BAB I
PENDAHULUAN
Oleh: Afiful Ikhwan
A.
Latar Belakang
Masalah
Akreditasi sekolah merupakan
kegiatan penilaian yang dilakukan oleh pemerintah dan/atau lembaga
mandiri yang berwenang untuk menentukan kelayakan program satuan pendidikan
pada jalur pendidikan formal dan non-formal pada setiap jenjang dan jenis
pendidikan, berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, sebagai bentuk
akuntabilitas publik yang dilakukan secara obyektif, adil,
transparan dan komprehensif dengan menggunakan instrumen dan kriteria
yang mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan.
Latar belakang adanya kebijakan
akreditasi sekolah di Indonesia adalah bahwa setiap
warga negara berhak memperoleh pendidikan yang bermutu. Untuk dapat
menyelenggarakan pendidikan yang bermutu, maka setiap satuan/program pendidikan
harus memenuhi atau melampaui standar yang dilakukan melalui kegiatan
akreditasi terhadap kelayakan setiap satuan/program pendidikan.
Sebagaimana tujuan diadakannya kegiatan
akreditasi sekolah/madrasah ialah:
- Memberikan informasi tentang kelayakan sekolah/madrasah atau program yang dilaksanakannya berdasarkan Standar Nasional Pendidikan.
- Memberikan pengakuan peringkat kelayakan.
- Memberikan rekomendasi tentang penjaminan mutu pendidikan kepada program dan atau satuan pendidikan yang diakreditasi dan pihak terkait[1].
Pelaksanaan akreditasi sekolah/madrasah
memiliki manfaat sebagai berikut:
- Dapat dijadikan sebagai acuan dalam upaya peningkatan mutu Sekolah/Madrasah dan rencana pengembangan Sekolah/Madrasah.
- Dapat dijadikan sebagai motivator agar Sekolah/Madrasah terus meningkatkan mutu pendidikan secara bertahap, terencana, dan kompetitif baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi, nasional bahkan regional dan internasional.
- Dapat dijadikan umpan balik dalam usaha pemberdayaan dan pengembangan kinerja warga Sekolah/Madrasah dalam rangka menerapkan visi, misi, tujuan, sasaran, strategi dan program Sekolah/Madrasah.
- Membantu mengidentifikasi Sekolah/Madrasah dan program dalam rangka pemberian bantuan pemerintah, investasi dana swasta dan donatur atau bentuk bantuan lainnya.
- Bahan informasi bagi Sekolah/Madrasah sebagai masyarakat belajar untuk meningkatkan dukungan dari pemerintah, masyarakat, maupun sektor swasta dalam hal profesionalisme, moral, tenaga dan dana.
- Membantu Sekolah/Madrasah dalam menentukan dan mempermudah kepindahan peserta didik dari satu sekolah ke sekolah lain, pertukaran guru dan kerjasama yang saling menguntungkan[2].
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan betapa
pentingnya akreditasi sekolah bagi upaya peningkatan mutu dan layanan serta
penjaminan mutu sebuah satuan pendidikan. Dalam kenyataan di lapangan bahwa
akreditasi sekolah lebih banyak dimaknai untuk memperoleh status dan pengakuan
secara formal saja. Sementara makna sesungguhnya belum banyak diketahui dan
dilaksanakan secara sungguh-sungguh. Ini terbukti bahwa kinerja sekolah akan
meningkat ketika akan dilakukan kegiatan akreditasi dengan menyiapkan seluruh
perangkat administrasi sesuai dengan instrument yang ada, sementara setelah
akreditasi berlangsung dan memperoleh sebuah pengakuan maka kinerja dari
komponen sekolah kembali seperti semula. Hal inilah yang menjadi keprihatinan,
dan mengapa demikian? Berdasarkan penelusuran penulis di lapangan (masyarakat
dan sekolah), itu semua disebabkan karena kesalah pahaman masyarakat dan
pengelola sekolah memaknai Akreditasi, yang sepemahaman mereka jika sekolah
sudah terakreditasi berarti sekolah tersebut mendapatkan kategori sekolah maju,
bermutu, dan secara otomatis juga mendapat pengakuan dari masyarakat luas, bermula
dari sinilah makalah ini akan membahas studi kebijakan pendidikan –tentang
kriteria dan perangkat akreditasi sekolah/madrasah.
B.
Fokus Kajian
Berangkat dari latar belakang masalah diatas,
maka fokus kajian dalam makalah ini adalah:
1.
Permendiknas
No.25 Th.2008 tentang Kriteria dan Perangkat Akreditasi Sekolah Menengah
Atas/Madrasah Aliyah, pada point II.Standar Proses No.18: Partisipasi
aktif siswa dalam penerapan teknologi informasi dan komunikasi[3],
akan tetapi pada kurikulum 2013 ditiadakannya (diintegrasikan) mata pelajaran
TIK dan telah diterapkan pada sekolah/madrasah yang tadinya Sekolah Bertaraf
Internasional (SBI).
2.
Permendiknas
No.25 Th.2008 tentang Kriteria dan Perangkat Akreditasi Sekolah Menengah
Atas/Madrasah Aliyah, pada point V.Standar Sarpras No.88: Sekolah/Madrasah memiliki ruang laboratorium komputer yang dapat
menampung minimum satu rombongan belajar dengan luas dan sarana sesuai
ketentuan.[4] Masih
adanya sekolah/madrasah yang tidak menerapkan norma pelaksanaan akreditasi,
yaitu: ketidak jujuran, profesionalisme, keterbukaan, keunggulan mutu.[5]
3.
Untuk mengetahui dampak dari akreditasi
sekolah/madrasah dengan peningkatan kinerja sekolah/madrasah.
C.
Tujuan Kajian
Adapun tujuan dari kajian makalah adalah untuk
mengetahui dan mengkritisi terhadap Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) tentang kriteria dan perangkat akreditasi Sekolah/Madrasah,
disamping itu juga untuk mengetahui hubungan antara akreditasi sekolah/madrasah
dengan peningkatan kinerja sekolah/madrasah dan juga agar mengetahui dampak
dari akreditasi sekolah/madrasah dengan peningkatan kinerja sekolah/madrasah.
D.
Metode Kajian
Kajian ini menggunakan jenis penelitian
kualitatif dengan data yang diuraikan secara deskriptif. Penelitian kualitatif
ini berakar pada latar alamiah sebagai keutuhan, mengandalkan manusia sebagai
alat penelitian, mengandalkan analisis data secara induktif, dan bersifat
deskriptif berarti lebih mementingkan proses dari pada hasil dan membatasi
studi dengan fokus.[6]
Latar alamiah pada metode kajian makalah ini
adalah lingkungan internal sekolah/madrasah, masyarakat sekitar
sekolah/madrasah, wali murid madrasah[7],
dan peserta didiknya (murid). Penulis
mengikuti dan mengamati secara berkala proses kegiatan akreditasi di
sekolah/madrasah, dan mewawancarai kepala sekolah, guru, staf, wali murid, dan
masyarakat secara umum.
