Pendidikan islam pada masa Rasulullah
dapat dibedakan menjadi 2 periode:
- Periode Makkah
- Periode Madinah
- Pendidikan Islam Pada Masa Rasulullah di Makkah
Nabi Muhammad SAW menerima wahyu yang
pertama di Gua Hira di Makkah pada tahun 610 M. Dalam wahyu itu termaktub ayat
al-qur’an yang artinya: “Bacalah (ya Muhammad) dengan nama tuhanmu yang telah
menjadikan (semesta alam). Dia menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah,
dan tuhanmu maha pemurah. Yang mengajarkan dengan pena. Mengajarkan kepada
manusia apa yang belum diketahuinya.[1]
Kemudian disusul oleh wahyu yang kedua
termaktub ayat al-qur’an yang artinya: Hai orang yang berkemul (berselimut).
Bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Tuhanmu agungkanlah! dan pakaianmu
bersihkanlah. dan perbuatan dosa tinggalkanlah. dan janganlah kamu memberi
(dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. dan untuk (memenuhi
perintah) Tuhanmu, bersabarlah.[2]
Dengan turunnya wahyu itu Nabi Muhammad
SAW telah diberi tugas oleh Allah, supaya bangun melemparkan kain selimut dan
menyingsingkan lengan baju untuk member peringatan dan pengajaran kepada
seluruh umat manusia, sebagai tugas suci, tugas mendidik dan mengajarkan
islam.kemudian kedua wahyu itu diikuti oleh wahyu-wahyu yang lain. Semuanya itu
disampaikan dan diajarkan oleh Nabi, mula-mula kepada karib kerabatnya dan
teman sejawatnya dengan sembunyi-sembunyi.
Setelah banyak orang memeluk islam, lalu
Nabi menyediakan rumah Al- Arqam bin Abil Arqam untuk tempat pertemuan
sahabat-sahabat dan pengikut-pengikutnya. di tempat itulah pendiikan islam
pertama dalam sejarah pendidian islam.disanalah Nabi mengajarkan dasar-dasar
atau pokok-pokok agama islam kepada sahabat-sahabatnya dan membacakan
wahyu-wahyu (ayat-ayat) alqur’an kepada para pengikutnya serta Nabi menerima
tamu dan orang-orang yang hendak memeluk agama islam atau menanyakan hal-hal
yang berhubungan dengan agama islam. Bahkan disanalah Nabi beribadah (sholat)
bersama sahabat-sahabatnya.[3]
Lalu turunlah wahyu untuk menyuruh kepada
Nabi, supaya menyiarkan agama islam kepada seluruh penduduk jazirah Arab dengan
terang-terangan. Nabi melaksanakan tugas itu dengan sebaik-baiknya. Banyak
tantangan dan penderitaan yang diterima Nabi dan sahabat-sahabatnya. Nabi tetap
melakukan penyiaran islam dan mendidik sahabat-sahabatnya dengan pendidikan
islam.
Dalam masa pembinaan pendidikan agama
islam di Makkah Nabi Muhammad juga mengajarkan alqur’an karena al-qur’an merupakan
inti sari dan sumber pokok ajaran islam. Disamping itu Nabi Muhamad SAW,
mengajarkan tauhid kepada umatnya.[4]
Intinya pendidikan dan pengajaran yang diberikan Nabi selama di Makkah
ialah pendidikan
keagamaan dan akhlak serta menganjurkan kepada manusia, supaya mempergunakan
akal pikirannya memperhatikan kejadian manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan alam
semesta seagai anjuran pendidikan ‘akliyah dan ilmiyah.
Mahmud Yunus dalam bukunya Sejarah Pendidikan
Islam, menyatakan bahwa pembinaan pendidikan islam pada masa Makkah
meliputi:
1.
Pendidikan Keagamaan
Yaitu hendaklah membaca dengan nama Allah
semata jangan dipersekutukan dengan nama berhala.
2.
Pendidikan Akliyah dan Ilmiah
Yaitu mempelajari kejadian manusiadari
segumpal darah dan kejadian alam semesta.
3.
Pendidikan Akhlak dan Budi pekerti
Yaitu
Nabi Muhammad SAW mengajarkan kepada sahabatnya agar berakhlak baik sesuai
dengan ajaran tauhid.
4.
Pendidikan Jasmani atau Kesehatan.
- Pendidikan Islam pada masa Rasulullah di Madinah
Berbeda dengan periode di Makkah, pada
periode Madinah islam merupakan kekuatan politik. Ajaran islam yang berkenaan
dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad juga
mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai
kepala Negara.
Cara Nabi melakukan pembinaan dan
pengajaran pendidikan agama islam di Madinah adalah sebagai berikut:
- Pembentukan dan pembinaan masyarakat baru, menuju satu kesatuan sosial dan politik.
Nabi Muhammad SAW mulai meletakkan
dasar-dasar terbentuknya masyarakat yang bersatu padu secara intern (ke dalam),
dan ke luar diakui dan disegani oleh masyarakat lainnya (sebagai satu kesatuan
politik). Dasar-dasar tersebut adalah:
- Nabi Muhammad saw mengikis habis sisa-sisa permusuhan dan pertentangan antar suku, dengan jalan mengikat tali persaudaraan diantara mereka.nabi mempersaudarakan dua-dua orang, mula-mula diantara sesama Muhajirin, kemudian diantara Muhajirin dan Anshar. Dengan lahirnya persaudaraan itu bertambah kokohlah persatuan kaum muslimin.[6]
- Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Nabi Muhammad menganjurkan kepada kaum Muhajirin untuk berusaha dan bekerja sesuai dengan kemampuan dan pekerjaan masing-masing seperti waktu di Makkah.
