Banyak orang sangat berkepentingan dengan kata yang satu ini. Di Perguruan tinggi hampir semua Dosen dan Mahasiswa berhadapan dengan istilah hakekat. Namun tidak semua mahasiswa dan dosen memahami pengertian “hakekat” dengan baik. Kata yang satu ini sangat gampang diucapkan dan sangat enak di dengar. Namun penggunaannya sering salah suai, alias tidak cocok dengan yang seharusnya (makna yang dikandungnya). Tidak jarang kita temukan dalam karya ilmiah atau bukan, pengertian hakekat adalah peran-peran atau fungsi-funsi dari manusia. Sebagai contoh dalam sebuah literatur saya membaca, yang kutipannya sebagai berikut; …”Secara filosofis hakikat manusia merupakan kesatuan integral dari potensi-potensi esensial yang ada pada diri manusia” yakni:
- Manusia sebagai mahluk pribadi/individu,
- Manusia sebagai mahluk sosial ,
- Manusia sebagai mahluk susila/moral.
- Manusia sebagai makhluk relegius.
Berikut ini penulis mencoba menjelaskan pengertian hakekat sebatas kemampuan yang ada. Hakekat adalah apa yang membuat sesuatu terwujud. Hakekat mengacu kepada faktor utama yang lebih fundamental. Hakekat selalu ada dalam keadaan sifatnya tidak berubah-rubah. Tanpa faktor utama tersebut sesuatu tidak akan bermakna sebagai wujud yang kita maksudkan. Karena hakekat merupakan faktor utama yang wajib ada, maka esensinya itu tidak dapat dipungkiri atau dinafikan. Keberadaannya (eksistensinya) di setiap tempat dan waktu tidak berubah.
Selanjutnya untuk lebih memudahkan pemahaman kita, ada baiknya mari kita mengenal hakekat manusia sebagai contoh: Hakekat merupakan inti pokok dari sesuatu, dengan hakekat itulah sesuatu bereksistensi. Maka pada manusia sebagai makhluk Tuhan terbentuk atau terwujud oleh jasad dan roh. Jadi hakekatnya sebagai esensi dari manusia itu yakni ikatan jasad dan roh. Dalam hal ini perlu di ingat adalah setelah roh ditiupkan atau dimasukan kedalam jasad oleh sang Maha Pencipta, maka roh tersebut berubah namanya menjadi nafs ( jiwa).
Sesungguhnya Allah menciptakan manusia sebagai makhluk sosial yang yang selalu memiliki ketergantungan, bahkan sejak ia masih berupa segumpal darah di dalam rahim seorang wanita. Hal ini tergambar dari wahyu pertama ayat kedua yang diterima oleh Nabi. Sebagaimana yang dijelaskan Quraish Shihab bahwa makna dari khalaqal insana min ‘alaq bukan saja diartikan sebagai “menciptakan manusia dari segumpal darah” atau sesuatu yang berdempet di dinding rahim”, tetapi dapat dipahami juga sebagai “diciptakan dinding dalam keadaan selalu bergantung kepada pihak lain atau tidak dapat hidup sendiri”. Jadi manusia akan selalu bergantung pada segala apa yang ada disekitarnya.
Dalam dunia sosial masyarakat, manusia memiliki tingkat kecerdasan, kemampuan dan status sosial yang berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini juga tergambar dalam Q.S.al-Zukhruf 43:32 “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? kami Telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami Telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”
Dalam dunia sosial masyarakat, manusia memiliki tingkat kecerdasan, kemampuan dan status sosial yang berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini juga tergambar dalam Q.S.al-Zukhruf 43:32 “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? kami Telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami Telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”
Suatu esensi adalah satu kesatuan yang tidak dapat dibagi dalam bereksistensi. Dengan kata lain hakekat atau esensi mengacu kepada hal-hal yang lebih permanen yang tidak terpengaruh oleh situasi dan kondisi. Suatu hakikat lebih mantap dan stabil serta tidak mendatangkan sifat yang berubah-rubah, parsial ataupun yang fenomenal. Maka yang namanya manusia (an-nas) adalah makhluk Tuhan yang memiliki jiwa dan raga. Keharmonisan ikatan (integritas) jasmani dan jiwa tersebut menjadikan manusia dapat bereksistensi. Dengan itu pula dia dapat menjalankan funsi-funsi kemanusiaannya. Pada ”hakekat” itu terletak (terdapat) hal-hal lain yang menjadi atribut manusia.
Bila jiwa berpisah dengan raga maka hilanglah sebutan manusia. Kalau jasad saja mungkin bernama mayat dan jiwanya berobah namanya kembali sebagai roh. Dengan demikian kalau satu saja di antara faktor utama itu yang ada maka manusia tidak bisa bereksistensi, dan fungsi-fungsi manusia tidak dapat dijalankan. Itulah yang disebut dengan manusia telah mati.
Sekian semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar baik menunjukkan pribadimu !