Full width home advertisement

Travel the world

Climb the mountains

Post Page Advertisement [Top]



1.      Kurikulum dikatakan sebagai “the heart/core of education” Mengapa demikian? Dan bagaimana peranan guru dalam pengembangan kurikulum !
Wawasan bahwa pembaharuan drastis yang menuntut sekolah melakukan pengembangan kurikulum tidak semata-mata yang menurut Fullan (1993, 1999) melakukan ”restructuring” tetapi yang lebih penting ialah ”reculturing” terhadap perubahan ”beliefs & habits” guru (Fullan, 2001). Secara khusus yaitu menyajikan pendekatan profesional (professional approach) terhadap kemampuan expertise guru/pengawas dan unsur lainnya yang terlibat dalam TPK. Professional development perlu mempertimbangkan penguasaan materi pelajaran bagi guru terutama dalam pengembangan perangkat kurikulum, karena kurikulum secara hakikatnya disusun secara sistematis, hirarkis berdasarkan falsafah keilmuaan masing-masing bidang kajian. Standar nasional isi yang minimal harus dicapai peserta didik yang tentunya harus dipenuhi oleh sekolah. Tuntutan standar isi yang harus dikuasai oleh peserta didik ini menurut Apple (2001) sebagai “official knowledge” (Apple, 2001. Educating the “Right’ Way).
Kajian kurikulum merupakan inti dari pendidikan seperti diungkapkan oleh Eisner (1984) ”the field of curriculum…resides at the very core of education” (dalam Pinar dkk, 1996). Peningkatan kualitas pendidikan memerlukan perubahan mendasar secara fundamental terutama mengenai apa yang siswa pelajari dan bagaimana mereka belajar. siswa diharapkan mencapai standar isi nasional sebagai minimum learning acquired dan guru perlu membantu siswa mencapai standar yang telah ditetapkan. Guru merupakan titik sentral dalam pembaharuan pendidikan dimana mereka harus memenuhi kualitas standar pendidikan untuk anak didiknya. Seperti di ungkapkan Cuban (1990) “Teachers are necessarily at the center of reform, for they must carry out the demands of high standards in the classroom.”
Oleh karena itu, keberhasilan pembaharuan pendidikan (educational reform) sebagian besar dipengaruhi oleh peran guru yang efektif dan berkualifikasi pendidikan tinggi sesuai dengan materi pelajaran yang diajarkan. Bertitik tolak dari alasan tersebut bahwa pengembangan profesi guru (teacher professional development) merupakan sentra utama dalam sistem pembaruan pendidikan (Corcoran, 1995; Corcoran, Shields, & Zucker, 1998).
Kurikulum dan pembelajaran merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Sebagai suatu rencana atau program, kurikulum tidak akan bermakna manakala tidak diimplementasikan dalam bentuk pembelajaran. Demikian juga sebaliknya, tanpa kurikulum yang jelas sebagai acuan, maka pembelajaran tidak akan berlangsung secara efektif.

