensi internal pendidikan melalui inovasi manajemen serta pembelajaran yang menyertainya, seperti peningkatan peran dewan sekolah, penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dll. Sementara itu efisiensi eksternal merujuk pada hubungan antara keuntungan kumulatif yang diperoleh dari sistem lebih dari satu periode tertentu dan input-input yang sesuai digunakan dalam menghasilkan keuntungan.
Dalam dunia pendidikan, upaya dalam rangka meningkatkan efisiensi pendidikan dalam konteks peningkatan mutu, paling tidak dapat ditentukan oleh dua hal, yakni manajemen pendidikan yang profesional dan partisipasi dalam pengelolaan pendidikan yang meluas. Dalam hal ini, analisis terhadap efisiensi pendidikan juga dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan dengan tidak memperhatikan secara terinci unsur-unsur biaya yang digunakan dalam proses pendidikan (agregate approach), serta pendekatan yang memperhitungkan kontribusi biaya secara terinci dalam proses pendidikan untuk menghasilkan keluaran (ingredient approach). Kedua pendekatan nampak berbeda dalam memperhitungkan biaya dalam proses pendidikan, yang satu menggunakan total biaya dalam menilai kontribusi biaya terhadap pendidikan, sedangkan yang satu memperhitungkan kontribusi per unsur . Namun demikian, tujuan yang ingin dicapai kedua pendekatan tersebut sama, yaitu mengidentifikasi dampak maupun akses penggunaan biaya.
Dari penjelasan di atas nampak jelas bahwa perbedaan karaktersitik situasi dan input yang terlibat mempunyai implikasi pada biaya pendidikan yang diperlukan. Karena itu keputusan tentang efisiensi haruslah kontekstual dan proporsional. Keputusan kontekstual dan proporsional ini sangat membutuhkan ketersediaan informasi tentang karakteristik situasi dan input yang terlibat dalam proses pendidikan dalam jumlah dan mutu yang memadai.
Dengan demikian, dalam menganalisis efektifitas mutu pendidikan sebagaimana juga dalam efektifitas pendidikan harus diperhatikan aspek input dan proses pendidikan tersebut. Berkenaan dengan hal tersebut, maka sistem pendataan yang akurat, tepat guna, dan waktu perlu dikonstruksi secara mendasar melalui peningkatan infrastruktur teknologi informasi pada setiap lembaga pendidikan, yang meliputi kemampuan staf, arus data yang melekat dalam proses manajemen, pusat pelatihan pendataan, serta sarana prasarana pendukung.
Dalam konteks peningkatan mutu pendidikan melalui efisiensi pengelolaan pendidikan, analisis serta pengkajian data dan informasi perlu dilakukan secara simultan, terus-menerus, dan mendalam agar setiap unit kerja dalam lembaga pendidikan dapat melaksanakan manajemen secara efisien.[4]
2.      Produktivitas
a.       Secara umum, produktifitas berarti “keinginan” dan upaya manusia
untuk selalu meningkatkat kualitas kehidupan di segala bidang.
b.      Secara filosofis, produktivitas adalah sikap mental yang berpandangan
bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin,
sedangkan hari esok harus lebih baik dari hari ini
c.       Secara teknis, produktivitas merupakan perbandingan antara output
dan input
[5]
Produktivitas merupakan perbandingan terbaik antara hasil yang diperoleh (output) dengan jumlah sumber yang dipergunakan (input). Produktivitas dapat dinyatakan dengan kuantitas maupun kualitas. Kuantitas output merupakan jumlah lulusan, sedangkan input merupakan jumlah tenaga kerja sekolah, dan sumber daya lainnya. Sedangkan produktivitas dalam ukuran kualitas tidak dapat diukur dengan uang, ia digambarkan dari ketetapan penggunaan metode dan alat yang tersedia sehingga volume dan beban kerja dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang tersedia serta mendapatkan respon positif bahkan pujian dari orang lain atas hasil kerjanya .
Ada pula yang menekankan produktivitas pada sisi pemberian perhatian dan kepuasan kepada pelanggan, sehingga semakin banyak dan semakin memuaskan pelayanan yang diberikan sebuah corporate atau lembaga terhadap customer, maka semakin produktif lembaga tersebut. Produktivitas dalam dunia pendidikan berkaitan erat dengan keseluruhan proses penataan dan penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Dalam konteks produktivitas pendidikan, sumber-sumber pendidikan dipadukan dengan cara-cara yang berbeda. Perpaduan tersebut sama halnya dengan upaya memproduksi pakaian yang menggunakan teknik-teknik yang berbeda dalam memadukan buruh, modal, dan pengetahuan. Untuk mengusai teknik-teknik tersebut diperlukan proses belajar.
Seiring dengan bertambahnya waktu, semakin besar pula modal untuk pendidikan. Sekolah pun semakin berkembang seiring dengan besarnya tuntutan pendidikan yang harus dikembangkan. Perubahan dalam intensitas tenaga kependidikan pun kemudian harus dilakukan dan disesuaikan dengan kebutuhan. Sehingga perlu diaplikasikan model ketrampilan mengajar yang bervariasi.
Secara sederhana produktivitas pendidikan dapat diukur dengan melihat indeks pengeluaran riil pendidikan seperti dalam National Income Blue Book, dengan cara menjumlahkan pengeluaran dari banyaknya peserta didik yang dididik. Namun cara ini merupakan pengukuran cara kasar terhadap produk riil kependidikan. Cara ini pun tidak menceritakan sama sekali tentang kualitas lulusan lembaga pendidikan, juga derajat efisiensi berbagai sumber yang digunakan. Sehingga pengukuran output pendidikan dengan cara yang rasional penting untuk dipertimbangkan, namun juga perlu disadari bahwa pengukuran ini tidak dapat memberi indikasi langsung mengenai kuantitas pengajaran yang diterima setiap peserta didik.
Kriteria keberhasilan manajemen pendidikan adalah produktivitas pendidikan yang dapat diukur dari sudut efektivitas dan efesiensi pendidikan. Efektivitas pendidikan dapat dilihat dari sudut prestasi, mutu, nilai ekonomis, dan proses pendidikan. Sementara itu, maksud efesiensi pendidikan adalah dengan memanfaatkan tenaga, fasilitas, dan waktu sesedikit mungkin yang mampu menghasilkan sesuatu yang banyak, bermutu, relevan, dan bernilai ekonomi yang tinggi. Efesiensi pendidikan memiliki arti sebagai hubungan antara pendayagunaan sumber-sumber pendidikan yang terbatas sehingga mencapai optimalisasi yang tinggi. Kalau efektivitas membandingkan antara input atau sumber daya dengan output.
Tampaknya, baik efektivitas maupun efesiensi pendidikan sama-sama berorientasi pada hasil. Hanya saja pada efektivitas ada usaha mewujudkan relevansi antara perencanaan dengan tujuan, sedangkan pada efesiensi terdapat usaha mewujudkan fungsi maksimal dari sumber daya yang ada. Efesiensi ini tidak berbeda sama sekali dengan prinsip ekonomi yang menyatakan penggunaan modal yang sedikit mungkin untuk menghasilkan keuntungan yang sebanyak mungkin. Bedanya, keberhasilan ekonomi melalui prinsip ini bisa berkonotasi merugikan orang lain, sedangkan dalam pendidikan tidak berimbas pada kerugian peserta didik.
Allan Thomas sebagaimana dikutip Mulyasa maupun Nanang Fatah mengatakan bahwa produktivitas pendidikan dapat ditinjau dari tiga dimensi berikut ini.
1.      Produktivitas sekolah dari segi keluaran administratif, yaitu seberapa baik layanan yang diberikan oleh guru, kepala sekolah, maupun yang lain dalam proses pendidikan.
2.      Produktivitas sekolah dari segi keluaran perubahan perilaku dengan melihat nilai-nilai yang diperoleh peserta didik dalam periode belajar tertentu.
3.      Produktivitas sekolah dari keluaran ekonomis yang berkaitan dengan pembiayaan layanan pendidikan di sekolah. Hal ini menyangkut “harga“ layanan yang diberikan dan “perolehan“ yang ditimbulkan oleh layanan itu atau disebut “peningkatan nilai balik“.