Dalam kajian ini penulis juga menggunakan
metode kajian pustaka (library research). Kajian pustaka adalah segala
upaya yang dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh dan menghimpun segala
informasi tertulis yang relevan dengan masalah yang diteliti.[8]
Dalam hal ini ialah akreditasi sekolah/madrasah.
Penulis tidak serta merta berangkat untuk
mengkaji masalah akreditasi ini hanya dari lapangan saja, akan tetapi juga di
dukung dengan kajian pustaka atau sumber-sumber baik dari buku, karya ilimah;
skripsi/tesis/disertasi, jurnal, artikel, surat kabar, internet, dll. Yang
kedua metode kajian ini saling menopang dan saling melengkapi diantara keduanya
guna untuk saling mendukung hasil yang akan diperoleh dan penulis paparkan
kedalam makalah ini.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Pengertian
Akreditasi Sekolah/Madrasah
1.
Akreditasi
menurut pemerintah : kegiatan penilaian kelayakan program dan/atau satuan
pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.[9]
Sedangkan lembaga yang bertanggungjawab terhadap proses akreditasi disebut
Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah yang selanjutnya juga disebut BAN
S/M adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan/atau
satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur formal ataupun
non-formal dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan[10].
2.
Akreditasi
menurut Bambang Suryadi : satu proses penilaian kualitas dengan menggunakan
kriteria baku mutu yang ditetapkan dan bersifat terbuka.[11]
3.
Akreditasi
menurut arti kata : pengakuan terhadap lembaga pendidikan yang diberikan oleh
badan yang berwenang setelah dinilai bahwa lembaga itu memenuhi syarat kebakuan
atau kriteria tertentu.[12]
4.
Akreditasi
atau pentauliahan menurut Ensiklopedi : suatu bentuk pengakuan pemerintah terhadap suatu
lembaga
pendidikan swasta.[13]
5.
Akreditasi
sekolah/madrasah menurut BAP-S/M Provinsi Jakarta : proses penilaian secara
komprehensif terhadap kelayakan satuan atau program pendidikan, yang hasilnya
diwujudkan dalam bentuk sertifikat pengakuan dan peringkat kelayakan yang
dikeluarkan oleh suatu lembaga yang mandiri dan profesional.[14]
Dari beberapa pengertian tersebut
diatas, dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud dengan akreditasi adalah
pengakuan dan penilaian terhadap suatu lembaga pendidikan tentang kelayakan dan
kinerja suatu lembaga pendidikan yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Sekolah
Nasional (BANAS) atau Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M) yang
kemudian hasilnya berbentuk pengakuan peringkat kelayakan. Akreditasi ini
dilakukan dengan membandingkan keadaan sekolah yang sebenarnya dengan kriteria
standar yang telah ditetapkan. Sekolah akan mendapatkan status “terakreditasi”
jika keadaan sekolah yang sebenarnya telah memenuhi kriteria standar yang telah
ditetapkan. Sebaliknya, sekolah tidak dapat “terakreditasi” jika keadaan
sekolah yang sebenarnya tidak memenuhi kriteria standar yang telah ditetapkan.
Dengan
demikian, hasil dari akreditasi adalah pengakuan “terakreditasi” atau “tidak
terakreditasi”. Bagi sekolah yang terakreditasi diklasifikasi menjadi tiga
tahapan, yaitu:
- A (Amat Baik) dengan nilai antara 86-100;
- B (Baik) dengan nilai antara 71-85;
- C (Cukup) dengan nilai antara 56-70.[15]
Jika nilai tersebut kurang dari 56 maka sekolah
tersebut tidak layak untuk mendapatkan pengakuan “terakreditasi”. Beberapa hal
yang harus diperhatikan oleh pihak sekolah mengenai masa berlaku akreditasi
yang telah diperolehnya, antara lain:
- Peringkat akreditasi berlaku selama 4 tahun terhitung sejak ditetapkannya peringkat akreditasi,
- Sekolah wajib mengajukan permohonan re-akreditasi yaitu 6 bulan sebelum masa akreditasi berakhir,
- Sekolah yang meghendaki re-akreditasi bisa mengajukan permohonan sekurang-kurangnya 1 atau 2 tahun setelah penetapan akreditasi,
- Sekolah yang masa akreditasinya telah berakhir dan sudah mengajukan permohonan re-akreditasi namun belum ditindak lanjuti maka sekolah tersebut masih menggunakan peringkat akreditasi terdahulu,
- Sekolah yang masa akreditasnya berakhir dan menolak untuk re-akreditasi maka peringkat akreditasi yang terdahulu sudah tidak berlaku.[16]
B.
Tujuan
Akreditasi Sekolah/Madrasah
Berdasarkan Keputusan Menteri pendidikan
Nasional Nomor 087/U/2002, akreditasi sekolah mempunyai tujuan, yaitu: (1)
memperolah gambaran kinerja sekolah sebagai alat pembinaan, pengembangan, dan
peningkatan mutu; (2) menentukan tingkat kelayakan suatu sekolah dalam
penyelenggaraan pelayanan pendidikan. Tujuan akreditsi tersebut berarti bahwa
hasil akreditasi itu:
- Memberikan gambaran tingkat kinerja sekolah yang dijadikan sebagai alat pembinaan, pengembangan dan peningkatan sekolah baik dari segi mutu, efektivitas, efisiensi, produktivitas dan inovasinya.
- Memberikan jaminan kepada publik bahwa sekolah tersebut telah diakreditasi dan menyediakan layanan pendidikan yang memenuhi standar akreditasi nasional.
- Memberikan layanan kepada publik bahwa siswa mendapatkan pelayanan yang baik dan sesuai dengan persyaratan standar nasional.[17]
4.
Tujuan akreditasi madrasah adalah untuk
memperoleh gambaran keadaan kinerja madrasah dan untuk menentukan tingkat
kelayakan suatu madrasah dalam menyelenggarakan pendidikan, sebagai dasar yang
dapat digunakan sebagai alat pembinaan dan pengembangan, dalam rangka
peningkatan mutu pendidikan di madrasah.[18]
Akreditasi dilaksanakan dalam rangka:
1.
Memberi
informasi bahwa sekolah atau sebuah program dalam suatu sekolah telah atau
belum memenuhi standar kelayakan dan kinerja yang telah ditentukan.
2.
Membantu
sekolah melakukan evaluasi diri dan menentukan kebijakan sendiri dalam upaya
peningkatan mutu.
3.
Membimbing
calon peserta didik, orang tua, dan masyarakat untuk mengidentifikasi sekolah
bermutu yang dapat memenuhi kebutuhan individual terhadap pendidikan termasuk
mengidentifikasi sekolah memiliki prestasi dalam suatu bidang tertentu yang
mendapat pengakuan masyarakat.