Persoalan bagaimana mengembangkan suatu kurikulum, ternyata bukanlah hal yang mudah, serta tidak sesederhana yang kita bayangkan. Dalam skala makro, kurikulum berfungsi sebagai suatu alat dan pedoman untuk mengantar peserta didik sesuai dengan harapan dan cita-cita masyarakat. Oleh karena itu, proses mendesain dan merancang suatu kurikulum mesti memerhatikan sistem nilai (value system) yang berlaku beserta perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat itu. Disamping itu oleh karena kurikulum juga harus berfungsi mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh peserta didik sesuai dengan bakat dan minatnya, maka proses pengembangannya juga harus memperhatikan segala aspek yang terdapat pada peserta didik. Persoalan-persoalan tersebut yang mendorong begitu kompleksnya proses pengembangan kurikulum. Kurikulum harus secara terus menerus dievaluasi dan dikembangkan agar isi dan muatannya selalu relevan dengan tuntutan masyarakat yang selalu berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kurikulum memiliki dua sisi yang sama pentingnya yakni kurikulum sebagai dokumen dan kurikulum sebagai implementasinya. Sebagai sebuah dokumen kurikulum berfungsi sebagai pedoman bagi guru dan kurikulum sebagai implementasi adalah realisasi dari pedoman tersebut dalam kegiatan pembelajaran. Guru merupakan salah satu faktor penting dalam implementasi kurikulum. Bagaimanapun idealnya suatu kurikulum tanpa ditunjang oleh kemampuan guru untuk mengimplementasikannya, maka kurikulum itu tidak akan bermakna sebagai suatu alat pendidikan, dan sebaliknya pembelajaran tanpa kurikulum sebagai pedoman tidak akan efektif. Dengan demikian peran guru dalam hal ini adalah sebagai posisi kunci dan dalam pengembangnnya guru lebih berperan banyak dalam tataran kelas.

Peranan Guru dalam Pengembangan Kurikulum:
Ø      Pertama, sebagai implementers, guru berperan untuk mengaplikasikan kurikulum yang sudah ada. Dalam melaksanakan perannya guru hanya menerima berbagai kebijakan perumus kurikulum.dalam pengembangan kurikulum guru dianggap sebagai tenaga teknis yang hanya bertanggung jawab dalam mengimplementasikan berbagai ketentuan yang ada. Akibatnya kurikulum bersifat seragam antar daerah yang satu dengan daerah yang lain. Oleh karena itu guru hanya sekadar pelaksana kurikulum, maka tingkat kreatifitas dan inovasi guru dalam merekayasa pembelajaran sangat lemah. Guru tidak terpacu untuk melakukan berbagai pembaruan. Mengajar dianggapnya bukan sebagai pekerjaan profesional, tetapi sebagai tugas rutin atau tugas keseharian.
Ø      Kedua, peran guru sebagai adapters, lebih dari hanya sebagai pelaksana kurikulum, akan tetaou juga sebagai penyelaras kurikulum dengan karakteristik dan kebutuhan siswa dan kebutuhan daerah. Guru diberi kewenangan untuk menyesuaikan kurikulum yang sudah ada dengan karakteristik sekolah dan kebutuhan lokal. Hal ini sangat tepat dengan kebijakan KTSP dimana para perancang kurikulum hanya menentukan standat isi sebagai standar minimal yang harus dicapai, bagaimana implementasinya, kapan waktu pelaksanaannya, dan hal-hal teknis lainnya seluruhnya ditentukan oleh guru. Dengan demikian, peran guru sebagai adapters lebih luas dibandingkan dengan peran guru sebagai implementers.
