BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Penyelenggaraan program
akselerasi ini merupakan salah satu implementasi dari Undang-undang No. 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 ayat 4, yaitu “Bahwa
warga Negara yang memiliki kercerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh
pendidikan khusus”. Program akselerasi adalah program pelayanan pendidikan
peserta didik yang memiliki potensi cerdas istimewa dan/atau berbakat istimewa
(CI/BI). Dalam program akselerasi, penyelesaian pendidikan dapat ditempuh
dengan jangka waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan program seperti
biasanya. Artinya peserta didik kelompok ini dapat menyelesaikan pendidikan di
SD/MI dalam jangka waktu 5 tahun dan di SMP/MTs atau SMA/MA dalam waktu 2
tahun.
Dengan mengacu pada berbagai
hasil penelitian, diperkirakan terdapat 2,2% anak usia sekolah yang memiliki
kualifikasi CI+BI. Menurut data BPS tahun 2006 terdapat 52.989.800 anak usia
sekolah. Artinya terdapat sekitar 1.059.796 anak usia sekolah yang memiliki
kualifikasi CI+BI. Berdasarkan data Asosiasi CI+BI Nasional, baru sekitar 9551
anak CI+BI yang dapat mengikuti program akselerasi. Ditinjau dari segi
kelembagaan, dari 260.471 sekolah, baru 311 sekolah yang memiliki program
layanan bagi anak CI+BI. Sedangkan di madrasah, dari 42.756 madrasah, baru 7
madrasah yang menyelenggarakan program akselerasi. Ini berarti masih sedikit
sekolah/madrasah yang memberikan layanan pendidikan kepada siswa CI+BI.
Untuk itu dirasa perlu menurut
penulis mengadakan pengkajian terkait program akselerasi pada Sekolah/Madrasah
di Negara kita, apakah bisa dan tepat diterapkan di Indonesia? Apakah program
itu berhasil atau malah memunculkan carut marut permasalahan baru pada
pendidikan di Negara kita? dan dari mana asal muasal sejarah program akselerasi
itu, sehingga menurut para pembuat kebijakan pendidikan bisa diterapkan juga
pada Negara kita.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana pengertian program
akselerasi?
2. Bagaimana pedoman dan pelaksanaan
program akselerasi menurut tinjauan historis,dan sosiologis?
3. Mengapa diperlukan program
akselerasi?
4. Bagaimana pandangan pakar tentang
program akselerasi?
C. Tujuan
Masalah
1. Untuk mengetahui defenisi program
akselerasi.
2. Untuk mengetahui pedoman dan
pelaksanaan program akselerasi ditinjau dari historis dan sosiologis.
3. Untuk mengetahui tujuan program
akselerasi.
4. Untuk mengetahui tinjauan pakar
tentang program akselerasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Program Akselerasi
Akselerasi
berasal dari Bahasa Inggris acceleration yang berarti proses
mempercepat; peningkatan kecepatan;
percepatan; laju perubahan kecepatan.[1]
Colangelo
dalam Hawadi memaparkan bahwa istilah
akselerasi menunjuk pada pelayanan yang diberikan (service delivery) dan
kurikulum yang disampaikan (curriculum delivery). Sebagai model
pelayanan, akselerasi dapat diartikan sebagai model layanan pembelajaran cara
lompat kelas, misalnya bagi siswa yang memiliki kemampuan tinggi (IQ di atas
130) diberi kesempatan untuk mengikuti
pelajaran pada kelas yang lebih tinggi dari yang seharusnya. Sementara itu, sebagai
model kurikulum, akselerasi berarti mempercepat bahan ajar dari yang seharusnya
dikuasai oleh siswa saat itu. Akselerasi akan membuat anak berbakat menguasai
banyak isi pelajaran dalam waktu yang sedikit. Anak-anak ini dapat menguasai
bahan ajar secara cepat dan merasa bahagia atas prestasi yang dicapainya.[2]
Menurut
Sutratinah Tirtonegoro, percepatan (acceleration) adalah “cara
penanganan anak supernormal dengan memperbolehkan naik kelas secara meloncat
atau menyelesaikan program reguler di dalam jangka waktu yang lebih singkat.”[3]
Beliau juga menambahkan bahwa variasi bentuk-bentuk percepatan antara lain:
a. Early Admission ( masuk lebih awal).
