A. PENGERTIAN
STARATEGI INQUIRY / DISCOVERY
Inquiry berarti pertanyaan, atau pemeriksaan,
penyelidikan. Strategi inquiry berarti suatu rangkaian belajar yang melibatkan
secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara
sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri
penemuannya dengan penuh percaya diri. Sasaran utama dalam kegiatan belajar
mengajar strategi ini ialah :
·
Keterlibatan
siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar. Kegiatan belajar disini
adalah kegiatan mental intelektual dan social emosional.
·
Keterarahan
kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pengajaran.
·
Mengembangkan
sikap percaya pada diri sendiri (self belief) pada diri siswa tentang apa yang
ditemukan dalam proses inquiry.
Untuk menyusun strategi yang terarah pada sasaran
tersebut perlu diperhatikan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa dapat berinquiry
secara maksimal. Joyce mengemukakan kondisi-kondisi umum yang merupakan syarat
bagi timbulnya kegiatan inquiry bagi siswa. Kondisi tersebut ialah :
a. Aspek social didalam kelas dan suasana terbuka
yang mengundang siswa bediskusi. Dimana setiap siswa tidak merasakan adanya
tekanan atau hambatan untuk mengemukakan pendapatnya. Adanya rasa takut, atau
rendah diri, atau merasa malu dan sebagainya, baik terhadap teman, siswa maupun
terhadap guru adalah faktor – faktor yang menghambat terciptanya suasana bebas
dikelas.
b. Inquiry berfokus pada hipotesis.
c.
Penggunaan
fakta sebagai evidensi. Didalam kelas dibicarakan validitas dan reliabilitas
tentang fakta sebagaimana dituntut dalam pengujian hipotesis pada umumnya.
Untuk menciptakan kondisi seperti itu, maka peranan guru
sangat menentukan. Guru tidak lagi berperan sebagai pemberi informasi dan siswa
sebagai penerima informasi, sekalipun hal itu sangat diperlukan. Peranan utama
guru dalam menciptakan kondisi inquiry adalah :
1. Motifator, yang memberi rangsangan supaya siswa
aktif dan gairah berfikir.
2. Fasilitator, yang menunjukan jalan keluar jika
ada hambatan dalam proses berfikir siswa.
3. Penanya, untuk menyadarkan siswa dari
kekeliruan yang mereka perbuat dan memberi keyakinan pada diri sendiri.
4. Administrator, yang bertanggung jawab terhadap
seluruh kegiatan didalam kelas.
5. Pengarah, yang memimpin arus kegiatan berfikir
siswa pada tujuan yang diharapkan.
6. Manejer, yang mengelola sumber belajar, waktu,
dan organisasi kelas.
7. Rewarder, yang memberi penghargaan pada
prestasi yang dicapai dalam rangka penigkatan semangat heuristic pada siswa.
Supaya guru dapat melakukan peranannya secara efektif
maka pengenalan kemampuan siswa sangat diperlukan, terutama cara berfikirnya,
cara mereka menanggapi, dan sebagainya.[1]
Asumsi-asumsi yang mendasari model inquiry ialah :
(1)
Keterampilan
berfikir kritis dan berfikir dedukatif yang diperlukan berkaitan dengan
pengumpulan data yang bertalian dengan kelompok hipotesis.
(2)
Keuntungan
bagi siswa dari pengalaman kelompok dimana mereka berkomunikasi, berbagi
tanggung jawab , dan bersama-sama mencari pengetahuan.
(3)
Kegiatan-kegiatan
belajar disajikan dengan semangat berbagai inquiry dan discovery menambah
motivasi dan memajukan partisipasi.[2]
Tidak ada satu metode mengajar yang baik untuk semua
pengajaran. SBM yang efektif untuk mencapai tujuan tertentu itu tergantung pada
kondisi masing-masing unsur yang terlibat dalam proses belajar mngajar secara
factual. Kemampuan siswa, kemampuan guru, sifat materi, sumber belajar, media
pengajaran, faktor logistic, tujuan yang ingin dicapai, adalah unsur – unsur
pengajaran yang berbeda-beda disetiap tempat dan waktu. Mungkin untuk suatu
program pengajaran pada suatu saat dipandang lebih efektif penyampaiannya
dengan metode ceramah, pada saat lain mungkin diskusi kelompok, dan pada saat
lain mungkin Tanya jawab. Rangkaian ini secara secara keseluruhan membentuk
suatu pola yang kita sebut SBM.