4.
Membantu
sekolah dalam menentukan dan mempermudah kepindahan peserta didik dari satu
sekolah ke sekolah lain, pertukaran guru, dan kerjasama yang saling
menguntungkan.
5.
Membantu
mengidentifikasi sekolah dan program dalam rangka pemberian bantuan pemerintah,
investasi dana swasta, donator atau bantuan lainnya.[19]
C.
Manfaat
Akreditasi Sekolah/Madrasah
Hasil akreditasi suatu lembaga pendidikan
mempunyai beberapa manfaat bagi beberapa kelompok kepentingan, di antaranya
adalah sebagai berikut:
- Sekolah: Acuan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan dan rencana pengembangan sekolah, bahan masukan untuk pemberdayaan dan pengembangan kinerja warga sekolah, pendorong motivasi peningkatan kualitas sekolah secara gradual, selain sebagai sekolah yang berkualitas, sekolah yang terakreditasi ini juga mendapatkan dukungan dari pemerintah, masyarakat maupun sektor swasta dalam hal moral, dana, tenaga dan profesionalisme.
2.
Kepala sekolah: Bahan informasi untuk pemetaan
indikator keberhasilan kinerja warga sekolah termasuk kinerja kepala sekolah
selama 1 periode (4 tahun), bahan masukan untuk penyusunan anggaran pendapatan
dan belanja sekolah.
3.
Guru: Dorongan bagi guru untuk selalu
meningkatkan diri dari bekerja keras untuk memberi layanan yang terbaik bagi
siswanya.
4.
Masyarakat (wali murid): Informasi yang akurat
untuk menyatakan kualitas pendidikan yang ditawarkan oleh setiap sekolah, bukti
bahwa mereka menerima pendidikan yang berkualitas tinggi, sehingga siswa
mempunyai kepercayaan terhadap dirinya bahwa ia mampu masuk dan bersekolah di
lembaga pendidikan yang terakreditasi nasional.
5.
Dinas pendidikan: Acuan dalam rangka pembinaan
dan pengembangan/peningkatan kualitas pendidikan di daerah masing-masing, bahan
informasi penting untuk penyusunan anggaran pendidikan secara umum, dan
khususnya anggaran pendidikan yang terkait dengan rencana biaya operasional
Badan Akreditasi Sekolah di tingkat Dinas.
6.
Pemerintah: Bahan masukan untuk pengembangan
sistem akreditasi sekolah di masa mendatang dan alat pengendalian kualitas
pelayanan pendidikan bagi masyarakat yang bersifat nasional, sumber informasi
tentang tingkat kualitas layanan pendidikan yang dapat dipergunakan sebagai
acuan untuk pembinaan, pengembangan, dan peningkatan kinerja pendidikan secara
makro, bahan informasi penting untuk penyusunan anggaran pendidikan secara umum
di tingkat nasional, dan khususnya program dan penganggaran pendidikan yang
terkait dengan peningkatan mutu pendidikan nasional.[20]
D.
Fungsi Akreditasi Sekolah/Madrasah
Dengan menggunakan instrumen yang
komprehensif dan dikembangkan berdasarkan pada standar mutu yang ditetapkan,
hasil akrediatasi diharapkan dapat memetakan secara utuh profil sekolah. Proses
akreditasi sekolah berfungsi untuk:
1.
Pengetahuan,
yakni sebagai informasi bagi semua pihak tentang kelayakan dan kinerja sekolah
dilihat dari berbagai unsur yang terkait, mengacu pada standar yang ditetapkan
beserta indikatorindikatornya.
2.
Akuntabilitas,
yakni sebagai bentuk pertanggungjawaban sekolah kepada publik, apakah layanan
yang dilaksanakan dan diberikan oleh sekolah telah memenuhi harapan atau
keinginan masyarakat.
3.
Pembinaan
dan pengembangan, yakni sebagai dasar bagi sekolah, pemerintah, dan masyarakat
dalam upaya peningkatan mutu sekolah.[21]
E.
Landasan Akreditasi Sekolah/Madrasah
1.
Aspek
Filosofis Akreditasi Sekolah/Madrasah:
a. Akreditasi
sekolah/madrasah berorientasi pada usaha-usaha peningkatan mutu peserta didik.
b.
Filosofi
pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai luhur, nilai akademik, kebutuhan peserta
didik dan masyarakat.[22]
2.
Aspek
Yuridis Akreditasi Sekolah/Madrasah:
a.
Undang-undang
nomor 25 tahun 2000, tentang program pembangunan Nasional (Propenas),
menyatakan bahwa perlu dilaksanakan pengembangan sistem akreditasi sekolah
secara adil dan merata baik sekolah negeri maupun sekolah swasta,
b.
Keputusan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 087/U/2002, tentang akreditasi sekolah,
c.
Undang-undang
Nomor 20 tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional Bab XVI Pasal 60
tentang akreditasi yang berbunyi:
·
akreditasi
dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur
pendidikan formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan,
·
akreditasi
terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri yang
berwenang sebagai bentuk 27 akuntabilitas publik,
·
akreditasi
dilakukan atas dasar kriteria yang bersifat terbuka,
·
ketentuan
mengenai akreditasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, ayat 2 dan ayat 3
d.
Keputusan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 039/O/2003, tentang Badan Akreditasi Nasional
(BASNAS),
e.
Peraturan
Pemerintah RI Nomor 19 tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan (Dinas
pendidikan dan Kebudayaan, 2006:2).
f.
Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional (PerMen DikNas) No. 11 tahun 2009 tentang kriteria
dan perangkat akreditasi sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah(SD/MI)
3.
Aspek
Konspetual Akreditasi Sekolah/Madrasah yaitu 8 SNP:
a.
isi;
b.
proses;
c.
kompetensi
lulusan;
d.
pendidik
dan tenaga kependidikan;
e.
sarana
dan prasarana;
f.
pengelolaan;
g.
standar
pembiayaan;dan
h.
penilaian
pendidikan.
Prinsip – prinsip akreditasi yaitu : (a)
objektif, informasi objektif tentang kelayakan dan kinerja sekolah, (b)
efektif, hasil akreditasi memberikan informasi yang dapat dijadikan dasar dalam
pengambilan keputusan, (c) komprehensif, meliputi berbagai aspek dan
menyeluruh, (d) memandirikan, sekolah dapat berupaya meningkatkan mutu dengan
bercermin pada evaluasi diri, dan (d) keharusan (mandatori), akreditasi
dilakukan untuk setiap sekolah sesuai dengan kesiapan sekolah.
Sistem akreditasi memiliki karakteristik : (a)
keseimbangan fokus antara kelayakan dan kinerja sekolah, (b) keseimbangan
antara penilaian internal dan eksternal, dan (d) keseimbangan antara penetapan
formal peringkat sekolah dan umpan balik perbaikan.