b. Advance Placement ( naik kelas sebelum waktunya,
mempercepat waktu kenaikan kelas).
c. Advance Courses (mempercepat pelajaran), merangkap
kelas dan lain-lain cara untuk mempercepat kemajuan belajar anak supernormal
(anak berbakat).[4]
Hal yang sama juga
diungkapkan oleh Ulya Latifah Lubis dalam Hawadi yang memberikan pengertian
akselerasi sebagai program pelayanan yang diberikan kepada siswa dengan tingkat
keberbakatan tinggi agar dapat menyelesaikan masa belajarnya lebih cepat dari
siswa yang lain (program reguler).[5]
Direktorat Jendral Luar Biasa menyebutkan bahwa “jenis akselerasi yang
digunakan (di Indonesia) adalah telescoping, yaitu mempersingkat waktu
belajar dengan memberikan materi yang esensial saja kepada siswa cerdas
istimewa (anak berbakat)”.[6]
Siswa yang seharusnya menyelesaikan studi SMP (Sekolah Menengah Pertama) atau
SMA (Sekolah Menengah Atas) dalam waktu 3 tahun dapat menyelesaikan materi
kurikulum (yang telah diversifikasi) dalam waktu 2 tahun saja.
Berdasarkan
pengertian di atas, dapat dipahami bahwa akselerasi adalah program layanan
belajar yang ditujukan bagi mereka yang memiliki kemampuan tinggi (IQ di atas
130) agar dapat menyelesaikan studinya lebih cepat dari anak usia rata-rata sesuai
kecepatan dan kemampuannya.
Program ini secara umum memenuhi kebutuhan peserta didik
yang memiliki karakteristik spesifik dari segi perkembangan kognitif dan
afektif. Secara khusus memberi pelayanan kepada siswa berbakat untuk dapat
menyelesaikan pendidikan lebih cepat dari biasanya.
B. Tinjauan Historis Program Akselerasi
Tokoh
yang pertama kali merumuskan akselerasi adalah Pressy (1949), mengemukakan
bahwa program akselerasi sebagai kemajuan dalam program pendidikan dengan laju
yang lebih cepat dari pada yang berlaku pada umumnya atau memulai suatu tingkat
pendidikan pada usia yang lebih muda dari pada yang berlaku pada umumnya.
Ciri-ciri
keberbakatan Program kelas akselerasi dirintis dengan konsepsi keberbakatan
yang digunakan berasal dari Renzulli, Reis &Smith (1978) bahwa keberbakatan
menunjuk pada adanya keterkaitan antara kelompok ciri (kluister) yaitu;
1) Kemampuan diatas rata-rata
Kemampuan diatas rata -rata mencakup
2 hal yaitu; kemampuan umum dan spesifik. Kemampuan umum terdiri dari kapasitas
untuk memproses info, untuk mengintegrasikan pengalaman, dan hal ini terlihat
dalam proses yang cocok dan adaptif dalam situasi baru, serta kemampuan dalam
berfikir abstrak. Kemampuan spesifik terlihat dalam ekspresi sehari- hari: Kreativitas
Kelancaran, Keluwesan dan Orisinilitas dalam berfikir.