Ø      Ketiga, peran sebagai pengembang kurikulum, guru memiliki kewenganan dalam mendesain sebuah kurikulum. Guru bukan saja dapat menentukan tujuan dan isi pelajaran yang disampaikan, akan tetapi juga dapat menentukan strategi apa yang harus dikembangkan serta bagaimana mengukur keberhasilannya. Sebagai pengembang kurikulum sepenuhnya guru dapat menyusun kurikulum sesuai dengan karakteristik, visi dan misi sekolah, serta sesuai dengan pengalaman belajar yang dibutuhkan siswa.
Ø      Keempat, adalah peran guru sebagai peneliti kurikulum (curriculum researcher). Peran ini dilaksanakan sebagai bagian dari tugas profesional guru yang memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan kinerjanya sebagai guru. Dalam melaksanakan perannya sebagai peneliti, guru memiliki tanggung jawab untuk menguji berbagai komponen kurikulum, misalnya menguji bahan-bahan kurikulum, menguji efektifitas program, menguji strategi dan model pembelajaran dan lain sebagainya termasuk mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa mencapai target kurikulum. Metode yang digunakan oleh guru dalam meneliti kurikulum adalah PTK dan Lesson Study.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah metode penelitian yang berangkat dari masalah yang dihadapi guru dalam implementasi kurikulum. Melalui PTK, guru berinisiatif melakukan penelitian sekaligus melaksanakan tindakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Dengan demikian, dengan PTK bukan saja dapat menambah wawasan guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya, akan tetapi secara terus menerus guru dapat meningkatkan kualitas kinerjanya.
Sedangkan lesson study adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang guru/ sekelompok guru yang bekerja sama dengan orang lain (dosen, guru mata pelajaran yang sama/guru satu tingkat kelas yang sama, atau guru lainya), merancang kegiatan untuk meningkatkan mutu belajar siswa dari pembelajaran yang dilakukan oleh salah seorang guru dari perencanaan pembelajaran yang dirancang bersama/sendiri, kemudian di observasi oleh teman guru yang lain dan setelah itu mereka melakukan refleksi bersama atas hasil pengamatan yang baru saja dilakukan. (Ridwan Johawarman, dalam Sumardi, 2009).
Dunia pendidikan di Indonesia sudah mengalami beberapa perubahan kurikulum. Hal ini bukan berarti ganti menteri pendidikan ganti kurikulum, seperti pendapat sebagian guru, melainkan kurikulum harus selalu berubah sesuai dengan tuntutan jaman. Sekolah dan komite sekolah mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum, dan standar kompetensi, di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan setempat. Dengan adanya otonomi sekolah memotivasi guru untuk mengubah paradigma sebagai “curriculum user” menjadi “curriculum developer”. Guru mampu keluar dari kultur kerja konvensional menjadi kultur kerja kontemporer yang dinamis, dan guru mampu memainkan peran sebagai “agent of change”.
”Hendaknya kita mengajar anak-anak kita sesuai dengan zamannya”. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi Muhammad SAW.[1]