Dari uraian di atas, nampak jelas bahwa pengukuran produktivitas pendidikan erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi, yang sangat bergantung pada akurasi kerangka yang digunakan dalam analisis dan kualitas data. Dalam konteks ini agaknya tidak perlu diperdebatkan bagaimana pengukuran pendidikan dalam pertumbuhan ekonomi, sebab umumnya riset mengenai ini membuktikan bahwa peranan pendidikan tetap substansial dalam pertumbuhan ekonomi. Sehubungan dengan hal tersebut, untuk mengetahui produktivitas pendidikan dalam konteks peningkatan mutu pendidikan, antara lain dapat dilakukan dengan analisis efektifitas biaya, analisis biaya minimal, dan analisis manfaat
Hal ini mengandung pengertian bahwa produktivitas ditentukan oleh fungsi administratif, psikologis, dan ekonomis. Dalam konteks pendidikan Islam, diharapkan fungsi tersebut bisa dikembangkan dengan tambahan fungsi lain, seperti fungsi sosial dan fungsi kultural. Produktivitas sekolah dari segi keluaran sosial dapat diperhatikan pada seberapa jauh wawasan bermasyarakat yang diperoleh dalam proses pembelajaran oleh peserta didik, kemudian seberapa baik mereka mampu mengaplikasikan bahkan mengembangkannya dimasyarakat, baik masyarakat sekolah maupun masyarakat luas. Sementara itu, produktivitas sekolah dari segi keluaran kultural dapat diperhatikan pada seberapa besar peserta didik mampu berkreasi sebagai akibat rangsangan dari pembelajaran disekolah.
Dua fungsi sebagai penentu produktivitas ini begitu bermakna dalam pengembangan. Naluri pengembangan ini menjadi salah satu titik kelemahan pendidikan di Indonesia sehingga daya pikir lulusan-lulusan sekolah menjadi tumpul. Akibatnya, dalam berpikir mereka sangat terikat, kering gagasan atau ide energik, kemudian memperbanyak pengangguran. Ini semua terjadi karena model pembelajarannya lebih menekankan pada penguasaan hafalan. Injeksinya melalui pola pembelajaran yang menjadikan peserta didik bersikap aktif-kreatif, memburu, dan menemukan sesuatu. Bila ini terwujud berarti pola pembelajaran itu efektif.
Menurut Madhi, kepemimpinan efektif adalah kepemimpinan yang dibarengi oleh pemimpin yang mampu menerjemahkan fungsinya menjadi perilaku nyata. Kepemimpinan efektif bukan sekedar pusat kedudukan atau kekuatan, tetapi merupakan interaksi aktif yang efektif.[6]
Seorang pemimpin itu adalah berfungsi untuk memastikan seluruh tugas dan kewajiban dilaksanakan di dalam suatu organisasi. Seseorang yang secara resmi diangkat menjadi kepala suatu group I kelompok bisa saja ia berfungsi atau mungkin tidak berfungsi sebagai pemimpin. Seorang pemimpin adalah seseorang yang unik dan tidak diwariskan secara otomatis tetapi seorang pemimpin haruslah memiliki karekteristik tertentu yang timbul pada situasi -situasi yang berbeda.[7] Efektivitas kepemimpinan dalam mencapai tujuan dapat diperoleh dengan cara sebagai berikut.
1.            Kapabilitas (al-kafa’ah), kemampuan yang berkesinambungan, bekerja, dan mempresentasikannya.
2.            Pemahaman (al-fahm), yaitu ketajaman melihat tujuan dan memahami konsepsinya.
3.            Koordinasi (al-tandhim), artinya kemampuan mendefinisikan tugas merencanakan hubungan kerja dan mengorganisasikannya, mengefektifkan penyampaian dan penerimaan informasi.