SBM itu dapat kita golongkan dalam dua kutub yang
ekstrem. Disatu pihak ialah SBM dimana siswa terlibat secara maksimal dalam
usaha mencari dan menemukan, sedangkan pada kutub lain keterlibatan siswa
sangat terbatas pada menerima informasi dimana peranan guru sangat dominan.
Yang pertama disebut strategi inkuiri / discovery, dan yang kedua disebut
strategi ekspositori. Dalam pembahasan kali ini kita berbicara tentang SBM
inquiry yang sering disebut juga dengan discovery. Pada discovery tekanan lebih
pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Inquiry
juga menuntut usaha menemukan seperti itu. Perbedaannya dengan discovery ialah
bahwa dalam discovery masalah yang dihadapkan kepada siswa semacam masalah yang
direkayasa oleh guru. Pada inquiry masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga
siswa harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan
temuan-temuan didalam masalah itu melalui proses penelitian.[3]
Tekhnik penemuan adalah terjemahan dari discovery.
Menurut Sund Discovery adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan
sesuatu konsep atau prinsip. Yang dimaksud dengan proses mental tersebut antara
lain ialah :
-
Mengamati - membuat kesimpulan
-
Mencerna - dan sebagianya.
-
mengerti
-
menggolong-golongkan
-
membuat
dugaan
-
mengukur
Suatu konsep misalnya : segitiga, panas, demokrasi dan
sebagainya, sedang yang dimaksud dengan prinsip antara lain adalah : logam
apabila dipanaskan akan mengembang. Dalam tekhnik ini siswa dibiarkan menemukan
sendiri atau mengalami proses mental itu sendiri, guru hanya membimbing dan
memberikan intruksi.
Penggunaan tekhnik discovery ini guru berusaha
meningkatkan aktifitas siswa dalam proses belajar mengajar. Maka tekhnik ini
memiliki keunggulan sebagai berikut :
-
Tekhnik
ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan ; memperbanyak kesiapan ; serta
penguasaan keterampilan dalam proses kognitif / pengenalan siswa.
-
Siswa
memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi / individual sehingga dapat
kokoh / mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut.
-
Dapat
membangkitkan kegairahan belajar para siswa.
-
Tekhnik
ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai
dengan kemampuannya masing-masing.
-
Mampu
mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat
untuk belajar lebih giat.
-
Membantu
siswa untuk memperkuat dan menambah keparcayaan pada diri sendiri dengan proses
penemuan sendiri.
-
Strategi
itu berpusat pada siswa tidak pada guru. Guru hanya sebagai teman belajar saja
; membantu bila diperlukan.
Walaupun demikian baiknya tekhnik ini, masih ada pula
kelemahan yang perlu diperhatikan, ialah :
-
para siswa
harus ada kesiapan dan kematangan mental untuk secara belajar ini. Siswa harus
berani dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik.
-
Bila kelas
terlalu besar penggunaan tekhnik ini akan kurang berhasil.
-
Bagi guru
dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran tradisional
mungkin akan sangat kecewa bila diganti dengan tekhnik penemuan.
-
Dengan
tekhnik ini ada yang berpendapat bahwa proses mental ini terlalu mementingkan
proses pengertian saja, kurang memperhatikan perkembangan / pembentukan sikap
dan keterampilan bagi siswa.
-
Tekhnik
ini mungkin tidak memberikan kesempatan untuk berfikir secara kreatif.
Dr. J. Richard dan asistennya mencoba self learning
siswa ( belajar sendiri ) itu, sehingga situasi belajar mengajar berpindah dari
situasi teacher dominated learning menjadi
situasi student dominated learning. Dengan
menggunakan discovery learning, ialah suatu cara mengajar yang melibatkan siswa
dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan diskusi, seminar,
membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri.[4]
Pendekatan inquiry / discovery ini bertolak dari
pandangan bahwa siswa sebagai subjek dan objek dalam belajar, mempunyai
kemampuan dasar untuk berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuan yang
dimilikinya. Proses pembelajaran harus dipandang sebagai stimulus yang dapat
menantang siswa untuk melakukan kegiatan belajar. Peranan guru lebih banyak
menempatkan diri sebagai pembimbing atau pemimpin belajar dan fasilitator
belajar. Dengan demikian, siswa lebih banyak melakukan kegiatan sendiri atau
dalam bentuk kelompok memecahkan permasalahan dengan bimbingan guru.