2) Tanggung jawab terhadap tugas
Ciri yang konsisten ditemukan pada
orang yang tergolong kreatif - produktif adalah memiliki tanggung jawab, suatu bentuk
halus dari motivasi. Jika motivasi biasanya didefinisikan sebagai suatu proses
energi umum yang merupakan faktor pemicu pada organisasi, tanggung jawab energi
tersebut ditampilkan pada tugas tertentu yang spesifik. Sementara itu Treffinger
(1980) mengemukakan sejumlah karakteristik unik anak berbakat ialah bahwa anak
berbakat memiliki karakteristik berikut; 1).Rasa ingin tahu yang tinggi
(Curiosity) 2).Berimajinasi (Imagination) 3).Produktif (Produtivity) 4).Independen
dalam berfikir dan menilai (Independence inthought and judgment) 5).Mau
mengeluarkan biaya lebih untuk mendapatkan informasi dan mewujudkan ide- ide
(Extensive foun of information andideas) 6).Memiliki ketekunan (Presistence) 7).Bersikukuh
dalam menyelesaikan masalah (Commitment tosolving problems) 8).Berkonsentrasi
ke masa depan dan hal-hal yang belum diketahui (Concern with the future and the
unknown), tidak hanyut pada masa lalu, terpaku hari ini, atau cepat puas pada hal-hal
yang sudah diketahui (not merely with the past, thepresent, or the known)[7]
Sejarahnya
di Indonesia sendiri upaya pemerintah untuk memberikan pelayanan pendidikan
bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa telah
dilakukan sejak tahun 1974 dalam bentuk kebijakan atau program. Secara historis
kebijakan pemerintah tersebut penulis gambarkan kedalam table berikut[8]:
1974
|
Pemberian beasiswa bagi peserta didik Sekolah
Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang berbakat dan berprestasi tinggi tetapi
lemah kemampuan ekonomi keluarganya.
|
1982
|
Balitbang Dikbud membentuk Kelompok Kerja Pengembangan
Pendidikan Anak Berbakat (KKPPAB). Kelompok Kerja ini mewakili unsur-unsur
struktural serta unsur-unsur keahlian seperti Balitbang Dikbud, Ditjen
Dikdasmen, Ditjen Dikti, Perguruan Tinggi, serta unsur keahlian di bidang
sains, matematika, teknologi (elektronika, otomotif, dan pertanian), bahasa,
dan humaniora, serta psikologi.
|
1984
|
Balitbang Dikbud menyelenggarakan perintisan pelayanan
pendidikan anak berbakat dari tingkat SD, SMP, SMA di satu daerah perkotaan
(Jakarta) dan satu daerah pedesaan (Kabupaten Cianjur). Program pelayanan
yang diberikan berupa pengayaan (enrichment) dalam bidang sains
(Fisika, kimia, Biologi, dan Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa),
matematika, teknologi (elektronika, otomotif, dan pertanian), bahasa (Inggris
dan Indonesia), humaniora, serta keterampilan membaca, menulis, dan meneliti.
Pelayanan pendidikan dilakukan di kelas khusus di luar
program kelas reguler pada waktu-waktu tertentu.
Perintisan pelayanan pendidikan bagi anak berbakat ini
pada tahun 1986 dihentikan seiring dengan pergantian pimpinan dan kebijakan
di jajaran Depdikbud.
|
1989
|
Di dalam UU no. 2 tahun 1989 tentang Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 8 ayat 2 dikemukakan bahwa: “warga negara yang
memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian
khusus”.
Pasal 24, setiap peserta didik pada satuan pendidikan
mempunyai hak-hak sebagai berikut: (1) mendapat perlakuan yang sesuai dengan
bakat, minat, dan kemampuannya, (5) menyelesaikan program pendidikan lebih
awal dari waktu yang telah ditentukan.
|
1993/1994
|
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan kebijakan
tentang Sistem Penyelenggaraan Sekolah Unggul (Schools of Excellence) dan
membukanya di seluruh provinsi sebagai langkah awal kembali untuk menyediakan
program pelayanan khusus bagi peserta didik dengan cara mengembangkan aneka
bakat dan kreativitas siswa.
|
1998/1999
|
Dua sekolah swasta di DKI Jakarta dan satu sekolah swasta
di Jawa Barat melakukan ujicoba pelayanan pendidikan bagi anak berpotensi
kecerdasan dan bakat istimewa dalam bentuk program percepatan belajar
(akselerasi), yang mendapat arahan dari Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah.
|
2000
|
Program percepaan belajar dicanangkan oleh Menteri
Pendidikan Nasional pada Rakernas Depdiknas menjadi Program Pendidikan
Nasional.