Perpaduan al-kaf’ah, al-fahm, dan al-tandhim dapat mengontrol perencanaan supaya bisa diarahkan sesuai dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Tentunya, disamping ketiga kondisi itu harus ada rasionalisasi, baik pada tingkat perencanaan maupun tujuan. Perencanaan rasional artinya sesuai dengan potensi yang ada, sedang tujuannya juga rasional, artinya sangat memungkinkan untuk dicapai.
Adapun “efesiensi“ menurut Ibrahim Bafadhal, “Merupakan suatu konsepsi perbandingan antara pelaksanaan suatu program dengan hasil akhir yang diraih atau dicapai“. Rendahnya biaya dan tenaga yang dikerahkan dalam pelaksanaan suatu program, tapi diiringi hasil yang semakin tinggi berarti sangat efesien. Apabila biaya dan tenaga yang dikeluarkan dalam pelaksanaan suatu program tinggi, sedangkan hasil yang dicapai juga tinggi berarti belum efesien, apalagi bila biaya dan tenaga yang dikerahkan tergolong tinggi sedangkan hasil yang dicapai rendah berarti sangat tidak efesien, bahkan pemborosan.
Dalam pandangan Islam, pemborosan itu menjadi larangan karena mengarah pada kerugian, bahkan kehancuran. Allah swt berfirman:
ÏN#uäur #sŒ 4n1öà)ø9$# ¼çm¤)ym tûüÅ3ó¡ÏJø9$#ur tûøó$#ur È@Î6¡¡9$# Ÿwur öÉjt7è? #·ƒÉö7s? ÇËÏÈ ¨bÎ) tûïÍÉjt6ßJø9$# (#þqçR%x. tbºuq÷zÎ) ÈûüÏÜ»u¤±9$# ( tb%x.ur ß`»sÜø¤±9$# ¾ÏmÎn/tÏ9 #Yqàÿx. ÇËÐÈ
(26) Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. (27) Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah Saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (Q.S al-Isra’: 26-27)[8]