Pendekatan “ inquiry “ merupakan pendekatan mengajar
yang berusaha meletakkan dasar dan mengembangkan cara berfikir ilmiah.
Pendekatan ini menempatkan siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan
kekreatifan dalam pemecahan masalah. Siswa betul-betul ditempatkan sebagai
subjek yang belajar. Peranan guru dalam pendekatan “ inquiry “ adalah
pembimbing belajar dan fasilitator belajar. Tugas utama guru adalah memilih
masalah yang perlu dilontarkan kepada kelas untuk dipecahkan oleh siswa
sendiri. Tugas berikutnya dari guru adalah menyediakan sumber belajar bagi
siswa dalam rangka pemecahan masalah. Sudah barang tentu bimbingan dan
pengawasan dari guru masih tetap diperlukan, namun campur tangan atau
intervensi terhadap kegiatan siswa dalam pemecahan masalah, harus dikurangi.
Pendekatan inquiry dalam mengajar termasuk pendekatan
modern, yang sangat didambakan untuk dilaksanakan disetiap sekolah. Adanya
tuduhan bahwa sekolah menciptakan kultur bisu, tidak akan terjadi apabila pendekatan
ini digunakan. Pendekatan inquiry dapat dilaksanakan apabila dipenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
(a)
guru harus
terampil memilih persoalan yang relevan untuk diajukan kepada kelas (persoalan
bersumber dari bahan pelajaran yang menantang siswa/problematika) dan sesuai
dengan daya nalar siswa,
(b)
guru harus
terampil menumbuhkan motivasi belajar siswa dan menciptakan situasi belajar
yang menyenangkan,
(c)
adanya
fasilitas dan sumber belajar yang cukup,
(d)
adanya
kebebasan siswa untuk berpendapat, berkarya, berdiskusi,
(e)
partisipasi
setiap siswa dalam setiap kegiatan belajar,
(f)
guru tidak
banyak campur tangan dan intervensi terhadap kegiatan siswa.
(a)
perumusan
masalah untuk dipecahkan siswa,
(b)
menetapkan
jawaban sementara atau lebih dikenal dengan istilah hipotesis,
(c)
siswa
mencari informasi, data, fakta yang diperlukan untuk menjawab permasalahan /
hipotesis,
(d)
menarik
kesimpulan jawaban atau generalisasi,
(e)
mengaplikasikan
kesimpulan / generalisasi dalam situasi baru.
B. PENGAJARAN
DISCOVERY DALAM KELAS
Metode mengajar yang biasa digunakan guru dalam
pendekatan ini antara lain metode diskusi dan pemberian tugas. Diskusi untuk
memecahkan permasalahan dilakukan oleh sekelompok kecil siswa (antara 3-5 orang
) dengan arahan dan bimbingan guru. Kegiatan ini dilaksanakan pada saat tatap
muka atau pada saat kegiatan terjadwal. Dengan demikian dalam pendekatan
inquiry / discovery model komunikasi yang digunakan bukan komunikasi satu arah
atau komunikasi sebagai aksi tapi komunikasi banyak arah atau komunikasi
sebagai tranaksi. Studi dan penelitian terhadap kedua pendekatan ini telah
banyak dilakukan. Misalnya studi yang dilakukan oleh University of Philipine
sampai kepada kesimpulan bahwa pendekatan ekspositeri dan inquiry tidak berbeda
keaktifannya dalam mencapai hasil belajar yang bersifat informasi, fakta dan
konsep, tetapi berbeda secara signifikan dalam mencapai keterampilan berpikir,
pendekatan inquiry lebih efektif daripada pendekatan ekspositeri.[5]
Adapun model inquiry ini dilaksanakan oleh kelompok itu dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
(1)
Membentuk
kelompok-kelompok inquiry. Masing-masing kelompok dibentuk berdasarkan rentang
intelektual dan keterampilan-keterampilan social.
(2)
Memperkenalkan
topic-topik inquiry kepada semua kelompok. Tiap kelompok diharapkan memahamidan
berminat mempelajarinya.