- Untuk menjalin kerjasama dan saling menolong dlam rangka membentuk tata kehidupan masyarakat yang adil dan makmur, turunlah syari’at zakat dan puasa, yang merupakanpendidikan bagi warga masyarakat dalam tanggung jawab sosial, bnaik secara materil maupun moral.
- Suatu kebijaksanaan yang sangat efektif dalam pembinaan dan pengembangan masyarakat baru di Madinah, adalah disyari’atkannya media komunikasi berdasarkan wahyu, yaitu shalat juma’t yang dilaksanakan secara berjama’ah dan adzan. Dengan sholat jum’at tersebut hampir seluruh warga masyarakat berkumpul untuk secara langsung mendengar khutbah dari Nabi Muhammad SAW dan shalat jama’ah jum’at
Rasa
harga diri dan kebanggaan sosial tersebut lebih mendalam lagi setelah Nabi
Muhammad SWA menapat wahyu dari Allah untuk memindahkan kiblat dalam shalat
dari Baitul Maqdis ke Baitul Haram Makkah, karena dengan demikian mereka merasa
sebagai umat yang memiliki identitas.[7]
Setelah
selesai Nabi Muhammad mempersatukan kaum muslimin, sehingga menjadi bersaudara,
lalu Nabi mengadakan perjanjian dengan kaum Yahudi, penduduk Madinah. Dalam
perjanjian itu ditegaskan, bahwa kaum Yahudi bersahabat dengan kaum muslimin,
tolong- menolong , bantu-membantu, terutama bila ada seranga musuh terhadap
Madinah. Mereka harus memperhatikan negri bersama-sama kaum Muslimin, disamping
itu kaum Yahudi merdeka memeluk agamanya dan bebas beribadat menurut
kepercayaannya. Inilah salah satu perjanjian persahabatan yang dilakukan oleh
Nabi Muhammad SAW.[8]
- Pendidikan sosial politik dan kewarganegaraan.
Materi
pendidikan sosial dan kewarnegaraan islam pada masa itu adalah pokok-pokok
pikiran yang terkandung dalam konstitusi Madinah, yang dalam prakteknya
diperinci lebih lanjut dan di sempurnakan dengan ayat-ayat yang turun Selama
periode Madinah.
Tujuan
pembinaan adalah agar secara berangsur-angsur, pokok-pokok pikiran konstitusi
Madinah diakui dan berlaku bukan hanya di Madinah saja, tetapi luas, baik dalam
kehidupan bangsa Arab maupun dalam kehidupan bangsa-bangsa di seluruh dunia.
- Pendidikan anak dalam islam
Dalam
islam, anak merupakan pewaris ajaran islam yang dikembangkan oleh Nabi Muhammad
saw dan gnerasi muda muslimlah yang akan melanjutkan misi menyampaikan islam ke
seluruh penjuru alam. Oleh karenanya
banyak peringatan-peringatan dalam Al-qur’an berkaitan dengan itu. Diantara
peringatan-peringatan tersebut antara lain:
- Pada surat At-Tahrim ayat 6 terdapat peringatan agar kita menjaga diri dan anggota keluarga (termasuk anak-anak) dari kehancuran (api neraka)
- Pada surat An-Nisa ayat 9, terdapat agar janagan meninggalkan anak dan keturunan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya menghadapi tantangan hidup.
- Pada surat Al-Furqan ayat 74, Allah SWT memperingatkan bahwa orang yang mendapatkan kemuliaan antara lain adalah orang-orang yang berdo’a dan memohon kepada Allah SWT, agar dikaruniai keluarga dan anak keturunan yang menyenangkan hati.[9]
Adapun
garis-garis besar materi pendidikan anak dalam islam yang dicontohkan oleh Nabi
Muhammad SAW sebagaimana yang diisyaratkan oleh Allah SWT dalam surat Luqman
ayat 13-19 adalah sebagai berikut:
1.
Pendidikan Tauhid
2.
Pendidikan Shalat
3.
Pendidikan adab sopan dan santun dalam bermasyarakat
4.
Pendidikan adab dan sopan santun
dalam keluarga
6.
Pendidikan kesehatan
.
[1]
Departemen Agama, Al-Qur’an dan
Tarjamahnya, Jakarta : Depag RI, 2004.(Q.S. Al-Alaq: 1-5)
[2]
Departemen Agama, Al-Qur’an dan
Tarjamahnya.., (Q.S. Al-Mudatsir: 1-7)
[3] Prof. Dr.H. Mahmud Yunus, Sejarah
Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1992. Hal 6
[6]
Prof.Dr.H.Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam.., hal 26
[7] Dra. Zuhairini,dkk, Sejarah Pendidikan
Islam, Jakarta: Bumi Aksara, cet.9,2008 hal 37
[8] Prof.Dr.H.Mahmud Yunus, Sejarah
Pendidikan Islam, Jakarta:PT. Hidakarya Agung, 1992. hal 16
[11] Prof.Dr.H.Mahmud Yunus, Sejarah
Pendidikan Islam.., hal 18
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar baik menunjukkan pribadimu !