Ayat ini mengandung beberapa pesan yang dapat kita angkat: (1) Seseorang perlu memiliki prioritas tertentu; (2) Prioritas itu diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan; (3) Anjuran bersikap hemat dalam mengatur ekonomi; (4) Larangan bersikap boros (menjadi pemboros); dan (5) Pemborosan bukan hanya terkait dengan dimensi ekonomi melainkan juga terkait dengan dimensi teologi.
Untuk menghindari pemborosan (tabdzir)  sekaligus mengembalikan kepada efesiensi dibutuhkan pengondisian dan langkah-langkah strategis. Mulyasa menyatakan, “Upaya peningkatan efisien pendidikan paling tidak dapat ditentukan oleh dua hal, yakni manajemen pendidikan yang profesional dan partisipasi dalam pengelolaan pendidikan yang meluas. Sedangkan Made Pidarta mengatakan bahwa manajemen yang efisien dapat diperoleh dengan cara sebagai berikut:
1.      Mengerjakan sesuatu dengan benar.
2.      Kalau terjadi permasalahan dalam organisasi hendaknya segera diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
3.      Mengamankan sumber-sumber pendidikan dengan cara mengoordinasikan sumber-sumber pendidikan itu dengan sebaik-baiknya.
4.      Setiap petugas baik pegawai atau guru/dosen diharuskan mengikuti tugas-tugas pekerjaan.
5.      Setiap manajer diharapkan dapat menekan biaya pendidikan dengan tidak mengorbankan produksi.

Efisiensi ini sangat bermakna dalam pengelolaan lembaga pendidika Islam. Ada beberapa alasan untuk mendasari makna efesiensi itu khususnya bagi lembaga pendidikan Islam, baik alasan konvensional maupun fungsional, antara lain sebagai berikut:
1.      Secara realitas faktor terbesar kendala lembaga pendidikan  Islam adalah persoalan pendanaan. Dengan melakukan efisiensi, dana yang serba terbatas bahkan serba kurang itu dapat dikelola untuk mewujudkan hasil yang memadai.
2.      Secara strategis dapat melatih para pimpinan lembaga pendidikan Islam untuk senantiasa berfikir dan bertindak secara produktif (berorientasi menghasilkan sesuatu).
3.      Secara psikologis, ketika pemimpin lembaga pendidikan Islam mau menjalankan tugasnya agar dapat memantapkan niatnya bahwa kepemimpinannya itu untuk mengembangkan lembaga bukan memperkaya diri melalui lembaga itu.
4.      Secara fungsional, penerapan prinsip efesiensi dalam mengelola lembaga pendidikan Islam dapat dilakukan penghematan biaya dan tenaga dengan tidak mengorbankan hasil yang ingin dicapai.

Dengan begitu, prinsip efisiensi ini harus dimiliki oleh komunitas lembaga pendidikan Islam dengan cara sebagai berikut:
1.      Mentradisikan mereka untuk serba menghemat biaya mapun tenaga.
2.      Mentradisikan mereka untuk senantiasa menyeleksi kebutuhan yang penting-penting saja.
3.      Mentradisikan mereka untuk konsisten dengan skala prioritas terutama bila terjadi kesenjangan antara sumber dana serta daya daya dengan tingkat kebutuhan.
4.      Mentradisikan mereka untuk menjalankan komitmen mengaplikasikan skala prioritas itu.
5.      Mentradisikan mereka untuk mampu merealisasikan hasil yang baik hanya dengan biaya dan tenaga yang relatif sedikit.
Hal ini bukan berarti biaya pendidikan Islam harus dikurangi, tetapi bagaimana dengan biaya yang relatif kecil dapat mencapai hasil yang relatif besar. Konsekuensinya, bila biaya yang dipakai bertambah besar, maka hasil yang dicapai semakin besar pula. Alokasi biaya untuk pendidikan Islam itu harus diorientasikan untuk mencapai hasil pendidikan Islam yang sangat memuaskan semua pihak, baik siswa/mahasiswa/santri, guru/dosen/kyai/ustadz, masyarakat, pemerintah, maupun para pengguna lulusan.[9]