(3)
Membentuk
proposisi tentang kebijakan yang bertalian dengan topic, yakni pernyataan apa
yang harus dikerjakan. Mungkin terdapat satu atau lebih solusi yang diusulkan
terhadap masalah pokok.
(4)
Merumuskan
semua istilah yang terkandung dalam proposisi kebijakan.
(5)
Menyelidik
validitas logis dan konsistensi internal pada proposisi dan unsur-unsur
penunjangnya.
(6)
Mengumpulkan
evidensi (bukti) untuk menunjang unsur-unsur / isi proposisi.
(7)
Menganalisis
solusi-solusi yang diusulkan dan mencari posisi kelompok.
(8)
Menilai
proses kelompok.[6]
Strategi belajar discovery paling baik dilaksanakan
dalam kelompok belajar yang kecil. Namun dapat juga dilaksanakan dalam kelompok
belajar yang besar. Kendatipun tidak semua siswa dapat terlibat dalam proses
discovery, namun pendekatan discovery dapat memberikan mafaat bagi siswa yang
belajar. Pendekatan ini dapat dilaksanakan dalam bentuk komunikasi dua arah,
bergantung pada besarnya kelas.[7]
- Sistem Satu Arah
Pendekatan satu arah berdasarkan
penyajian satu arah (penuangan/exposition) yang dilakukan guru. Struktur
penyajian dalam bentuk usaha merangsang siswa melakukan proses discovery di
depan kelas. Guru mengajukan suatu masalah, dan kemudian memecahkan masalah
tersebut melalui langkah-langkah discovery. Caranya adalah mengajukan
pertanyaan-pertanyaan kepada kelas, memberikan kesempatan kepada kelas untuk
melakukan refleksi. Selanjutnya guru menjawab sendiri pertanyaan-pertanyaan
yang diajukannya itu. Dalam prosedur ini guru tidak menentukan / menunjukkan
aturan-aturan yang harus digunakan oleh siswa, tetapi dengan
pertanyaan-pertanyaan guru mengundang siswa untuk mencari aturan-aturan yang
harus diperbuatnya. Pemecahan masalah berlangsung selangkah demi selangkah
dalam urutan yang ditemukan sendiri oleh siswa. Guru mengharapkan agar siswa
secara keseluruhan berhasil melibatkan dirinya dalam proses pemecahan masalah,
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukannya secara reflektif. Dalam keadaan
ini, sesungguhnya tidak ada jaminan bahwa adanya penyajian oleh guru.
Penggunaan discovery dalam kelompok kecil sangat bergantung pada kemampuan dan
pengalaman guru sendiri, serta waktu dan kemampuan mengantisipasi kesulitan
siswa.
- Sistem Dua Arah (Discovery
Terbimbing)
Sistem dua arah melibatkan siswa
dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan guru. Siswa melakukan discovery, sedangkan
guru membimbing mereka kearah yang tepat/benar. Gaya pengajaran demikian, oleh Cagne disebut
guide discovery, sekalipun didalam kelas yang terdiri dari 20-30 orang siswa.
Hanya beberapa orang saja yang benar-benar melakukan discovery, sedangkan yang
lainnya berpartisipasi dalam proses discovery misalnya dalam system ceramah
reflektif. Dalam kelompok yang lebih kecil, guru dapat melibatkan hampir semua
siswa dalam proses itu. Dalam system ini, guru perlu memiliki keterampilan
memberikan bimbingan, yakni mendiagnosis kesulitan-kesulitan siswa dan
memberikan bantuan dalam memecahkan masalah yang mereka hadapi. Namun demikian,
tidak berarti guru menggunakan metode ceramah reflektif sebagaimana halnya pada
strategi di atas.[8]
C. STRATEGI
INQUIRY DAN DIMENSI BERFIKIR
Untuk mengenal berbagai cara berfikir siswa, terutama
dalam mereka berinquiry, perlu kita kenal beberapa cara berfikir pada umumnya.
1. Berfikir Urutan, apabila misalnya guru
menghadapkan kepada siswa tiga bilangan berturut-turut 2, 4, 6, maka siswa
dapat menyebut bahwa bilangan pada urutan ke-4 adalah 8 dan yang ke-5 adalah
10.