2.      Penjelasan beberapa pendekatan dalam pengembangan kurikulum dan pendekatan tersebut dipakai dalam pengembangan kurikulum PAI.
1. Berbasis Humanistik
Pendekatan humanistik dalam pengembangan kurikulum bertolak dari ide "memanusiakan manusia". Penciptaan konteks yang akan memberi peluang manusia untuk menjadi lebih human, untuk memprtinggi harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi dan dasar pengembangan program pendidikan.
Kurikulum Humanistik dikembangkan oleh para ahli pendidikan Humanistik.kurikulum ini berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi yaitu John Dewey.aliran ini lebih memberikan tempat utama kepada siswa. kurikulum Humanistik ini, guru diharapkan dapat membangun hubungan emosional yang baik dengan peserta didiknya. Oleh karena itu, peran guru yang diharapkan adalah sebagai berikut:
a. Mendengar pandangan realitas peserta didik secara komprehensif
b. Menghormati individu peserta didik
c. Tampil alamiah, otentik, tid ak dibuat-buat
Dalam pendekatan Humanistik ini, peserta didik diajar untuk membedakan hasil berdasarkan maknanya. Kurikulum ini melihat kegiatan sebagai sebuah manfaat untuk peserta dimasa depan. Sesuai dengan prinsip yang dianut, kurikulum ini menekankan integritas, yaitu kesatuan perilaku bukan saja yang bersifat intelektual tetapi juga emosional dan tindakan. Beberapa acuan dalam kurikulum ini antara lain:
a. Integrasi semua domainafeksi peserta didik, yaitu emosi,sikap,nilai-nilai,dan domain kognisi,yaitu kemampuan dan pengetahuan.
b. Kesadaran dan kepentingan
c. Respon terhadap ukuran tertentu, seperti kedalaman suatu keterampilan.
Kurikulum humanistik memeliki kelemahan, antara lain:
a. keterlibatan emosional tidak selamanya berdampak positif bagi perkembangan individual peserta didik
b. meskipun kurikulum ini sangat menekankan individu tapi kenyataannya terdapat keseragaman peserta didik
c. kurikulum ini kurang memperhatikan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan
d. dalam kurikulum ini prisin-prinsip psikologis yang ada kurang terhubungkan
2. Berbasis Rekonstruksi Sosial
Kurikulum ini sangat memperhatikan hubungan kurikulum dengan social masyarakat dan politik perkembangan ekonomi. Kurikulum ini bertujuan untuk menghadapkan peserta didik pada berbagai permasalahan manusia dan kemanusian. Permasalahan yang muncul tidak harus pengetahuan social saja, tetapi di setiap disiplin ilmu termasuk ekonomi, kimia, matematika dan lain-lain. Kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan interaksional. Menurut mereka pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama. Melalui interaksi ini siswa berusaha memecahkan problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan masyrakat yang lebih baik.
Kegiatan yang dilakukan dalam kurikulum rekonstruksi sosial antara lain melibatkan:
a. survey kritis tehadap suatu masyarakat
b. study yang melihat hubungan antara ekonomi local denagn ekonomi nasional atau internasional
c. study pengaruh sejarah dan kecenderungan situasi ekonomi local
d. uji coba kaitan praktek politik dengan perekonomian
e. berbagai pertimbangan perubahn politik
f. pembatasan kebutuhan masyarakat pada umumnya
Pembelajan yang dilakukan dalam kurikulu rekonstruksi social harus memenuhi 3 kriteria berikut, yaitu: nyata, membutuhkan tindakan, dan harus mengajarkan nilai. Evaluasi dalam kurikulum rekontruksi social mencakup spektrum luas, yaitu kemampuan peserta didik dalam menyampaikan permasalahan, kemungkinan pemecahan masalah, pendefinisian kembali pandangan mereka dan kemauan mengambil tindakan.
3. Berbasis Akademik
Pendekatan subject akademis dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu masing-masing Para ahli akademik terus mencoba mengembangkan sebuah kurikulium yang akan melengkapi peserta didik untuk masuk ke dunia pengetahuan, denagn konsep dasar dan metode untuk mengamati, hubungan antara sesama, analisis data, dan penarikan kesimpulan. Pengembangan kurikulum subject akademis dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk persiapan pengembangan disiplin ilmu.
Pendidikan agama Islam di sekolah meliputi aspek Al-quran/Hadist, keimanan, akhlak, ibadah/muamalah, dan tarih/ sejarah umat Islam. Di madrasah, aspek-aspek tersebut dijadikan sub-sub mata pelajaran PAI meliputi : Al-quran Hadits, Fiqih, Aqidah Akhlaq, dan sejarah.
Kelemahan pendekatan ini adalah kegagalan dalam memberikan perhatian kepada yang lainnya, dan melihat bagaimana isi dan disiplin dapat membawa mereka pada permasalahan kehidupan modern yang kompleks, yang tidak dapat dijawab oleh hanya satu ilmu saja.
4. Berbasis Kompetensi
Kurikulum ini menekankan pada penyusunan program pembelajaran dengan menggunakan pendekatan sistem yang ditandai dengan perumusan tujuan khusus sebagai tingkah laku yang harus dicapai. Kurikulum berbasis kompetensi menitik beratkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu yang sesuai denagn standar performance yang telah ditetapkan. Rumusan ini menunjukkan bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu agar mampu malakukan perangkat kompetensi yang mengandung empat unsure pokok, antara lain:
a. pemilihan kompetensi yang sesuai
b. spesifikasi indicator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi
c. pengenbangan sistem pengajaran
d. penilaian
Dalam pendekatan kompetensi kemampuan yang dikembangkan adalah kemampuan yang mengarah kepada pekerjaan, dan pendekatan pengembangan pribadi, karena standart kompetensi yang dikembangkan berkenaan dengan pribadi peseta didik, seperti kompetensi intelektual, social dan komunikasi, penguasaan nilai-nilai dan ketrampilan-ketrampilan. Bedanya kurikulum berbasis kompetensi adalah lebih difokusakn pada kompetensi potensial yang esensialnya sedangkan pengembangan pribadi lebih menekankan pada keutuhan perkembangan kemampuan tersebut.