Akreditasi sekolah dilaksanakan mencakup : (a)
Lembaga satuan pendidikan (TK, SD, SMP, SMA) dan (b) Program
Kejuruan/kekhususan (SDLB, SMPLB, SMALB, SMK) Akreditasi sekolah mencakup
penilaian terhadap sembilan komponen sekolah, yaitu: (a) kurikulum dan proses
belajar mengajar; (b) administrasi dan manajemen sekolah; (c) organisasi dan
kelembagaan sekolah; (d) sarana prasarana (e) ketenagaan; (f) pembiayaan; (g)
peserta didik; (h) peranserta masyarakat; dan (i) lingkungan dan kultur
sekolah. Masing-masing kompoenen dijabarkan ke dalam beberapa aspek. Dari
masing-masing aspek dijabarkan lagi kedalam indikator. Berdasarkan indikator
dibuat item-item yang tersusun dalam Instrumen Evaluasi Diri dan Instrumen
Visitasi.
Akreditasi dilaksanakan melalui prosedur
sebagai berikut : (a) pengajuan permohonan akreditasi dari sekolah; (b)
evaluasi diri oleh sekolah; (c) pengolahan hasil evaluasi diri ; (d) visitasi
oleh asesor; (e) penetapan hasil akreditasi; (f) penerbitan sertifikat dan
laporan akreditasi.
Dalam mempersiapkan akreditasi, sekolah
melakukan langkah-langkah sebagai berikut : (a) Sekolah mengajukan permohonan
akreditasi kepada Badan Akreditasi Propinsi (BAP)-S/M untuk SLB, SMA, SMK dan
SMP atau kepada Unit Pelaksana Akreditasi (UPA) Kabupaten/Kota untuk TK dan SD
Pengajuan akreditasi yang dilakukan oleh sekolah harus mendapat persetujuan
atau rekomendasi dari Dinas Pendidikan; (b) Setelah menerima instrumen evaluasi
diri, sekolah perlu memahami bagaimana menggunakan instrumen dan melaksanakan
evaluasi diri. Apabila belum memahami, sekolah dapat melakukan konsultasi
kepada BAN-SM mengenai pelaksanaan dan penggunaan instrumen tersebut; (c)
Mengingat jumlah data dan informasi yang diperlukan dalam proses evaluasi diri
cukup banyak, maka sebelum pengisian instrumen evaluasi diri, perlu dilakukan
pengumpulan berbagai dokumen yang diperlukan sebagai sumber data dan informasi.
1)
Penerapan
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
Kebijakan pada Permendiknas No.25 Th.2008 tanggal 18 September 2008
tentang Kriteria dan Perangkat Akreditasi Sekolah Menengah Atas/Madrasah
Aliyah, dalam instrumen akreditasi, pada point II.Standar Proses No.18: Partisipasi
aktif siswa dalam penerapan teknologi informasi dan komunikasi.[23]
Gambar 1:
Kajian Kritis Instrument Akreditasi
(Sumber: Permendiknas
No.25 Th.2008: 13)
Dalam
petunjuk teknis pengisian instrument akreditasi sekolah/madrasah, hanya
menyatakan “Jawaban dibuktikan dengan mengecek
metode pembelajaran serta sumber belajar dan/atau media pembelajaran dalam RPP.[24]
Dan kesemuanya itu dilaksanakan oleh guru yang jika pembahasannya masuk kedalam
ranah kajian kurikulum 2013 adalah seluruh guru mata pelajaran (selanjutnya
disingkat mapel) yang wajib mengintegrasikan mapel yang di ampunya kedalam
penerapan teknologi infromasi dan komunikasi.
Sedangkan permasalahan besar sampai
saat ini yang masih hangat sebagaimana yang penulis kutip dari Sekjen Forum
Serikat Guru Indonesia (FSGI) di media berita eletronik jaringan berita terluas
di Indonesia (JPNN) adalah “bahwa diera digital ini siswa memiliki cara belajar
yang berbeda dengan gurunya. ’’Karena sebagian besar guru yang saat ini
mengajar, mereka lahir di saat dunia pendidikan masih bergelut dengan peralatan
analog. Tetapi, sekarang mereka harus mengajar anak didik yang lahir dengan
pertumbuhan era digital yang begitu pesat.”[25]
Kesimpulannya tidak tepat mapel TIK
dihapus dari sekolah-sekolah seluruh Indonesia sedangkan guru dan murid masih
membutuhkannya, apalagi menurut juknis intrumen akreditasi semua guru wajib
menyyelaraskan RPP-nya kedalam TIK, terutama guru senior.
Menurut Retno, penghapusan mata
pelajaran TIK sungguh sangat bertentangan dengan tuntutan zaman. ’’Ini
kebijakan aneh. Di saat para guru dihadapkan dengan revolusi teknologi
informasi, justru pelajaran itu dihapus.’’[26]
Disamping itu kemajuan teknologi
informasi telah mengubah sikap dan cara berpikir anak didik. Karena, saat ini
siapa pun termasuk siswa sudah terbuka akses informasi maupun komunikasi yang
nyaris tanpa batas. Karena itu, sebaiknya siswa harus dibekali keterampilan
mendasar, keterampilan berpikir maupun keterampilan berkomunikasi dalam
menghadapi kemajuan teknologi dengan tidak dihapusnya maple TIK pada
sekolah/madrasah.
Jadi, kesimpulan penulis jika
kurikulum 2013 tetap diterapkan dengan penghapusan mapel TIK didalamnya, maka
instrument akreditasi pada Permendiknas No.25 Th.2008 tentang Kriteria dan
Perangkat Akreditasi Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah yang isinya
“Penyusunan RPP wajib memperhatikan prinsip perbedaan individu siswa, mendorong
partisipasi aktif siswa, dan menerapkan teknologi informasi dan komunikasi” juga
akan melahirkan masalah baru, terutama pada guru senior.
2)
Norma Pelaksanaan Akreditasi
Seperti tahun-tahun sebelumnya,
selalu ada siswa yang mencontek saat ujian nasional. Keberadaan guru pengawas
tak menjadi hambatan. Bahkan, ada sebagian guru maupun pimpinan sekolah justru
menyuruh siswa mencontek demi menjaga citra baik guru dan akreditasi sekolah.[27]
Ini bertentangan dengan norma-norma pelaksanaan akreditasi.
