1. DEDUCTIVE reasoning
Menalar secara deduksi (deductive) itu intinya mengambil kesimpulan
(conclusion) hanya berdasarkan petunjuk umum yang diberikan (premise)
dan fakta atau bukti kasus khusus yang dimengerti (evidence).
Example: Mbah Sutejo diberi petunjuk sama Mbah Dukun: “hati-hati kalo nanti
malam ada barang jatuh di rumah berarti besok kamu bakalan mati!”
Nah, karena Mbah Sutejo memang dari dulu fanatik dukun banget,
makanya petunjuk (premise) yang diberikan oleh Mbah Dukun itu langsung
diterima sebagai sebuah kebenaran (padahal setiap premise masih mesti
dikritisi). Dalam contoh ini, premise itu dianggap benar oleh mbah Sutejo.
Tiba-tiba, malam berikutnya ada kucing nyenggol gelas di meja Mbah Sutejo…”pyaaar!!”..gelas jatuh dan pecah. Nah ini fakta/bukti/evidence yang ditangkap oleh Mbah Sutejo: “malam ini ada gelas jatuh di rumah”.
Maka kemudian Mbah Sutejo mengambil kesimpulan (conclusion): "jadi saya bakalan mati besok!!
**** Nah kira-kira kesimpulan Mbah Sutejo valid tidak??
Kesimpulan Mbah Sutejo ini valid dalam artian BENAR secara aliran logika (penalaran) tetapi SALAH secara kebenaran informasinya.
Jadi dalam menganalisis kebenaran suatu kesimpulan yang diambil berdasarkan logika deductive,
* yang pertama kali harus kita pastikan kebenarannya adalah sudah benarkah premis-nya???
Jika premise (kebenaran umumnya) benar kemungkinan besar kesimpulan (conclusion)nya juga benar!
* kedua, lihat evidence-nya (buktinya) benar atau tidak?..atau masih debatable?, misal seseorang mengatakan saat ini langit merah, bisa jadi menurut anda tidak merah tetapi orange.
* Kalo sudah sepakat premis dan evidence-nya benar, maka baru kita pastikan alur logika (dari umum ke khusus)nya juga benar.
Jadi sekali lagi, seringkali kesalahan sebuah penalaran deductive
bukan pada alur logikanya tetapi dari kesalahan awal premise (petunjuk) atau
memahami evidence-nya (fakta)!