3.      Kritik yang ditujukan kepada PAI di sekolah umum dan saran menanggapi kritik tersebut.
Yang banyak dipermasalahkan salah satunya adalah upaya mensiasati keterbatasan jam pelajaran sebagai strategi penyelenggaraan pendidikan agama Islam di sekolah umum. Dua jam pelajaran di kelas memang tidaklah akan cukup untuk menyampaikan informasi keagamaan yang begitu komplek. Kalaulah kita tidak pandai mensiasatinya maka informasi yang diterima pelajar khawatir hanya akan menyentuh aspek kognitif saja sementara aspek afektif dan psikomotor tidak dapat tersentuh. Dalam masalah ahlaq mungkin saja ketika dilakukan evaluasi tertulis (ulangan)  para pelajar dapat menjawab dengan tepat bahkan bisa menyebutkan dalil naqlinya bahwa etika makan dan minum dalam Islam diantaranya tidak boleh sambil berdiri, tapi dalam kehidupan sehari-hari pelajar  tersebut masih saja makan dan minum sambil berdiri. Dalam masalah ibadah para pelajar mungkin saja ketika dilakukan evaluasi tertulis (ulangan) dapat menjawab dengan tepat bahwa salat lima waktu itu hukumnya wajib bila ditinggalkan berdosa dan bila dilaksanakan akan mendapat pahala, tapi dalam kehidupan sehari-hari pelajar tersebut masih enggan melakukan salat. Hal ini tentu tidak kita harapkan karena apa yang dilakukan para pelajar tidak sesuai dengan apa yang telah diketahuinya, diakui atau tidak kenyataan itu membuktikan bahwa pendidikan Agama Islam masih belum berhasil.
Upaya untuk mensiasati keterbatasan jam pelajaran dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, diantaranya adalah :
1) Menyeleggarakan Bina Rohani Islam (ROHIS)
Kegiatan Bina Rohani Islam (ROHIS), dapat dijadikan sebagai kegiatan ekstra kurikuler yang wajib diikuti oleh seluruh pelajar yang beragama Islam. Untuk mewujudkan kegiatan ini perlu dibuat program kerja yang matang sehingga dalam pelaksanaannya tidak berbenturan dengan kegiatan ekstrakurikuler lainnya, didanai dengan dana yang cukup,  materi yang disampaikan dapat  menunjang materi intrakurikuler dengan menggunakan metode yang menyenangkan tapi tetap edukatif  serta memanfaatkan  tenaga pengajar yang ada di lingkungan sekolah yang memiliki komitmen  tinggi terhadap Islam.
a.        Waktu Penyelenggaraan Bina Rohani Islam (ROHIS)
Untuk sekolah yang menyelenggarakan Kegiatan Belajar Mengajar pada pagi hari saja maka waktu penyelenggaran kegiatan Bina Rohani Islam (Rohis) dapat dilakukan setiap hari setelah selesai Kegiatan Belajar Mengajar dengan lama pertemuan sekitar satu jam setengah (90 menit). Dua hari untuk kelas satu (hari Senin dan Selasa) dua hari untuk kelas dua (Rabu dan Kamis) dan satu hari untuk kelas tiga pada hari Jum’at (Untuk puteri dilakukan setelah Kegiatan Belajar Mengajar  pada saat pelajar putra Salat Jum’at, sedangkan untuk putera dilakukan setelah salat jum’at).
Sebagai contoh untuk memperjelas pendistribusian waktu penyelenggaraan Bina Rohani Islam bagi sekolah-sekolah yang menyelenggarakan KBM pada pagi hari saja dan selesai kegiatan belajar mengajar pada pukul 13.30 WIB, berikut ini akan penulis sajikan jadwal penyelenggaraan Bina Rohani Islam yang dilakukan di SLTPN 5 Kota  Bogor untuk kelas I sampai dengan kelas III yang masing-masing tingkat terdiri dari sembilan rombongan belajar dan masing-masing rombogan belajar mengikuti satu kali kegiatan Bina Rohani Islam dalam satu minggu.
Contoh Jadwal Penyelenggaraan Bina Rohani Islam
No
Hari
Kelas
Waktu
Keterangan
1
Senin
I (A,B,C,D)
14.00-15.30