Ada juga sekolah/madrasah yang
ketika di akreditasi/visitasi untuk kelangkapan sarana prasarananya meminjam
atau bukan milik sendiri, hal ini terjadi karena pengurus sekolah ingin
sekolah/madrasahnya ter-akreditasi dan dengan begitu mereka dan masyarakat luas
mengaggap bahwa sekolah yang telah terakreditasi tersebut bagus dengan
mengenyampingkan pendidikan yang bermutu.[28]
·
Norma-norma Pelaksanaan Akreditasi
Sekolah/Madrasah
Pelaksanaan akreditasi sekolah/madrasah harus berpedoman kepada
norma-norma yang sesuai dengan tujuan dan fungsi akreditasi. Norma-norma ini
harus menjadi pegangan dan komitmen bagi semua pihak yang terlibat di dalam
proses akreditasi. Norma dalam pelaksanaan akreditasi adalah sebagai berikut:
1)
Kejujuran
Dalam
menyampaikan data dan informasi dalam pengisian instrumen akreditasi dan
instrumen pengumpulan data dan informasi pendukung, pihak sekolah/ madrasah
harus secara jujur menyampaikan semua data dan informasi yang dibutuhkan.
Sekolah/Madrasah harus memberikan kemudahan administratif dengan menyediakan
data yang diperlukan, mengijinkan tim asesor untuk melakukan pengamatan,
wawancara dengan warga sekolah/madrasah, dan pengkajian ulang data pendukung.
Proses verifikasi dan validasi data serta penjaringan informasi lainnya oleh
tim asesor harus dilaksanakan dengan jujur dan benar, sehingga semua data dan
informasi yang diperoleh bermanfaat dan obyektif. Dengan demikian dapat
dihindari kemungkinan terjadinya pengambilan keputusan yang menyesatkan atau
merugikan pihak manapun.
2)
Independensi
Sekolah/Madrasah
dalam melaksanakan pengisian instrumen akreditasi dan instrumen pengumpulan
data dan informasi pendukung, harus mandiri dan tidak terpengaruh oleh
intervensi siapapun dan dari pihak mana pun serta bebas dari pertentangan
kepentingan (conflict of interest). Demikian pula halnya dengan tim
asesor dalam melakukan visitasi, juga harus mandiri dan tidak terpengaruh oleh
intervensi siapa pun dan dari pihak mana pun. Asesor tidak diperbolehkan untuk
menerima layanan dan pemberian dalam bentuk apapun sebelum, selama, dan sesudah
proses visitasi yang mungkin akan berpengaruh terhadap hasil visitasi.
Keputusan tim asesor harus bebas dari pertentangan kepentingan, baik dari pihak
sekolah maupun tim asesor itu sendiri.
3)
Profesionalisme
Untuk dapat
melaksanakan visitasi dan pengisian instrumen akreditasi dan instrumen
pengumpulan data dan informasi pendukung, sekolah/madrasah harus benar-benar
memahami ketentuan-ketentuan dan prosedur yang berlaku. Konsultasi dapat diajukan
oleh sekolah/madrasah kepada BAP-S/M jika diperlukan. Asesor harus benar-benar
memahami ketentuan-ketentuan dan prosedur yang berlaku dalam pelaksanaan
akreditasi. Asesor harus memiliki kecakapan yang memadai di dalam menggunakan
perangkat akreditasi sekolah/ madrasah dan dapat memberikan penilaian
berdasarkan profesionalismenya. Asesor juga harus mampu memberikan saran-saran
atau masukan yang membangun dalam rangka perbaikan, pengembangan, dan
peningkatan kinerja sekolah/madrasah. Tim asesor harus bersedia menerima
pernyataan puas dan/ atau tidak puas dari pihak sekolah/madrasah yang
divisitasi.
4)
Keadilan
Dalam
pelaksanaan visitasi dan pengisian instrumen akreditasi dan instrumen
pengumpulan data dan informasi pendukung, semua sekolah/madrasah harus diperlakukan
sama dengan tidak memandang apakah status sekolah/madrasah negeri atau swasta.
Sekolah/Madrasah harus dilayani sesuai dengan norma, kriteria, standar, serta
mekanisme dan prosedur kerja secara adil dan/atau tidak diskriminatif. Tim
asesor tidak boleh dipengaruhi oleh prakonsepsi maupun stigma terhadap
sekolah/madrasah tertentu sehingga terbebas dari bias-bias yang mempengaruhi
penilaian.
5)
Kesejajaran
Semua responden
harus dipandang sejajar dalam rangka pemberian data dan informasi. Hal ini
dimaksudkan bahwa data dan informasi yang diberikan oleh setiap responden
sangat penting dalam proses akreditasi sekolah/madrasah. Dalam pelaksanaan
visitasi, kedudukan antara asesor dengan warga sekolah/ madrasah adalah
sejajar. Asesor dilarang melakukan penekanan dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya.
6)
Keterbukaan
Sekolah/Madrasah
harus secara terbuka menyampaikan data dan informasi tentang sekolahnya sesuai
dengan kondisi nyata sekolah/madrasah. Untuk itu, BAP-S/M dan/atau tim asesor
juga harus transparan di dalam menyampaikan penjelasan norma, kriteria,
standar, prosedur atau mekanisme kerja, jadwal dan sistem penilaian akreditasi.
Asesor harus menjaga kerahasiaan dokumen dan informasi yang disampaikan oleh
setiap warga sekolah/madrasah.
7)
Akuntabilitas
Hasil isian
instrumen akreditasi dan instrumen pengumpulan data dan informasi pendukung
menjadi sumber data dan informasi mengenai profil nyata sekolah/ madrasah.
Bersama dengan hasil visitasi, data dan informasi dalam instrumen akreditasi
digunakan sebagai bahan dalam penetapan hasil dan peringkat akreditasi yang
dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. BAP-S/M, sekolah/madrasah, dan
asesor harus bersama-sama menjaga akuntabilitas dari proses dan hasil
akreditasi. Jika terjadi kesalahan dan penyimpangan dalam proses visitasi atau
pelanggaran terhadap norma-norma visitasi, sekolah/ madrasah dapat melaporkan
hal tersebut kepada BAP-S/M.
8)
Bertanggung
jawab
Dalam
pelaksanaan akreditasi, asesor harus berpedoman pada aturan, prosedur, dan
prinsip akreditasi yang sudah ditetapkan oleh BAP-S/M. BAP-S/M,
sekolah/madrasah, dan asesor harus dapat mempertanggungjawabkan semua penilaian
dan keputusannya sesuai dengan aturan, prosedur, norma, dan prinsip akreditasi
yang telah ditetapkan.
9)
Bebas
intimidasi
BAP-S/M, sekolah/madrasah,
responden, maupun asesor dalam melakukan tugas dan fungsinya dalam rangka
pelaksanaan akreditasi sekolah/madrasah harus bebas dari intimidasi oleh pihak
mana pun. BAP-S/M dan asesor dalam melaksanakan akreditasi tidak diperkenankan
melakukan intimidasi kepada pihak sekolah/madrasah yang dapat mempengaruhi
objektivitas hasil akreditasi.
10) Menjaga kerahasiaan
BAP-S/M dan
asesor harus menjaga kerahasiaan data dan informasi yang terjaring dalam proses
akreditasi. Data dan informasi hasil akreditasi hanya dapat digunakan untuk
kepentingan pelaksanaan akreditasi atau kepentingan lain yang sesuai dengan
tujuan akreditasi.