2. Berfikir Bertentangan, jika kepada siswa
dihadapkan pasangan kata-kata : panas-dingin dan kecil-besar, maka mereka dapat
menyebut pasangan dari kata-kata : siang-…, malam-…, dan seterusnya dengan
benar.
3. Berfikir Asosiasi, jika kepada siswa dihadapkan
pasangan kata-kata : besi-berat, kapas-ringan, maka mereka dapat menyebut
pasangan dari kata murid-… dengan benar.
4. Berfikir Kausalitas (sebab-akibat), kalau
kepada siswa dihadapkan pasangan kata : rajin-pandai dan mendung-hujan, maka
mereka dapat menyebut pasangan dari kata : menganggur-… dengan benar.
5. Berfikir Konsentris, berfikir konsentris
menuntut kemampuan intelektual yang lebih tinggi dari keempat cara berfikir
diatas. Berfikir konsentris terarah pad mencari hakikat dari sesuatu yang
bersifat umum (lihat ilustrasi).
6. Berfikir Konvergen, berpangkal dari unsur-unsur
yang terpisah-pisah (berfikiran luas)
7. Befikir divergen, bertitik tolak dari suatu
peristiwa menuju keberbagai kemungkinan, (pengembangan berfikir).
8. Berfikir Silogisme, bertitik tolak pada premis
mayor yang tidak diragukan kebenarannya, Contoh : semua manusia akan mati, Si
polan adalah manusia, Si polan akan mati.
D. PROSES
INQUIRY
Inquiry tidak hanya mengembangkan kemampuan intelektual
tetapi seluruh potensi yang ada, termasuk pengembangan emosional dan
pengembangan keterampilan. Pada hakekatnya inquiry ini merupakan suatu proses.
Proses ini bermula dari merumuskan masalah, mengembangkan hipotesis, dan
menarik kesimpulan sementara, menguji kesimpulan sementara supaya sampai pada
kesimpulan yang taraf tertentu diyakini oleh peserta didik yang bersangkutan.
Kemampuan – kemampuan yang dituntut pada setiap tahap dalam proses
inqury adalah :
- Merumuskan masalah, kemampuan yang dituntut : kesadaran terhadap masalah, melihat pentingnya masalah, merumuskan masalah.
- Merumuskan jawaban sementara (hipotesis), kemampuan yang dituntut : menguji dan menggolongkan jenis data yang dapat diperoleh, melihat dan merumuskan hubungan yang ada secara logis, merumuskan hipotesis.
- Menguji jawaban tentatif,
kemampuan yang dituntut : Merakit Peristiwa
(mengidentifikasikan peristiwa yang dibutuhkan, mengumpulkan data,
mengevaluasi data), Menyusun Data
(mentranslasikan data, menginterpretasikan data, mengklasifikasikan), Analisis Data (melihat hubungan,
mencatat persamaan dan perbedaan, mengidentifikasikan tren, sekuensi dan
keteraturan).
- Menarik Kesimpulan, mencari pola
dan makna hubungan dan merumuskan kesimpulan.
- Menerapkan kesimpulan dan generalisasi.[9]
E. STRATEGI
INQUIRY DAN TEKHNIK BERTANYA
SBM inquiry dapat dilaksanakan dengan serbagai metode
mengajar, seperti metode Tanya jawab, diskusi, problem solving, studi kasus,
penelitian mandiri dan sebagainya. Salah satu tekhnik yang banyak dipakai dalam
berbagai metode mengajar ialah tekhnik bertanya. Karena teknik ini digunakan
secara luas, maka perlu dibicarakan secara khusus penggunaan teknik bertanya
itu dalam hubungannya dengan strategi inquiry.