Pada kesempatan tersebut Mendiknas melalui Dirjen
Dikdasmen menyampaikan Surat Keputusan (SK) Penetepan Sekolah Penyelenggara
Program Percepatan Belajar kepada 11 sekolah terdiri dari 1 SD, 5 SMP dan 5
SMA di DKI Jakarta dan Jawa Barat.
|
2001/2002
|
Diputuskan penetapan kebijakan diseminasi program
percepatan belajar pada beberapa sekolah di beberapa provinsi di Indonesia.
|
2003
|
Pasal 32 ayat (1) Pendidikan khusus merupakan pendidikan
bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti
proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, social dan/atau
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
|
2006
|
Diterbitkan Permendiknas no. 34/2006 tentang Pembinaan
Prestasi Peserta Didik yang memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat
Istimewa.
|
2009
|
DiterbItkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia (Permendiknas RI) No. 70/2009 Tentang “Pendidikan Inklusif
Bagi Peserta Didik Yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan
dan/atau Bakat Istimewa”.
Pasal 1 : “Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan
pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan
kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki
potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau
pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan
peserta didik pada umumnya”.
Pasal 5 ayat (1) : “Penerimaan peserta didik
berkelainan dan/atau peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau
bakat istimewa pada satuan pendidikan mempertimbangkan sumber daya yang
dimiliki sekolah”. Sekolah SSN atau RSBI adalah sekolah yang memiliki sumber
daya yang memadai untuk menyelenggarakan pendidikan bagai peserta
didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dalam
bentuk program akselerasi.
|
2010
|
diterbitkan Peraturan Pemerintah no. 17/2010 tentang
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Pasal 134
(1) Pendidikan khusus bagi peserta didik yang
memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa berfungsi mengembangkan
potensi keunggulan peserta didik menjadi prestasi nyata sesuai dengan
karakteristik keistimewaannya.
(2) Pendidikan khusus bagi peserta didik yang
memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa bertujuan
mengaktualisasikan seluruh potensi keistimewaannya tanpa mengabaikan
keseimbangan perkembangan kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, sosial,
estetik, kinestetik, dan kecerdasan lain.
Pasal 135
(1) Pendidikan khusus bagi peserta didik yang
memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat diselenggarakan
pada satuan pendidikan formal TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, atau
bentuk lain yang sederajat.
(2) Program pendidikan khusus bagi peserta didik
yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat berupa:
a. program percepatan; dan/atau
b. program pengayaan.
(3) Program percepatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan dengan persyaratan:
(4) Program percepatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dapat dilakukan dengan menerapkan sistem kredit semester sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Penyelenggaraan program pendidikan khusus bagi peserta
didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dalam bentuk:
a. kelas biasa;
b. kelas khusus; atau
c. satuan pendidikan khusus.
Pasal 136
Pemerintah provinsi menyelenggarakan paling sedikit 1
(satu) satuan pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi
kecerdasan dan/atau bakat istimewa.
|
C. Tujuan
Program Akselerasi
Dengan diselenggarakannya program ini, ada
beberapa alasan yang masuk akal.
- Alasan efisiensi sosial pragmatis penyelenggaraan pendidikan. Karena Negara Indonesia yang sedemikian besar, dengan penduduk amat banyak, dilihat masalah pengembangan sumber daya manusia, tetapi miskin dana untuk pendidikan, maka lebih baik mendayagunakan dana yang sedikit itu secara lebih signifikan untuk memacu anak-anak cerdas agar lahir kelompok elite yang handal untuk memperbaiki kondisi bangsa ini secara lebih cepat, dari pada dana yang sedikit itu dibagi ratakan ke semua anak tetapi dampaknya tidak signifikan.
b. Membuat
kelas yang relatif homogen sehingga siswa yang merasa luar biasa (cerdas) tidak
dirugikan oleh keterlambatan belajar siswa biasa. Sering dikeluhkan banyak
guru, anak-anak cerdas di kelas heterogen cenderung merasa cepat bosan belajar
dan cenderung mengganggu. Karena itu, anak-anak cerdas ini perlu mendapat
layanan khusus di kelas yang terpisah dari kelas anak biasa. Dengan begitu,
pengelolaan kelasnya menjadi lebih mudah.
c. Memberikan
penghargaan (reward) dan perlindungan hak asasi untuk belajar lebih cepat
sesuai dengan potensinya. Menurut Nasichin (dalam Hawadi) Ada dua tujuan yang
ingin dicapai dengan adanya program akselerasi bagi mereka yang memiliki
kemampuan yang lebih, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
·
Tujuan Umum
1. Memberikan
pelayanan terhadap peserta didik yang memiliki karakteristik khusus dari aspek
kognitif dan efektifnya.