11) Keunggulan mutu
Proses
akreditasi harus mendorong sekolah/madrasah berorientasi pada usaha-usaha
peningkatan mutu peserta didik dan bukan sekedar untuk memperoleh peringkat
akreditasi. Hasil akreditasi harus dijadikan dasar untuk melakukan usaha-usaha
pemberdayaan, pengembangan, dan peningkatan kinerja sekolah/ madrasah dalam
rangka mencapai keunggulan mutu.[29]
3. Dampak Akreditasi Sekolah dalam Peningkatan
Kinerja Sekolah
Berdasarkan berbagai hal di atas maka ada
hubungan yang sangat erat antara pelaksaaan akreditasi sekolah dengan upaya
peningkatan kinerja sekolah. Sekolah yang akan dilakukan akreditasi maka
seluruh komponen yang terlibat di dalamnya baik kepala sekolah, guru, staf tata
usaha, komite sekolah, siswa dan stake holder lainnya harus benar-benar
bekerjasama dan meningkatkan kinerjanya sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya
masing-masing. Apabila setiap komponen yang terlibat bekerja sesuai dan
memenuhi instrument akreditasi maka akan ada peningkatan kinerja dari sekolah
itu.
Pengamatan dari penulis suatu sekolah pernah
dilakukan akreditasi maka sebelum dilakukan akreditasi, sekolah melakukan
berbagai persiapan yaitu dengan membentuk Tim yang membidangi 8 standar yang
akan dilakukan penilaian sesuai ketentuan BNSP. Tugas dari masing-masing tim
adalah mencermati dan menyiapkan bukti fisik dari indikator dan instrument yang
ada dalam penilaian akreditasi tersebut. Melalui bimbingan dari pengawas
sekolah yang ditunjuk sebagai pendamping maka semua komponen sekolah yang
terlibat menyiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Sesuai dengan prosedur yang ada
setelah semua persiapan dianggap cukup maka sekolah mengisi instrument akreditasi
sebagai bentuk melakukan evaluasi diri dan dikirimkan ke badan akreditasi
sekolah/madrasah tingkat provinsi. Selanjutnya sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan oleh BAS/M provinsi ditindaklunjuti dengan visitasi atau penilaian.
Proses menyiapkan diri untuk diakreditasi inilah yang terlihat adanya upaya
sekolah untuk meningkatkan kinerja sekolah yaitu masing-masing warga sekolah
bekerja sesuai dengan indikator dan instrument akreditasi yang ada dengan
harapan untuk memperoleh penilaian kinerja yang terbaik.
Dampak Akreditasi sekolah dalam
peningkatan kinerja sekolah menunjukkan hal yang signifikan. Dengan adanya
akreditasi sekolah mengharuskan stake holder yang ada dalam suatu
sekolah menyiapkan segala bentuk perangkat yang akan dinilai untuk memenuhi
kriteria seperti yang diharapkan. Adapun dampak negatif dari akreditasi adalah:
- Peningkatan kinerja dari komponen sekolah hanya sebatas ketika akan dilakukan akreditasi sementara setelah selesai akan kembali seperti semula.
- Adanya berbagai macam rekayasa data hanya sekedar untuk memenuhi penilaian sementara pada proses yang sebenarnya tidak dilakukan seperti dalam pembuatan bukti-bukti fisik.
- Status akreditasi kurang membawa pengaruh bagi pembinaan sekolah karena hanya sekedar memberi status dan label.[30]
BAB
III
ALTERNATIF
PEMECAHAN DAN KEBIJAKAN
A.
Penerapan
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
Mata
Pelajaran TIK jangan dihapus pada kurikulum 2013, bukan kurikulum 2013 yang
tidak boleh diterapkan pada dunia pendidikan di Indonesia. Dan siswa sebaiknya
sudah ditanamkan keterampilan kognitif (cognitive skills) yakni
keterampilan berpikir ala pakar. Mereka memiliki kemampuan bukan saja merekam
data atau fakta di sekelilingnya, tapi juga bagaimana mengelola data itu,
kemudian dipergunakan untuk memecahkan masalah yang belum ada formulanya.
Selanjutnya,
(interpersonal
skills), yakni anak harus punya kemampuan komunikasi yang baik
agar bisa meyakinkan orang terhadap apa yang dia sampaikan. Ketiga adalah
kemampuan (internal personal), kemampuan dalam berkomuikasi dengan
dirinya sendiri. ”Jadi anak perlu dibekali ketahanan mental, sehingga bisa
mengelola gejala psikologis yang timbul dalam dirinya.”
Tentu
saja untuk pembekalan ketiga hal mendasar itu, mau tidak mau akan melibatkan
bagaimana gurunya mengajar. Di dalam UU Sisdiknas bahwa guru ditempatkan
sebagai fasilitator. Artinya, guru harus mampu menciptakan suasana proses
pembelajaran agar siswa aktif mengembangkan dirinya. Ini pembelajaran active
learning. Tetapi, praktiknya memang belum sepenuhnya dilakukan.
Inilah
yang menurut penulis harus menjadi fokus perhatian profesionalisme guru bagi
pemerintah, bukan pada penghapusan mapel TIK yang akan melahirkan masalah baru
khusunya pada instrument akreditasi didalam Permendiknas No.25 Th.2008 tentang Kriteria
dan Perangkat Akreditasi Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Tapi sampai
hari ini proyek-proyek profesionalisme guru baru sibuk menguji kompetisi awal,
kompetensi akhir, memetakan, atau yang kita kenal dengan isitlah UKG (Uji
Kompetensi Guru) tapi sampai kapan akan terimplementasi dalam dunia pendidikan
penulis juga belum tahu.
Namun
demikian, Kemendikbud juga masih membuka peluang untuk TIK sebagai mapel muatan
lokal, atau ekstra kurikuler. Saat ini, kurikulum baru akan masuk pada tahap
uji publik, di mana masyarakat dipersilakan untuk memberikan masukan, saran
atau kritikan terhadap rencana pemberlakuaan baru. Dalam berbagai kesempatan,
pihak Kemendikbud menjelaskan, Kurikulum baru disusun terkait dengan
rencana jangka panjang Bangsa Indonesia, hingga tahun 2030.
B.
Norma Pelaksanaan Akreditasi
Dengan banyaknya kejadian dilapangan tentang manipulasi atau
ketidak jujuran proses akreditasi pada sebuah sekolah/madrasah, seharusnya kita
semua turut ambil andil dalam mensukseskan program pemerintah yang sangat bagus
ini, guna untuk selalu meningkatkan kualtias mutu pendidikan. Dan paling
penting yang ikut andil dalam hal ini adalah pantauan serta dukungan selalu
terus menerus dari pemerintah, baik pusat, provinsi ataupun daerah.