BAB III
PENUTUP

Kesimipulan
  1. Produktivitas (dalam pengertian yang umum) , sangat berkaitan dengan upaya peningkatan mutu. Dalam konteks pendidikan, produktivitas berkaitan dengan mutu atau kualitas pendidikan.
  2. Peningkatan produktivitas pendidikan mengandung beberapa aspek , antara lain : efektivitas, efisiensi dan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
  3. Faktor-faktor yang berkaitan dengan produktivitas, adalah : kurikulum , sarana dan prasarana, manajerial, kepemimpinan, dan sebagainya

Efektifitas, efisiensi, serta produktivitas manajemen pendidikan harus ditetapkan sejak awal agar dampaknya dapat dideteksi sejak dini terhadap pencapaian tujuan pendidikan. Selain itu, efektifitas, efisiensi, dan produktifitas menjadi prasarat utama untuk memperjelas orientasi dalam pengelolaan suatu lembaga pendidikan Islam. Sehingga lembaga pendidikan tampil sebagai lembaga yang memiliki daya tarik dan mampu menjawab kebutuhan masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA

Agama Departemen. 1990.  Al-Qur’an dan Terjemahnya.  Jakarta: Depag RI.

 

Irawati Nisrul,  Kepemimpinan Efektif, Kepemimpinan Yang Mampu Mengambil Keputusan Yang Tepat, (Medan: Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, 2004)

 

Mulyasa. E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi; Karakteristik dan Implementasi. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.

Mulyasa. E. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah; Konsep, Strategi dan Implementasi . Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.

 

Pendidikan Nasional Departemen. 2000. Panduan Manajemen Sekolah. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.

 

Permendiknas No. 22, 23 dan 24 Tahun 2007

Qomar Mujamil. 2007. Strategi Baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam; Manajemen Pendidikan Islam, Surabaya: Erlangga.

 

Raihan Abul. Efektifitas, Efisiensi, Dan Produktivitas Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Islam. Dalam http://Abulraihan.Wordpress.Com/2009/05/25/Efektifitas-Efisiensi-Dan-Produktivitas-Manajemen-Peningkatan-Mutu-Pendidikan-Islam/ Diakses Minggu 10 Juli 2011.


Sukmadinata Nana Syaodih. 1997. Pengembangan Kurikum; Teori dan Praktek. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya.


[1] Abul Raihan, Efektifitas, Efisiensi, Dan Produktivitas Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Islam, dalam http://Abulraihan.Wordpress.Com/2009/05/25/Efektifitas-Efisiensi-Dan-Produktivitas-Manajemen-Peningkatan-Mutu-Pendidikan-Islam/, Diakses Minggu 10 Juli 2011

[2] Untuk selanjutnya kata “organisasi” bisa dipahami dengan “Lembaga Pendidikan Islam” di sesuaikan dengan judul besar pembahasannya.
[3] E. Mulyasa. Kurikulum Berbasis Kompetensi; Karakteristik dan Implementasi. (Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya. 2003)
[4] E. Mulyasa. Manajemen Berbasis Sekolah; Konsep, Strategi dan Implementasi . (Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya. 2003)
[5] Dewan Produktivitas Nasional , 1983
[6] Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, (Surabaya: Erlangga, 2007) H. 297-300
[7] Nisrul Irawati,  Kepemimpinan Efektif, Kepemimpinan Yang Mampu Mengambil Keputusan Yang Tepat, (Medan: Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, 2004), h. 2
[8] Depag RI, Al-Qor’an Dan Tarjamahnya, (Jakarta: Depag RI, 1990) H.
[9] Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam…, H. 300-304

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar baik menunjukkan pribadimu !

Bottom Ad [Post Page]