2. Memenuhi
hak asasinya selaku peserta didik sesuai dengan kebutuhan pendidikan dirinya
3. Memenuhi
minat intelektual dan perspektif masa depan peserta didik.
4. Menyiapkan
peserta didik menjadi pemimpin masa depan
·
Tujuan Khusus
1. Menghargai
peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa untuk dapat
menyelesaikan pendidikan lebih cepat.
2. Memacu
kualitas siswa dalam menigkatkan kecerdasan spiritual, intelektual dan
emosional secara berimbang.
3. Meningkatkan
efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran peserta didik.[9]
Dalam proses pembelajarannya,
kurikulum yang diberikan pada siswa CI+BI (kelas akselerasi) tidak boleh sama
dengan kelas reguler, karena bobot dan kedalamannya tidak sesuai dengan
karakter siswa CI+BI. Materi yang disajikan kepada anak CI+BI harus berada pada
tingkat tinggi. Dalam konteks yang lebih modern, pengertian akselerasi tidak
hanya isi pelajaran disajikan dalam bentuk yang ringkas dan dipercepat. Tetapi
juga terkait dengan bagaimana teknik instruksional direkayasa. Oleh karena itu,
upaya mengembangkan standar isi mandiri bagi program CI+BI menjadi penting
untuk dilakukan.
Permasalahan pada Program Akselerasi
Sejak tahun ajaran 1998/1999
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) mengadakan uji coba program
akselerasi untuk anak berbakat intelektual. Dengan program ini, lama belajar
siswa dapat dipercepat selama satu tahun pada setiap satuan pendidikan. Sekolah
Dasar (SD) dari enam tahun dipercepat menjadi lima tahun, Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama (SLTP) dan Sekolah Menengah Umum (SMU) dari tiga tahun menjadi
masing-masing dua tahun. Peserta program ini adalah siswa yang memiliki
kemampuan di atas rata-rata, kreatif, dan tanggung jawab terhadap tugas.
Dalam pelaksanaannya, ternyata
ditemukan berbagai masalah. Seorang wakil kepala sekolah salah satu
penyelenggara program ini pernah mengisahkan pengalamannya. Dia berujar,
''Selama pelaksanaan akselerasi di sekolah ini, saya menemukan beberapa hal
yang aneh. Antara lain siswa terlihat kurang komunikasi, mengalami ketegangan,
kurang bergaul dan, tidak suka pada pelajaran olah raga. Mereka tegang seperti
robot. Kami juga dapat laporan dari orang tua bahwa kini mereka sulit
berkomunikasi dengan anaknya."
Hal itu, antara lain yang mendorong
Nuraida untuk melakukan penelitian. Tim Peneliti Pusbangsitek Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini lebih menitikberatkan pada
kecerdasan emosional siswa peserta akselerasi pada tingkat SMU. Dugaannya, kala
itu, masalah ini terjadi karena tidak tercapainya salah satu tujuan program
akselerasi, yaitu meningkatkan kecerdasan emosional.
Nuraida menuturkan, akselerasi yang
dilaksanakan di Indonesia adalah akselerasi yang berbasis kurikulum nasional.
Tingkat SMU, misalnya, ada 13 mata pelajaran: Agama, IPS, PPKN, Bahasa dan
Sastra Indonesia, sejarah nasional dan sejarah umum, bahasa Inggris, pendidikan
jasmani dan kesehatan, matematika, fisika, kimia, biologi, geografi, olah raga
dan seni rupa, ditambah dengan sejumlah ekstra kurikuler. Oleh karena itu,
Indonesia memakai jenis akselerasi Telescoping curriculum dan Compacting
curriculum.