Seperti pantauan secara berkala (tidak 5 tahun sekali pada saat
pengajuan akreditasi lanjutan), akan tetapi pantauan continue yang
mungkin bekerjasama dengan pengawas, komite, dan atau masyarakat sekitar
sekolah yang diakreditasi, sehingga manipulasi atau data fiktif yang diajukan
oleh sekolah/madrasah itu tidak terjadi lagi.
Alternatif kebijakan yang tepat bagi sekolah/madrasah yang bermain
curang dengan akreditasinya, hendaknya ditindak lanjuti dengan tegas berupa
sanksi penutupan sekolah/madrasah tersebut, itu menurut penulis keputusan yang
tepat, lebih baik memiliki sekolah sedikit akan tetapi berkualitas dari pada
memiliki sekolah banyak tapi tidak berkualitas, bahkan cenderung dimanfaatkan
oleh segelintir orang yang tidak bertanggungjawab mencari keuntungan dibalik
kepentingan sekolah/madrasah yang terakreditasi tersebut (Bussines Oriented).
C.
Akreditasi
Sekolah dalam Peningkatan Kinerja
Seharusnya akreditasi dapat memecahkan masalah
dan carut marut dunia pendidikan di indonesia serta melahirkan kebijakan yang
berdampak positif dari akreditasi sekolah/madrasah, antara lain:
- Tumbuhnya kesadaran dari warga sekolah untuk meningkatkan kinerja sesuai dengan tupoksinya masing-masing baik sebagai kepala sekolah, guru, staf TU, siswa dan komite sekolah.
- Tumbuhnya kesadaran dari warga sekolah untuk memberikan dan meningkatkan pelayanan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam proses akreditasi.
- Tumbuhnya kesadaran bekerjasama seluruh komponen sekolah untuk mendapatkan penilaian yang terbaik terkait hasil dari akreditasi.
- Mengetahui kekurangan yang dimiliki oleh sekolah sebagai bahan perbaikan dan pembinaan sekolah ke depan.
- Tumbuhnya kesadaran meningkatkan mutu pendidikan melalui pencapaian standar yang telah ditetapkan.
- Tumbuhnya kebanggaan dari segenap warga sekolah dan mempertahankan hasil akreditasi apabila telah memperoleh yang terbaik misalnya terakreditasi A.[31]
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan dan
Rekomendasi
·
Kebijakan pada Permendiknas No.25 Th.2008 tanggal 18 September 2008
tentang Kriteria dan Perangkat Akreditasi Sekolah Menengah Atas/Madrasah
Aliyah, dalam instrumen akreditasi, pada point II.Standar Proses No.18: Partisipasi
aktif siswa dalam penerapan teknologi informasi dan komunikasi. Jika kurikulum
2013 dengan penghapusan mapel KTI jadi diterapkan maka akan melahirkan masalah
baru, terutama guru senior yang gaptek, perlu dibedakan antara TIK sebagai media pembelajaran yang
diselenggarakan oleh guru dengan TIK sebagai salah satu materi pelajaran yang
dipelajari oleh siswa. Alternatifnya siswa ditanamkan keterampilan cognitive
skill (berfikir ala pakar), interpersonal skill (komunikasi baik),
dan internal personal (kuat mental)
· Sekolah/madrasah
yang ketika di akreditasi/visitasi untuk kelangkapan sarana prasarananya
meminjam atau memanipulasi data, tanpa memperhatikan sebelas norma pelaksanan
akreditasi: jujur, independen, professional, adail, sejajar, terbuka,
akuntabilitas, bertanggungjawab, beban intimidasi, rahasia, dan keunggulan
mutu. Hal demikian dikesampingkan karena hanya ingin memperoleh pengakuan
kelayakan versi pemerintah yang jangka pendek, sehingga mengenyampingkan mutu
dari pendidikan itu sendiri yang jangka panjang. Alternatifnya tidnak lanjut
keputusan yang tegas berupa penutupan sekolah/madrasah yang telah berbuat curang,
pantauan berkala secara terus menerus tidak hanya 5 tahun sekali, dan perketat
syarat demi mengutamakan mutu pendidikan.
·
dampak negatif dari akreditasi adalah:
Peningkatan kinerja dari komponen sekolah hanya sebatas ketika akan dilakukan
akreditasi sementara setelah selesai akan kembali seperti semula, Adanya
berbagai macam rekayasa data hanya sekedar untuk memenuhi penilaian sementara
pada proses yang sebenarnya tidak dilakukan seperti dalam pembuatan bukti-bukti
fisik, Status akreditasi kurang membawa pengaruh bagi pembinaan sekolah karena
hanya sekedar memberi status dan label. dampak positif dari akreditasi
sekolah/madrasah, antara lain: Tumbuhnya kesadaran dari warga sekolah untuk
meningkatkan kinerja sesuai dengan tupoksinya masing-masing baik sebagai kepala
sekolah, guru, staf TU, siswa dan komite sekolah, tumbuhnya kesadaran dari
warga sekolah untuk memberikan dan meningkatkan pelayanan sesuai dengan
kriteria yang ditetapkan dalam proses akreditasi, tumbuhnya kesadaran
bekerjasama seluruh komponen sekolah untuk mendapatkan penilaian yang
terbaik terkait hasil dari akreditasi.
DAFTAR RUJUKAN
Artikata.com,
Definisi akreditasi, dalam http://www.artikata.com/arti-318197-akreditasi.html,
diakses pada 5 April 2013.
BAN
S/M. t.t. Kebijakan dan Pedoman Akreditasi Sekolah/Madrasah. Jakarta:
BAN-S/M.
BAP-S/M
Jakarta, Pengertian Akreditasi Sekolah/Madrasah, dalam http://jakarta.bapsm-dki.or.id/berita/read/pengertian-akreditasi-sekolah-madrasah,
diakses pada 5 April 2013.
Badan
Akreditasi Sekolah/Madrasah. T.t. PPT Materi 01 – Kebijakan Umum Akreditasi
Sekolah/Madrasah. Jakarta: BAN-S/M.
Direktorat
PSMP. 2010. Panduan Pelaksanaan untuk Sekolah dalam Mempersiapkan Akreditasi.
Jakarta: Direktorat PSMP.
Ikhwan,
Afiful. Akreditasi Sekolah/Madrasah,
dalam http://www.afifulikhwan.blogspot.com,
diakses pada 6 Juni 2013.
Kemendiknas.
2011. Analisis Sistem Akreditasi Sekolah/Madrasah. Jakarta: Kemendikas.
Listyarti,
Retno. 31 Mei, 2013. Misteri Penghapusan pelajaran TIK di Kurikulum 2013. Jpnn
online dalam http://www.jpnn.com/read/2013/05/31/174640/Misteri-Penghapusan-Pelajaran-TIK-di-Kurikulum-2013-,
diakses pada 1 Juni 2013.
Pendidikan, Jurnal. 2004. Ensiklopedi Nasional Indonesia ISBN
979-9327-00-8. Bekasi: Delta
Pamungkas.