2
Selasa
I (E,F,G,H,I)
14.00-15.30

3
Rabu
II (A,B,C,D,E)
14.00-15.30

4
Kamis
II (F,G,H,I)
14.00-15.30

5
Jum’at
III (A- I Putri)
III (A- I Putra)
11.30-13.00
13.00-14.30

Sementara untuk sekolah yang menyelenggarakan Kegiatan Belajar Mengajar pada pagi dan siang hari Bina Rohani Islam dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan hari-hari yang kegiatan belajar mengajarnya tidak penuh. Sebagai contoh untuk kelas siang para pelajar putrinya bisa memanfaatkan hari jum’at setelah selesai Kegiatan Belajar Mengajar  kelas pagi ketika para pelajar putra salat Jum’at. Sementara untuk para  pelajar putra bisa memanfaatkan hari Sabtu setalah selesai Kegiatan Belajar Mengajar  kelas pagi sebelum mereka melakukan kegiatan belajar mengajar pada siang harinya.
Kemudian untuk para pelajar kelas pagi bisa memanfaatkan waktu siang hari setelah selesai Kegiatan Belajar Mengajar dengan memanfaatkan kelas yang tersisa dan ruangan-ruangan lain yang bisa di pergunakan termasuk bisa menggunakan musola, aula dan lain-lain. Bahkan jika guru agama dan seluruh aparat sekolah mempunyai keinginan yang kuat untuk menyelenggarakan kegiatan Bina Rohani Islam, kegiatan tersebut dapat dilakukan tanpa memerlukan ruangan khusus, bisa saja kegiatan itu di lakukan di taman-taman sekolah, lapangan olah raga dan tempat-tempat lainnya.
b.        Sumber Dana Penyelenggaraan Bina Rohani Islam
Sumber dana bina Rohani Islam bisa disusun sejak awal tahun pelajran, dan dimasukan ke dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS). Dana tersebut dapat di distribusikan untuk seluruh kegaiatan yang ada kaitannya dengan Bina Rohani Islam termasuk didalamnya biaya pengganti transport para pembimbing bina rohani Islam.
c.        Materi yang disajikan
Materi yang disajikan dalam bina Rohani Islam hendaknya dapat menunjang materi intrakurikuler, dengan penekanan pada pendalaman pemahaman dan kemampuan membaca Al Qur’an tapi tidak melupakan materi-materi lain seperti Aqidah, Ahlak, Ibadah, Tarikh dan doa-doa pilihan. Mengapa harus demikian ?.   Karena tujuan semula penyelenggaraan Bina Rohani Islam adalah dalam rangka mensiasati keterbatasan jam mengajar di kelas.
d.        Tehnik dan metode penyampaian materi.
Pada pertemuan pertama para pembimbing Bina Rohani Islam mengelompokan dan menginventarisir pelajar yang sudah mampu membaca Al Quran dan yang belum. Pelajar yang telah dikelompokkan tersebut untuk pertemuan selanjutnya dianjurkan membawa Al Qur’an bagi yang sudah mampu membacanya dan membawa Buku Iqro bagi yang belum mampu membaca Al Qur’an.
Untuk pertemuan berikutnya, pada empat puluh menit pertama dipergunakan untuk pendalaman Baca Tulis Qur’an (BTQ). Bagi yang sudah mampu membaca Al Qur’an dianjurkan untuk membaca Al Qur’an sendiri, lebih  baik lagi bila melakukan hapalan dan bagi yang belum mampu membaca Al Qur’an dibimbing oleh pembimbing Bina Rohani Islam untuk mempelajari IQRO. Dan bila perlu pembimbing bisa meminta bantuan pelajar yang telah mampu membaca Al Qur’an untuk membimbing temannya mempelajari Iqro (TUTOR SEBAYA). Kemudian Tiga puluh menit berikutnya dipergunakan unruk penyampaian materi yang telah direncanakan dan tersusun dalam Gris-Garis Besar Pengajaran (GBPP – ROHIS). Selanjutnya  dua puluh menit terahir dipergunakan untuk hapalan Al Qur’an surat-surat pendek dan surat-surat pilihan yang telah direncanakan.
Metode penyampaian materi diusahakan menghindari metode satu arah (ceramah), tapi diharapkan para pembimbing rohani Islam mampu menggunakan berbagai macam metode kreatif dengan harapan metode tersebut bisa menumbuhkan semangat pelajar untuk belajar tanpa menimbulkan kejenuhan. Prinsip yang harus dipegang oleh para pembimbing rohani Islam metode tersebut dapat menyampaikan pesan ke Islaman sebanyak-banyaknya kepada para pelajar dan dapat menimbulkan gairah untuk mengamalkan inti ajaran Islam yang diperolehnya dengan penuh keikhlasan.