Alasan pemilihan jenis ini agar
siswa tidak meninggalkan salah satu pelajaran tersebut. Jadi siswa mendapatkan
semua pelajaran dalam sistem pendidikan nasional. Tekniknya, dengan mengambil
pelajaran yang esensial saja sedangkan materi-materi yang tidak esensial bisa
dipelajari sendiri oleh siswa. Tidak perlu tatap muka. Dengan cara seperti ini,
siswa dapat menyelesaikan pendidikannya dalam waktu lebih cepat.
Kenyataannya, terdapat kesulitan
karena sistem pendidikan yang sentralistik. Jumlah pelajaran sangat banyak,
namum belum ada layanan individual sesuai dengan bakat dan minat. Karena itu,
harus mengakselerasikan 13 mata pelajaran yang terdapat dalam kurikulum
nasional. Akibatnya siswa sangat merasa berat karena harus mempelajari semua
mata pelajaran dalam waktu yang sangat cepat.
Ini berbeda dengan di Amerika. Di
Negeri Paman Sam tersebut, jelas Nuraida, peserta didik yang mengikuti program
akselerasi tidak diberikan semua mata pelajaran. Anak berbakat matematika
memiliki kurikulum khusus di bidang matematika. Jumlah pelajaran pun tak
banyak. Antara lain; computer science, Humanities, Math, science course dan
writing course (www.Jhu/Gifted/teaching). Namun mereka mempelajarinya
secara luas dan mendalam sekali.[10]
Bagi siswa yang telah menguasai
sejumlah pelajaran matematika pada satu tingkatan maka dia perbolehkan
mempelajari matematika pada tingkat yang lebih lanjut. Misalnya loncat ke kelas
yang lebih tinggi, belajar matematika pada tingkat universitas, kelas gabungan,
telescoping kurikulum, dan sebagainya.
Begitulah pelaksanaan program
akselerasi di negeri itu. Tujuannya, meningkatkan efisiensi, efektivitas,
memberikan penghargaan, kesempatan untuk berkarir lebih cepat dan meningkatkan
produktivitas. Hal ini sangat mungkin dilakukan karena sistem pendidikan mereka
sangat fleksibel. Artinya dalam sistem pendidikan mereka, pemerintah memberikan
kebebasan kepada tiap negara bagian untuk mengelola pendidikan sesuai bakat dan
minat. Pemerintah hanya memberikan rambu-rambu secara garis besar yang harus
dimiliki oleh warga setelah lulus.
Jadi. kata Nuraida, bisa dipahami
mengapa akselerasi yang dilaksanakan di Amerika berhasil dengan baik dan dalam
waktu yang relatif cepat mampu menghasilkan sejumlah saintis. Kurikulum yang
mereka kembangkan sangat fokus, tergantung pada bakat yang dimiliki oleh
seorang anak. Anak yang berbakat matematika hanya memperdalam matematika dan
pelajaran yang serumpun dengannya. Dengan cara ini akan memudahkan anak-anak
menguasai pelajaran yang diberikan oleh gurunya. Inilah teknik mencetak orang
ahli dalam bidangnya.
Apakah tujuan pelaksanaan program
akselerasi di Indonesia yang telah dirumuskan akan berhasil dengan menggunakan
kurikulum nasional bermuatan 13 mata pelajaran? Penelitian Nuraida -- yang
menitikberatkan pada aspek kecerdasan emosional -- tidak menemukan pengaruh
yang berarti. Itu diketahui setelah melakukan tes kecerdasan emosional pada
kelas akselerasi dan dibandingkan dengan siswa kelas reguler pada sekolah yang
sama dan umur yang sama.
Hasil tes pengukuran kecerdasan
emosional menunjukan bahwa skor kecerdasan emosional siswa akselerasi lebih
rendah dari pada siswa reguler. Namun rendahnya tidak signifikan. ''Jadi bisa
dikatakan sama dengan siswa kelas reguler,'' tuturnya.