Peraturan
Pemerintah No.19 Th. 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Sudibyo,
Bambang. 2008. Permendiknas No.25 Th.2008 tentang Kriteria dan Perangkat
Akreditasi Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah, pada point II.Standar Proses No.18. Jakarta:
Permendiknas.
Suyitno,
Tanzeh, Ahmad. 2006. Dasar-Dasar Penelitian. Surabaya: Elkaf.
Suryadi,
Bambang. 2005. Pedoman Akreditasi Madrasah Tsanawiyah. Jakarta: Depag RI
Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam.
Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta, Tujuan dan Manfaat Akreditasi suatu Lembaga
Pendidikan (Yogyakarta: Blog UMY, Jan 2013), dalam http://blog.umy.ac.id/mariatulqiftiyah/tujuan-dan-manfaat-akreditasi-suatu-lembaga-pendidikan/,
diakses pada 5 april 2013.
Wahyudi,
Zaid, M. 25 April 2013. Tak Jujur Tak Mampu Menalar. Kompas.com. hlm.
Edukasi, dalam http://edukasi.kompas.com/read/2013/04/25/1105151/Tak.Jujur.Tak.Mampu.Menalar,
diakses pada 6 Juni 2013.
DAFTAR ISI
Halaman Judul ……………………………………………….…..… i
Kata Pengantar …………………………………………………..…. ii
Daftar Isi …………………………………………………..…. iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah ……………………………... 1
B.
Fokus
Kajian ………………………………………….. 2
C.
Tujuan
Kajian ………………………………………… 3
D.
Metode
Kajian ………………………………………... 3
BAB II KAJIAN
PUSTAKA
A.
Pengertian
Akreditasi ………….……………………… 5
B.
Tujuan
Akreditasi ………………………….………… 7
C.
Manfaat
Akreditiasi ……………………………………. 8
D.
Fungsi
Akreditasi ……………………………………… 9
E.
Landasan
Akreditasi …………………………………... 9
BAB III ALTERNATIF PEMECAHAN DAN KEBIJAKAN
A.
Penerapan
TIK ………………………..……………….. 19
B.
Norma
Pelaksanaan Akreditasi ……………………….. 20
C.
Akreditasi
Sekolah dalam Peningkatan Kinerja ………. 20
BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI …………………. 22
DAFTAR RUJUKAN ……………………………………………………… 24
[1]Kemendiknas, Analisis
Sistem Akreditasi Sekolah/Madrasah (Jakarta: Kemendikas, 2011), hlm. 14.
[2]Ibid.
[3]Bambang
Sudibyo, Permendiknas No.25 Th.2008 tentang Kriteria dan Perangkat
Akreditasi Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah, pada point II.Standar Proses No.18 (Jakarta:
Permendiknas, 2008), hlm. 13.
[5]Badan
Akredtiasi Sekolah/Madrasah, PPT Materi 01 – Kebijakan Umum Akreditasi
Sekolah/Madrasah (Jakarta: BAN-S/M), hlm. 31.
[6]Ahmad Tanzeh
& Suyitno, Dasar-Dasar Penelitian (Surabaya: Elkaf, 2006), hlm.
114-115.
[7]Dalam kajian
kali ini, penulis secara umum mengambil lokasi, terutama dalam kajian pustaka.
[8]Ahmad Tanzeh
& Suyitno, Dasar-Dasar Penelitian…, hlm. 124.
[9]Peraturan
Pemerintah No.19 Th. 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, hlm. 3.
[11]Bambang
Suryadi, Pedoman Akreditasi Madrasah Tsanawiyah (Jakarta: Depag RI
Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2005), hlm. 5.
[12]Artikata.com, Definisi
akreditasi, dalam http://www.artikata.com/arti-318197-akreditasi.html, diakses pada
5 April 2013.
[13]Jurnal Pendidikan, Ensiklopedi Nasional Indonesia ISBN
979-9327-00-8 (Bekasi: Delta Pamungkas, 2004),
hlm. 213.
[14]BAP-S/M
Jakarta, Pengertian Akreditasi Sekolah/Madrasah, dalam http://jakarta.bapsm-dki.or.id/berita/read/pengertian-akreditasi-sekolah-madrasah, diakses pada
5 April 2013.
[15]Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta, Tujuan dan Manfaat Akreditasi suatu Lembaga
Pendidikan (Yogyakarta: Blog UMY, Jan 2013), dalam http://blog.umy.ac.id/mariatulqiftiyah/tujuan-dan-manfaat-akreditasi-suatu-lembaga-pendidikan/, diakses pada
5 april 2013.
[16]Ibid.
[17]Ibid.
[18]Bambang
Suryadi, Pedoman Akreditasi Madrasah…, hlm. 6.
[19]Direktorat
PSMP, Panduan Pelaksanaan untuk Sekolah dalam Mempersiapkan Akreditasi
(Jakarta: Direktorat PSMP, 2010), hlm. 3.
[20]Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta, Tujuan dan Manfaat Akreditasi.
[21]Direktorat
PSMP, Panduan Pelaksanaan untuk Sekolah…, hlm. 5.
[22]Bahan Uji
Publik Kurikulum 2013, hlm. 6.
[23]Bambang
Sudibyo, Permendiknas No.25 Th.2008 tentang Kriteria dan Perangkat Akreditasi
Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah, pada
point II.Standar Proses No.18 (Jakarta: Permendiknas, 2008), hlm. 13.
[24]Ibid, Lampiran II:
petunjuk teknis pengisian instrument akreditasi sekolah menengah atas/madrasah
aliyah, hlm. 74.
[25]Retno
Listyarti, 31 Mei, 2013. Misteri Penghapusan pelajaran TIK di Kurikulum 2013.
Jpnn online dalam http://www.jpnn.com/read/2013/05/31/174640/Misteri-Penghapusan-Pelajaran-TIK-di-Kurikulum-2013-, diakses pada
1 Juni 2013.
[26]Ibid.
[27]M.Zaid Wahyudi,
25 April 2013. Tak Jujur Tak Mampu Menalar. Kompas.com. hlm. Edukasi,
dalam http://edukasi.kompas.com/read/2013/04/25/1105151/Tak.Jujur.Tak.Mampu.Menalar, diakses pada
6 Juni 2013.
[28]Wawancara
dengan Bpk. Achmad Rois,M.Pd.I Praktisi Pendidikan di Kec.Bandung Campurdarat
Tulungagung. 6 Juni 2013.
[29]BAN S/M, Kebijakan
dan Pedoman Akreditasi Sekolah/Madrasah (Jakarta: BAN-S/M, t.t), hlm.
15-18.
[30] Ibid.
[31]Afiful Ikhwan, Akreditasi
Sekolah/Madrasah, dalam http://www.afifulikhwan.blogspot.com, diakses pada
6 Juni 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar baik menunjukkan pribadimu !