e.        Tenaga Pengajar (Pembimbing Bina Rohani Islam)
Yang menjadi tenaga pengajar atau pembimbing Bina Rohani Islam tidak hanya guru Pendidikan Agama Islam saja, jika kekurangan tenaga pengajar maka Kepala Sekolah bisa menunjuk guru mata pelajaran lain yang memiliki pengetahuan dan pemahaman terhadap ajaran Islam. Atau jika perlu bisa mengadakan kerja sama dengan para ustadz/ustadzah dan  lembaga-lembaga keagamaan lain  yang ada di sekitar sekolah.
2) Mengkondisikan Sekolah Dengan Kegiatan Keagamaan (Islamisasi Kampus).
Islamisasi kampus, memang terasa sangat ekstrim. Tetapi hal ini dimaksudkan agar seluruh warga sekolah terutama yang beragama Islam bisa menjalankan sebagain syariat Islam di lingkungan sekolah sehingga situasi kondusif bisa tercipta di lingkungan sekolah tersebut. Islamisasi kampus itu diantaranya bisa dilakukan melalui :
a.       Setiap hari sebelum belajar diusahakan setiap pelajar membaca Al Qur’an antara 5 s. d 10 ayat. Siswa yang telah bisa membaca Al Qur’an diharapkan dapat membantu temannya yang masih belum bisa membaca Al Qur’an. Sehingga saat menghadapi ujian praktek Pendidikan Agama Islam seluruh pelajar telah dapat membaca Al Qur’an dengan baik dan  benar.
b.      Waktu Istirahat disesuaikan dengan waktu salat Dzuhur, sehingga seluruh aparat sekolah dan para pelajar bisa melakukan salat tepat waktu. Dalam hal ini perlu dibuat komitmen yang serius sehingga waktu istirahat benar-benar digunakan untuk salat.
c.       Setiap hari jum’at (bagi yang memiliki Mesjid) mengadakan salat Jum’at berjamaah di Mesjid (Musola) yang ada di lingkungan sekolah. Seluruh pelajar mewakili kelasnya bergiliran menjadi petugas salat Jum’at seperti muadzin dan bilal. Sedangkan guru-guru yang beragama Islam diharapkan bisa bergiliran menjadi Imam dan Khatib Jum’at.
d.      Setiap hari Jum’at seluruh pelajar yang beragama Islam, guru-guru dan seluruh aparat sekolah dianjurkan untuk memakai busana muslim baik laki-laki maupun perempuan (di tingkat SLTP anak laki-laki  memakai baju koko dan celana panjang sedangkan untuk anak perempuan memakai kerudung dan rok panjang)
e.       Setiap hari ada mata pelajaran Agama Islam seluruh pelajar yang beragama Islam diwajibkan memakai busana Muslim baik laki-laki maupun perempuan.
f.        Pihak sekolah baik pembina OSIS maupun BP/BK (di tingkat SLTP) tidak lagi memperamasalahkan jika ada para pelajar putra yang memakai celana panjang setiap hari dan memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk menutup auratnya, mengingat aturan yang ada baru memberikan kesempatan untuk menutup aurat bagi para pelajar putri.
g.       Setiap bulan Ramadlan dan libur smester diadakan kegiatan pesantren kilat.
h.       Setiap bulan Ramadlan melaksanakan kegiatan pengumpulan dan pembagian zakat fitrah dan zakat maal dengan melibatkan para pelajar sehingga mereka bisa mengetahui mekanisme pembagian zakat melalui praktek.
i.         Setiap bulan Dzulhijjah menyelenggarakan kegiatan qurban di sekolah denga melibatkan para pelajar sehingga mereka bisa mengetahui bagaimana mekanisme pelaksanaan ibadah qurban dan bagaiman mekanisme pembagaian hewan daging qurban.
j.        Ketika menyelenggarakan peringatan hari besar Islam (PHBI) tidak hanya diisi dengan kegiatan ceramah  tapi bisa melakukan kegiatan lain yang bisa lebih menyentuh hati dan ingatan anak seperti melakukan bakti sosial, pemutaran film-film Islam baik yang berupa film-film perjuangan maupun film-film dokumenter, cerdas-cermat Al Qur’an dan kegiatan-kegiatan lainnya.