Ini dapat disimpulkan bahwa program akselerasi Indonesia yang
berbasis kurikulum nasional belum mencapai tujuan yang telah dirumuskan,
seperti meningkatkan kecerdasan emosional. Siswa banyak yang stres, tegang, dan
jarang komunikasi. Pada hal menurut hasil penelitian yang dihimpun oleh Barbara
Clark (1982) tentang anak berbakat Matematika usia 12-13 tahun pada Universitas
John Hopkins Amerika, jelas Nuraida, skor penyesuaian emosional dan sosial
peserta program akselerasi di atas rata-rata.[11]
D.
Tinjauan
Pakar tentang Program Akselerasi
Berbagai
penelitian mengenai siswa unggul dan adanya program akselerasi di berbagai
Negara yang berusaha mengakomodasi kebutuhan golongan siswa tersebut, termasuk
pula berbagai pro dan kontra mengenai dampak akselerasi dari berbagai aspek.
Dimulai dari berbagai penelitian yang dilakukan pada beberapa SMA di Indonesia
yang memiliki program akselerasi, guru besar baru Asmadi Alsa menyimpulkan
beberapa hal, diantaranya bahwa siswa akselerasi memang memperoleh percepatan
dalam hal perkembangan secara kognitif, namun tidak dalam hal afektif dan
psikomotorik.
Namun
begitu, aktivitas belajar yang padat dapat memacu siswa sehingga memiliki daya
juang yang tinggi dalam belajar, karena memang tidak ditemukan adanya dampak
negatif dari hal itu. Meski demikian, pemantauan pada semester awal menjadi
amat penting dalam rangka melakukan tindakan lanjutan bagi siswa yang ditemukan
memiliki potensi tidak cukup mampu melakukan penyesuaian diri dengan tuntutan
program maupun juga lingkungan akademik dan sosial yang baru. Bagaimanapun,
evaluasi terhadap program akselerasi di Indonesia harus terus dilakukan dari
berbagai aspek. Keberhasilan akselerasi di Negara lain tidaklah dapat menjadi
pegangan, mengingat kondisi demografis dan sosio-kultural yang berbeda.
Dengan
tekad seluruh pihak, terutama Departemen Pendidikan Nasional untuk
mengakomodasi kebutuhan adanya pendidikan yang berkualitas bagi semua pihak,
termasuk bagi para siswa unggul, semoga saja program akselerasi yang kini telah
berjalan (dan kelak akan dikembangkan) dapat menghasilkan calon-calon pemimpin
bangsa yang berintegritas tinggi.[12]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
- Akselerasi adalah program layanan belajar yang ditujukan bagi mereka yang memiliki kemampuan tinggi (IQ di atas 130) agar dapat menyelesaikan studinya lebih cepat dari anak usia rata-rata sesuai kecepatan dan kemampuannya.
- Tokoh yang pertama kali merumuskan akselerasi adalah Pressy (1949), mengemukakan bahwa program akselerasi sebagai kemajuan dalam program pendidikan dengan laju yang lebih cepat dari pada yang berlaku pada umumnya atau memulai suatu tingkat pendidikan pada usia yang lebih muda dari pada yang berlaku pada umumnya.
- Tujuan Umum program akselerasi 1).Memberikan pelayanan terhadap peserta didik yang memiliki karakteristik khusus dari aspek kognitif dan efektifnya. 2).Memenuhi hak asasinya selaku peserta didik sesuai dengan kebutuhan. 3).Memenuhi minat intelektual dan perspektif masa depan peserta didik. 4).Menyiapkan peserta didik menjadi pemimpin masa depan.
Tujuan
Khusus: 1).Menghargai peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar
biasa. 2).Memacu kualitas siswa dalam menigkatkan kecerdasan spiritual,
intelektual dan emosional secara berimbang. 3).Meningkatkan efektifitas dan
efisiensi proses pembelajaran peserta didik.
- Siswa akselerasi memang memperoleh percepatan dalam hal perkembangan secara kognitif, namun tidak dalam hal afektif dan psikomotorik untuk mengakomodasi kebutuhan adanya pendidikan yang berkualitas bagi semua pihak, termasuk bagi para siswa unggul.