Pentingnya Bertanya
Pentingnya bertanya itu dapat kita lihat pada beberapa pernyataan,
antara lain :
(1)
jantung
strategi belajar yang efektif terletak pada pertanyaan yang diajukan oleh guru
(Fraenkel)
(2)
dari
sekian banyak metode pengajaran, yang paling banyak dipakai ialah bertanya
(Bank)
(3)
bertanya
adalah salah satu teknik yang paling tua dan paling baik (Clark )
(4)
mengajar
itu adalah bertanya (Dewey)
(5)
pertanyaan-pertanyaan
adalah unsur utama dalam strategi pengajaran, merupakan kunci permainan bahasa
dalam pengajaran (Hyman)
Fungsi bertanya
Pentingnya bertanya dalam kegiatan belajar mengajar dapat kita
pahami kalau diperhatikan peranannya sebagai berikut :
(1)
melengkapi
kemampuan berceramah
(2)
mengubah
kemampuan berceramah
(3)
meningkatkan
kadar CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif)
(4)
Sikap
inquiry bertitik tolak pada bertanya
(5)
Mengubah
persepsi yang keliru terhadap bertanya
Dalam peranan yang demikian itu kegiatan bertanya berfungsi untuk :
(1)
Mengembangkan
minat dan keingintahuan
(2)
Memusatkan
perhatian pada pokok masalah
(3)
Mendiagnosis
kesulitan belajar
(4)
Meningkatkan
kadar CBSA
(5)
Kemampuan
memahami informasi
(6)
Kemampuan
mengemukakan pendapat
(7)
Mengukur
hasil belajar
Untuk mengembangkan pertanyaan yang efektif sesuai
dengan fungsi tersebut, beberapa hal yang perlu diperhatikan ialah :
(1)
kehangatan
dan antusias. Bertanya dan menjawab dilakukan dalam situasi yang cukup hangat
dan antusias
(2)
beberapa
kebiasaan yang perlu dihindari dalam mengajukan pertanyaan ialah :
a.
mengulang
pertanyaan
b.
mengulang
jawaban siswa
c.
menjawab
pertanyaan sendiri
d.
memancing
jawaban serentak
e.
pertanyaan
ganda
f.
menentukan
siswa tertentu
Prinsip-prinsip Bertanya
Dasar
Bertanya sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan dapat dibagi
dalam dua kelompok, yaitu :
(1)
Bertanya
dasar, bertanya untuk mengembangkan kemampuan berfikir dasar. Dihubungkan
dengan taksonomi Bloom, kemampuan dasar ini terdiri atas pengetahuan,
pemahaman, dan aplikasi. (jelas, singkat, acuan, pemusatan, giliran
(horizontal), penyebaran, waktu berfikir, tuntunan).
(2)
Bertanya
lanjut, bertanya untuk mengembangkan kemampuan ini meliputi analisis, sintesis
dan evaluasi. Tujuannya :
a.
mengembangkan
kemampuan untuk menemukan, mengorganisasikan, dan menilai informasi.
b.
mengembangkan
kemampuan untuk mengungkapkan pertanyaan.
c.
Membangkitkan
ide.
d.
Mendorong
keinginan berpretase.
Prinsip-prinsipnya :
a.
sama
dengan bertanya dasar
b.
waktu
berfikir diberi agak lama
c.
butir-butir
pertanyaan perlu disiapkan terlebih dahulu
d.
menilai
apakah pertanyaan relevan dan komprehensif[10]
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik, Oemar, Perencanaan
Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, Jakarta : Sinar Grafika Offset, 2002.
Hamalik, Oemar, Proses Belajar
Mengajar, Jakarta
: Sinar Grafika Offset, 2003.
Roestiyah, Strategi Belajar
Mengajar, Jakarta
: Bina Aksara, 1998.
Sudjana Nana, Dasar-dasar proses
belajar mengajar, Bandung
: Sinar Baru Algesindo, 2004.
W. Gulo, Strategi Belajar Mengajar,
Jakarta : PT.
Grasindo, 2002.
[1] W. Gulo, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : PT. Grasindo, 2002, hal, 86.
[2] Hamalik, Oemar, Proses Belajar Mengajar, Jakarta : Sinar Grafika Offset, 2003. Hal,
220.
[3] W. Gulo, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : PT. Grasindo, 2002, hal, 83.
[4] Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : Bina Aksara, 1998. Hal. Tanpa
Halaman.
[5] Sudjana Nana, Dasar-dasar proses belajar mengajar, Bandung : Sinar Baru
Algesindo, 2004, hal, 154.
[6] Hamalik, Oemar, Proses Belajar Mengajar, Jakarta : Sinar Grafika Offset, 2003. Hal,
224.
[7] Hamalik, Oemar, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan
Sistem, Jakarta
: Sinar Grafika Offset, 2002. Hal, 187.
[8] Ibid, Hal. 188.
[9] W. Gulo, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : PT. Grasindo, 2002, hal, 95.
[10] Ibid. Hal. 104.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar baik menunjukkan pribadimu !