Semua hal tersebut di atas dapat terlaksana dengan baik bahkan bisa menciptakan suasana kondusif di lingkungan sekolah jika seluruh guru dan seluruh aparat sekolah mempunyai tanggung jawab dan keinginan yang sama dalam membentuk siswa yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.
3) Menggunakan Metode Insersi (Sisipan) dalam KBM
Metode Insersi adalah cara menyajikan bahan pelajaran degan cara ; inti sari ajaran Islam atau jiwa agama/emosi religius diselipkan/disisipkan di dalam mata pelajaran umum (Tayar Yusuf,  1995 : 73).
Untuk menggunaka metode ini guru agama harus bekerja sama dengan guru mata pelajaran lain (mata pelajaran umum)  agar pesan-pesan keagaamaan bisa disampaikan melalui pelajaran umum dengan cara yang sangat halus, sehingga hampir tidak terasa bahwa sesungguhnya saat itu para pelajar sedang mendapatkan suntikan keagamaan oleh guru mata pelajaran yang bukan pelajaran agama.
Metode insersi ini bisa dilakukan melalui seluruh mata pelajaran, sebagai contoh ketika guru mata pelajaran ekonomi mengajarkan tentang barter dan jual beli maka bisa disisipkan jiwa agama berupa informasi tentang perlunya ijab kabul dan perlunya pencatatan transaksi jual beli yang tidak dengan cara tunai  sebagaimana termaktub dalam surat Al Baqarah ayat 282. Atau contoh lain ketika melakukan praktikum IPA, guru IPA bisa mneyampaikan perlunya kejujuran, ketelitian dan kesabaran dalam melakukan praktek, sebab tanpa semua itu hasil dari praktek tidak akan memuaskan bahkan mungkin gagal, dan masih banyak lagi contoh-contoh lainnya.[2]


[1] http://muhiklaten.blogspot.com/2011/03/program-kerja-pengembangan-kurikulum.html
[2] http://farhansyaddad.wordpress.com/2009/03/06/strategi-penyelenggaraan-pendidikan-agama-islam-di-sekolah-umum/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar baik menunjukkan pribadimu !

Bottom Ad [Post Page]