DAFTAR PUSTAKA
Akselerasi or Acceleration,
dalam: http://accelerationclass.blogspot.com/2007/12/berhasilkah-program-akselerasi-kita_07.html
diakses pada Kamis, 01 Nov 2012.
Alsa,
Asmadi. Program akselerasi SMA ditinjau dari sudut pandang psikologi
pendidikan (Jogja: Universitas Gajah Mada, 2007) disampaikan pada
pengukuhan Guru Besar Fak. Psikologi Rabu 6 Juni 2007.
Braggett, EJ. 1994, Developing
Programs for Gifted Students, Hawker Brownlow Education, Australia.
Direktorat
Pembinaan Sekolah Luar Biasa. 2010. Panduan Guru dan Orang tua Pendidikan
Cerdas Istimewa, Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional.
Hawadi,
Akbar, Reni. 2004. Akselerasi: A-Z Informasi Program Percepatan Belajar dan
Anak Berbakat Intelektual (Jakarta: Grasindo Widiasarana Indonesia.
Jones, E. D., and Southern, W. T., t.t. Types of
Acceleration: Dimensions and Issues,” by, A Nation Deceived, V.
II, Chapter 1.
Kamdi,
Waras. Kelas Akselerasi dan Diskriminasi Anak, Kompas Online, 24 dan 26
Juli 2004. dalam http://www.majalahpendidikan.com/2011/04/pengertian-dan-tujuan-program.html
diakses pada Kamis 01 Nov 2012.
Muhamad, Amril.
Sejarah Program Akselerasi di Indonesia dalam http://asosiasicibinasional.wordpress.com/2011/08/13/sejarah-program-akselerasi-di-indonesia/
diakses pada Kamis 01 Nov 2012.
Rogers, KB. 2002, Re-Forming Gifted Education, Great Potential
Press, Inc., Arizona.
Tirtonegoro,
Sutratinah. 2001. Anak Supernormal dan Program Pendidikannya, Yogyakarta:
Bumi Aksara.
[1] Definisi Akselerasi, online,
www.artikata.com/arti-318216-akselerasi.html, diakses pada 05 Okt 2012.
[2] Reni Akbar-Hawadi (Ed), Akselerasi:
A-Z Informasi Program Percepatan Belajar dan Anak Berbakat Intelektual (Jakarta: Grasindo Widiasarana Indonesia, 2004), 5-6.
[3] Sutratinah Tirtonegoro, Anak
Supernormal dan Program Pendidikannya (Yogyakarta: Bumi Aksara, 2001), 104.
[5] Hawadi, Akselerasi..., 121.
[6] Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa,
Panduan Guru dan Orang tua Pendidikan Cerdas Istimewa (Jakarta:
Kementrian Pendidikan Nasional, 2010), 60.
[7] Ibid.
[8]Amril Muhamad, Sejarah Program
Akselerasi di Indonesia dalam http://asosiasicibinasional.wordpress.com/2011/08/13/sejarah-program-akselerasi-di-indonesia/
diakses pada Kamis 01 Nov 2012.
[9] Waras Kamdi, Kelas Akselerasi dan
Diskriminasi Anak, Kompas Online, 24 dan 26 Juli 2004. dalam http://www.majalahpendidikan.com/2011/04/pengertian-dan-tujuan-program.html
diakses pada Kamis 01 Nov 2012
[10] E. D. Jones
and W. T. Southern. Types of Acceleration: Dimensions and Issues,”
by, A Nation Deceived, V. II, Chapter 1, pp. 5–12.
[11] Akselerasi or Acceleration,
dalam http://accelerationclass.blogspot.com/2007/12/berhasilkah-program-akselerasi-kita_07.html
diakses pada Kamis, 01 Nov 2012.
[12] Asmadi Alsa, Program
akselerasi SMA ditinjau dari sudut pandang psikologi pendidikan (Jogja:
Universitas Gajah Mada, 2007) disampaikan pada pengukuhan Guru Besar Fak.
Psikologi Rabu 6 Juni 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar baik menunjukkan pribadimu !